YAHUDI BISA SIAPA SAJA
Niat pemerintah RI membuka hubungan (dagang?) dengan Negara Israel bisa jadi
"pelajaran nabi Khidir" lain-nya dari yang mulia presiden Gus Dur. Seperti biasa, 204 juta
"nabi musa" warga negara Indonesia ikut repot menebak makna pelajaran
menggemparkan ini. Penolakan dan persetujuan sama beratnya disuarakan para "nabi
musa". Padahal, diantara ketidaktahuan para murid, bisa jadi tujuan "pelajaran" ini
memang terbukanya hubungan diplomatik, tapi bisa juga tidak untuk apa-apa.
Menanggapi gaya demokrasi pesantren seperti kali ini, tak banyak yang bisa "rahayat"
perdebatkan sebagai tebakan. Kecuali keharusan tetap bersikap dan berpendapat, hasilnya
terserah orang-orang yang berkopiah sajah......
Salah satu alasan menolak adalah karena Israel.... yahudi....
Lalu "yahudi" itu apa-an sih.....
Setiap kali saya malas menyodorkan uang recehan kepada pengamen di traffic light, para
pengamen berteriak "yahudi".
Teman pengajian saya telah menjadi yahudi, saat dia menyita pabrik batako Pak Kliwon
karena tak mampu bayar utangan dengan rente 50%.
Tuan Ali yang developer telah menjadi yahudi, saat dia menggusur perkampungan kumuh
untuk dijadikan Real Estate. Sukowidodo berlaku sebagai yahudi ketika dia melempari
dan membakar rumah Bo An, hanya karena Tionghoa.
Bapak saya bisa jadi seorang yahudi saat beliau mengangkat saya sebagai direktur hanya
karena alasan keturunannya. AS Hikam Menristek boleh jadi berlaku sebagai yahudi saat
dia meraih sukses hanya dengan memamerkan buruknya orang. Orang Israel yang
menjarah tanah orang palestina bisa jadi seorang penganut yahudi.
Yahudi bisa dianut oleh siapa saja, " yahudi" bisa siapa saja.
Tapi yahudi tidak pernah dilahirkan. Bahkan, seorang ibu yahudi hanya bisa melahirkan
bayi manusia....dan bukan bayi "yahudi".
Sebagaimana tidak semua yang bermerek "cabe" belum tentu sebuah cabe, kaus oblong
merk "cabe" pastilah bukan cabe. Juga Budiman lelaki bertato yang tinggal di seberang
kali, sore kemarin dipukuli tetangganya karena mengambil jam di masjid.
Apapun yang tak pedas tak sedap pastilah bukan cabe. Siapapun yang tak berbudi,
pastilah bukan budiman.
Siapapun yang tak menghalalkan segala cara, yang menyantuni "anak yatim", yang
menganjurkan "memberi makan" orang miskin pastilah bukan seorang "yahudi".
Negara atau masyarakat apapun yang demokratis, yang membagi kesejahteraan bagi
seluruh umat manusia, yang tak mengusir orang dari kampungnya dan yang tak
memusuhi hanya karena beda keyakinan.........pastilah bukan masyarakat "yahudi".
Tapi, jika sekarang kita dalam ancaman "yahudi". Maka saya menemukan "yahudi" tidak
hanya ada pada orang Yahudi Israel, tapi juga pada pejabat, tokoh, intelektual, pengusaha,
kerabat, sahabat dan bahkan dalam diri saya dan anda sendiri..........
Lalu kenapa pula "teka-teki" hubungan dengan Israel ini lebih dikhawatirkan dari pada
"gaya demokrasi pesantrennya Gus Dur? Bahkan lebih dikhawatirkan daripada pengaruh
mutlak demonstran dan selalu suksesnya pengerahan massa.
Wassalaam, DjayaWikarta