AKTUALISASI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL PADA RUMAH SAKIT TNI
DALAM RANGKA PERCEPATAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN
KESEHATAN KEPADA ANGGOTA
Oleh:
Tanto Alfiathur Nugroho
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Keberadaan rumah sakit TNI di lingkungan masyarakat telah
membuktikan bahwa kedekatan TNI dengan rakyat merupakan satu kata kunci
pendukung keberhasilan tugas TNI. Rumah sakit TNI tidak hanya memberikan
pelayanan kesehatan kepada anggota TNI dan keluarga saja, namun juga
mempunyai kewajiban moral memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitar
tanpa memberikan perbedaan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, seperti halnya
rumah sakit- rumah sakit pada umumnya, system manajerial rumah sakit TNI
tidak berbeda jauh dengan rumah sakit-rumah sakit tersebut.
Hal yang sangat menarik adalah apabila rumah sakit pada umumnya
dipimpin oleh orang umum dengan latar belakang pendidikan manajerial atau
sejenisnya, namun di rumah sakit TNI dipimpin oleh seorang TNI aktif dengan
latar belakang pendidikan dokter Dan berkualifikasi pernah mengenyam
pendidikan militer.
1
Telah kita ketahui bersama bahwa pendidikan militer mengutamakan
system komando dalam menjalankan organisasinya. Menjadi sangat menarik
model/system komando ini apabila diterapkan ke ranah manajemen rumah sakit
TNI, yang mana rumah sakit TNI tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan
kepada anggota namun juga kepada masyarakat umum.
Manajerial sangat terkait dengan kepemimpinan, system komando yang
dijalankan juga sangat bergantung dengan model kepemimpinan yang dijalankan
oleh seorang kepala rumah sakit. Model kepemimpinan yang bagaimanakah
yang paling cocok dan aplikabel di rumah sakit TNI saat ini. Dimana dengan
membawa dua misi atau tugas pokok secara general di lingkungan TNI adalah
memberikan dukungan pada operasi dan latihan TNI serta pelayanan kesehatan
kepada anggota dan keluarga serta masyarakat.
Apalagi jika kita kaitkan dengan perkembangan jaman pada saat ini,
dengan munculnya era keterbukaan di segala bidang, membawa kita harus
mampu menyikapinya secara arif dan bijaksana. Era yang disebut-sebut orang
sebagai era globalisasi ini juga telah menyentuh pada dunia pelayanan
kesehatan. Perkembangan kekinian dalam pelayanan kesehatan menuntut para
pekerja kesehatan termasuk di lingkungan TNI untuk selalu mampu meng-upgrade-
kan diri sehingga pelayanan yang diharapkan oleh anggota maupun
masyarakat dapat terpenuhi dengan penuh kepuasan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit selalu berorientasi kepada kepuasan
pasien, dikenal dengan pelayanan prima. Pelayanan prima adalah pelayanan
kepada pasien yang berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan. Kepuasan
pasien, akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan terhadap sebuah rumah
2
sakit. Disamping pengembangan pelayanan yang efisien dan efektif, pelayanan
prima merupakan tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seluruh
rumah sakit (Sujudi, 2000:2). Dalam era yang penuh dengan persaingan ini,
salah satu hal yang menjadi tuntutan pengguna rumah sakit adalah kepuasan
pasien secara total (total customer satisfaction). Bagi pengelola rumah sakit,
kepuasan pasien secara total tersebut harus diterjemahkan dalam tindakan nyata
yang secara jelas dapat diupayakan dan dimonitor. Tindakan nyata ini secara
bertahap dan terus menerus diperbaiki dan dikembangkan untuk mencapai
kualitas pelayanan yang unggul (Tjiptono dan Chandra, 2004:109).
Sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan
berperan besar dalam memperoleh keunggulan layanan dimana dengan
kemampuan memenuhi kebutuhan pelanggan, karyawan bisa menjadi lebih
percaya diri dan citra institusi akan meningkat. Keunggulan layanan (service
excellent) dibentuk melalui pengintegrasian empat pilar yang saling berkaitan
erat, yaitu kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan layanan (Tjiptono
dan Chandra, 2004:119).
Prinsip pemberikan pelayanan yang berkualitas tersebut tentu saja juga
berlaku bagi rumah sakit TNI. Pelayanan prima dan upaya memberikan
kepuasan kepada pengguna rumah sakit merupakan persyaratan yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi bagi kemajuan pelayanan di rumah sakit.
Untuk mencapai keadaan seperti inilah diperlukan seorang pemimpin yang
mampu mengkolaborasikan system komando dalam kemiliteran dengan system
manajemen berbasis kepuasan pengguna rumah sakit. Keadaan ini menjadi
dilematis antara karakter kepemimpinan yang dituntut harus tegas, jelas dan
berorentasi pada aturan, dengan karakter kepemimpinan yang teduh, ramah
namun mampu mewadahi setiap permasalahan di rumah sakit. Persepsi tegas
dan keras, biasanya identik dengan kekakuan.
3
Karakter atau pembawaaan pemimpin tentu saja akan berimplikasi kepada
seluruh anak buah yang dipimpinnya, dikarenakan seorang pemimpin dipastikan
akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan baik bersifat praktis, strategis bahkan
politis. Kebijakan-kebijakan inilah yang akan menjadi pedoman anak buah dalam
melaksanakan penugasan. Apalagi dengan terjadinya perubahan-perubahan
akibat era globalisasi ini menuntut pemimpin yang mampu membawa institusi
untuk selalu up-date mengikuti perkembangan jaman yang disebut sebagai
kepemimpinan tansformasional.
Oleh karena itu menjadi sangat menarik untuk kita kaji aktualisasi
kepemimpinan tranformasional di rumah sakit ini dikaitkan dengan upaya
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di era globalisasi.
2. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas perlu untuk dikaji bagaimanakah
aktualisasi kepemimpinan transformasional pada rumah sakit TNI dalam rangka
percepatan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan kepada anggota.
3. Tujuan
a. Mengetahui perbedaan pengertian kepemimpinan dan kekepalaan
b. Mengetahui pengertian kepemimpinan transformasional
4
c. Mengetahui aktualisasi kepemimpinan transformasional pada rumah sakit
TNI dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pelayanan kesehtan
kepada anggota
4. Sistematika
a. Latar belakang
b. Pembahasan
c. Penutup
B. PEMBAHASAN
Rumah sakit TNI dipimpin oleh seorang Kepala Rumah Sakit. Menurut
Talizidu Ndraha dalam buku Teori-teori Kepemimpinan karangan Adi Prijatno,
kekepalaan tidak sama dengan kepemimpinan. Kekepalaan adalah kekuasaan
sah (kewenangan) seseorang untuk mencapai suatu tujuan melalui atau
menggunakan orang lain (organisasi). Dengan demikian kekepalaan adalah
gejala kekuasaan. Sedangkan kepemimpinan (leadhership) dari kata pimpin
(Leader) adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain melalui
dirinya sendiri dengan cara tertentu sehingga perilaku orang lain berubah atau
tetap, menjadi intregatif. Jadi kepemimpinan merupakan gejala social dan hasil
kegiatan memimpin suatu unit kerja.
5
Untuk lebih jauh mengetahui hakekat kekepalaan dan
kepemimpinan/leader, perlu dibedakan satu dengan lainnya. Adapun menurut
Warren Bennis dalam buku Teori Kepemimpinan karangan Adi Prijono,
mengidentifikasikan perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
Table 1. PERBEDAAN ANTARA MANAJER DAN KEPEMIMPINAN
NO MANAJER KEPEMIMPINAN/LEADER
1 2 3
1 Manajer mengelola Pemimpin menginovasi
2 Manajer adalah tiruan Pemimpin adalah orisinil
3 Manajer mempertahankan Pemimpin mengembangkan
4 Manajer berfokus pada system dan
struktur
Pemimpin berfokus pada orang
5 Manajer bergantung pada
pengawasan
Pemimpin membangkitkan
kepercayaan
6 Manajer melihat jangka pendek Melihat perspektif jangka panjang
1 2 3
7 Manajer bertanya kapan dan
bagaimana
Pemimpin bertanya apa dan
mengapa
8 Manajer melihat hasil pokok Pemimpin menatap masa depan
9 Manajer meniru Pemimpin melahirkan
10 Manajer menerima status quo Pemimpin menantangnya
11 Manajer melakukan hal dengan
benar
Pemimpin melakukan hal yang
benar
12 Manajer adalah prajurit yang baik Pemimpin adalah dirinya sendiri
6
Jadi berdasarkan table kepemimpinan diatas, sebenarnya jelas sekali
perbedaannya. Seorang manajer atau kepala belum tentu bisa dikatakan sebagai
seorang pemimpin yang baik. Demikian juga seorang pemimpin yang baik belum
tentu atau tidak harus menduduki jabatan atau posisi tertentu dalam.
Menurut Adi Prijono dalam buku yang sama juga menyebutkan bahwa
teori kepemimpinan modern (Modern Theoritical Processes pf Leadership)
adalah terdiri dari:
a. Charismatic Leadership, yang memberikan tekanan bahwa kekuatan
berupa kemampuan pribadi seorang pemimpin, mampu memberikan
efek yang besar dan luar biasa bagi pengikutnya.
b. Transformational Leadership, menekankan bahwa charisma, inspirasi,
stimulasi intelektual dan pertimbangan individual sangat penting untuk
menggerakan bawahan.
c. Social Cognitif Approach, merupakan model kepemimpinan yang
menekankan betapa pentingnya “ a continous, reciprocal interactions
antara pemimpin, lingkungan (termasuk bawahan dan variabel
organisasi) dan Leadership behavior.
Dalam upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep kepemimpinan
transformasional, perlu dijelaskan tentang kepemimpinan transaksional, yaitu
kepemimpinan yang memelihara atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan
jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses
pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang
7
segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin.
Sementara itu kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang
dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo.
Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan
sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja
menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan
yang tidak pernah diraih sebelumnya. Para pemimpin ini secara riil harus mampu
mengarahkan organisasi menuju arah baru.
Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan
yang mengedepankan terjadinya perubahan dalam organisasi. Kepemimpinan
ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan
memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat
tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu.
(Marcelius dan Rita, 2004)
Kepemimpinan yang lebih baik terjadi bila para pemimpin dapat
menjalankan salah satu atau kombinasi dari empat cara ini, yaitu :
1. Memberi wawasan serta kesadaran akan misi, membangkitkan
kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan
pada para bawahannya (Idealized Influence - Charisma),
2. Menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui pemanfaatan simbolsimbol
untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuantujuan
penting dengan cara yang sederhana (Inspirational Motivation)
3. Meningkatkan intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah
secara seksama (Intellectual Stimulation), dan
8
4. Memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap
orang secara khusus dan pribadi (Individualized Consideration).
Pemimpin yang seperti ini akan dianggap oleh rekan-rekan atau
bawahan mereka sebagai pemimpin yang efektif dan memuaskan.
Pemimpin transformasional bisa berhasil mengubah status quo dalam
organisasinya dengan cara mempraktikkan perilaku yang sesuai, pada setiap
tahapan proses transformasi. Apabila cara-cara lama dinilai sudah tidak lagi
sesuai, maka sang pemimpin akan menyusun visi baru mengenai masa depan
dengan fokus strategik dan motivasional. Visi tersebut menyatakan dengan
tegas tujuan organisasi dan sekaligus berfungsi sebagai sumber inspirasi dan
komitmen.
Pengembangan kepemimpinan transformasional adalah proses yang
memerlukan jangka waktu panjang, dan pada setiap bagiannya melibatkan
masa lalu dan masa sekarang. Pemimpin transformasional cenderung untuk
menciptakan kesempatan pada pengalaman kepemimpinannya, sehingga
membantu dirinya dalam posisi yang sedang dijalankan.
Secara garis besar ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara kepemimpinan transformasional dengan karakteristik personal
pemimpin, sedangkan seluruh dimensi kepemimpinan transformasional
'karismatik', 'motivasi inspirasional', 'stimulasi intelektual', dan 'konsiderasi
individual' berhubungan paling erat dan searah dengan karakteristik personal
tingkat pendidikan pemimpin
Walaupun tidak ada hubungan yang berarti antara dimensi kepemimpinan
transformasional dengan karakteristik personal pemimpin pada organisasi yang
bergerak dalam bidang pendidikan, organisasi tetap harus memperhatikan
9
hubungan dari kedua variabel ini. Hal ini dikarenakan karakteristik personal
tidak hanya terbatas pada pengalaman (experience), tetapi juga meliputi derajat
kemampuan pemimpin menghadapi kegagalan dan memiliki kekuatan pribadi
(emotional coping), derajat kemampuan pemimpin mendukung perilaku yang
efektif dan memelihara rasa optimis (behavioral coping), kemampuan pemimpin
untuk menyalurkan dan mengevaluasi ide kritis (abstrak orientation), derajat
kesediaan pemimpin untuk menerima tantangan (risk taking), kesediaan
pemimpin untuk mecoba hal baru dan menantang status quo (inovation),
derajat kemampuan pemimpin menggunakan humor untuk menyenangkan
bawahannya (use of humor).
Program pengembangan dan pelatihan untuk mengembangkan
kepemimpinan transformasional perlu juga diupayakan karena individu bukan
dilahirkan menjadi pemimpin transformasional, melainkan melalui pengalaman
hidupnya akan mampu mengembangkan karakteristik dan membangun
keahlian kepemimpinan transformasionalnya.
Berkaitan dengan tugas pokok secara umum rumah sakit TNI yakni
mendukung kegiatan operasi dan latihan serta pelayanan kesehatan bagi
anggota dan keluarganya, Pola kepemimpinan yang diterapkan di lingkungan
rumah sakit TNI saat ini dituntut untuk mampu mewadahi dan melayani tugas
pokok tersebut di atas secara sempurna.
Dengan karakter dan jiwa keprajuritan yang terbiasa bekerja dengan pola
kerja komando serta akan dihadapkan dengan pengguna rumah sakit dalam hal
ini pasien dan keluarganya yang memerlukan banyak ketoleransian. Memang
system komando sebenarnya tidak dapat diartikan identik dengan
ketidakluwesan/ ketidaklenturan dalam bertindak atau bekerja, namun persepsi
10
yang ada sendiri menilai bahwa system pola kerja komando yang tegas, benar,
hirarkhis dan tanpa kompromi sangat tidak disenangi bagi orang-orang yang
tidak pernah mendapat pendidikan kemiliteran. Hal ini tidak hanya berlaku pada
pelanggan rumah sakit khususnya pasien umum, namun juga karyawan Pegawai
Negeri Sipil yang sebagian besar belum mendapatkan pendidikan dasar-dasar
kemiliteran. Oleh karena itu beberapa tahun belakangan ini diberlakukan
pendidikan dasar-dasar militer bagi pegawai negeri sipil TNI sebelum
mendapatkan status pegawai tetap atau masih Ca PNS (calon PNS).
Beberapa hal tersebut diatas merupakan gambaran umum yang terjadi di
rumah sakit TNI pada umumnya. Dengan kondisi yang seperti itu, tentu saja
menantang para calon pimpinan rumah sakit TNI untuk melatih, memperlajari,
menerapkan dengan menyesuaikan karakter kepemimpinan yang dia miliki
dengan kebutuhan di institusi rumah sakit yang bakal dipimpinnya.
System kepemimpinan transformasional yang akhir–akhir ini banyak
dianut oleh perusahaan-perusahaan, instansi pemerintah serta sector-sektor lain
sangat memungkinan untuk diterapkan di rumah sakit TNI. Dengan ciri khas
dimensi kepemimpinan transformasional yaitu karismatik, motivasi inspirasional,
stimulasi intelektual, dan konsiderasi individual berhubungan paling erat dan
searah dengan karakteristik personal tingkat pendidikan pemimpin diharapkan
mampu membawa peningkatan kinerja rumah sakit TNI.
Peningkatan kinerja rumah sakit inilah yang diharapkan merefleksikan
adanya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan didalamnya, peningkatan
kinerja tentu saja sangat berkaitan dengan kepuasan pengguna rumah sakit
sehingga tercipta pula good gonvernance dan good clinical governance di
seluruh rumah sakit TNI.
11
Untuk mencapai good governance dan good clinical governance ini,
seorang pemimpin rumah sakit TNI juga diperlukan berpikir secara strategis.
Berpikir strategis dalam kepemimpinan memerlukan pengalaman dan
pengetahuan disamping elemen pembawaan. Dalam hal ini langkah-langkah
yang harus diperhatikan adalah:
1. Adanya keterikatan pada tujuan yang pasti pada setiap program
kerjanya
2. Kemampuan untuk merumuskan inisiatif dan secara konsisten serta
kemampuan menjaganya
3. Pertimbangan ekonomis untuk memberdayakan sumber daya, daya
gunakan posisi strategis dan lakukan sesuatu yang tidak terduga.
4. Berorientasi pada kemudahan dan kesederhanaan sehingga tidak
mempersulit bagi anggota staf untuk menterjemahkan
perintah/kebijakan-kebijakannya.
5. Siapkan alternative yang banyak dan simultan serta ambil langkahlangkah
yang tidak langsung untuk mencapai tujuan.
6. Pertimbangan timeing yang tepat dan selalu memanfaatkan setiap
keberhasilan.
Oleh karena itu dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan,
diperlukan seorang pemimpin yang mampu:
1. Menuntaskan agenda-agenda pembangunan segala bidang di
rumah sakit
2. Jajaran pemimpin rumah sakit harus mampu mengatasi krisis
(crisis recovery) yang masih berlangsung
12
3. Memacu peningkatan daya saing dalam bidang pelayanan
kesehatan.
4. Membangun kekuatan-kekuatan baru yang professional yang
selalu dapat memberikan control dan pemikiran serta kritik konsumtif.
5. Menjadikan Pancasila sebagai petunjuk dalam menghadapi proses
globalisasi di bidang pelayanan kesehatan. (Adi Prijono dan Muladi,
2009:199)
Pola kepemimpinan ini akan lebih sempurna bilamana diterapkan kepada
seluruh jajaran pimpinan rumah sakit dalam berbagai tingkatan manajerial. Baik
manajerial tingkat atas, menengah maupun pada tingkatan pelaksana di
lapangan.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Perbedaan kepemimpinan dan kekepalaan/manajer jelas, bahwa seorang
manajer belum tentu adalah seorang pemimpin yang baik, demikian juga
seorang pemimpin belum tentu seorang manajer/kepala yang menduduki
jabatan/psosisi tertentu.
b. Kepemimpinan tranformasional Transformational Leadership adalah jenis
kepemimipinan menekankan bahwa kharisma, inspirasi, stimulasi
intelektual dan pertimbangan individual sangat penting untuk
menggerakan bawahan.
13
c. Kepemimpinan transformasional juga dapat diterapkan/diaktualisasikan
dalam kepemimpinan rumah sakit yangmempunyai cirri khas memberikan
pelayanan kesehatan secara memuaskan kepada pengguna rumah sakit.
d. Penerapan jenis kepemimpinan transformasional ini seyogyakan
diterapkan pada semua level pimpinan dari mulai top manager/kepala
rumah sakit, middle manager sampai dengan manajer pelaksanan
kegiatan di lapangan.
2. Saran
a. Seorang kepala rumah sakit TNI seyogyanya mendapatkan pembekalan
perihal teori kepemimpinan modern serta metode aplikasi di lapangan.
b. Seorang pemimpin rumah sakit TNI harus mempunyai kemampuan untuk
menduplikasikan kemampuan kepemimpinannya kepada anggota staf
kepemimpinan di bawahnya, sehingga diharapkan akan mempermudah
para staf menterjemahkan setiap kebijakan-kebijakan yang diberikannya.
c. Seorang pemimpin rumah sakit seharusnya tetap terus belajar dalam
segala bidang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya sehingga
selalu up-date terhadap perkembangan global pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sujatno, Teori-teori Kepemimpinan. Materi Ajar Kepemimpinan S2
Lemhannas RI
14
Adi Sujatno, Kriteria Kepemimpinan Nasional dan Wakil-wakil Rakyat
dalam Menghadapi Tantangan Global. Disampaikan dalam Seminar dan
Lokakarya Pengembangan karakter Bangsa Universitas Widyatama
Bandung
Adi Sujatno dan Muladi, Traktat Etis Kepemimpinan Nasional, Penerbit
RM Books dan dicetak oleh PT Wahana Semesta Intermedia Jakarta
tahun 2009.
Marselius S Tondo dan Rita Andarika, Hubungan Persepsi Gaya
Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional dengan Kepuasan
Kerja karyawan, Jurnal. Fakultas Psikologi Universitas binas Darma
Palembang 2004.
Sujudi, Menuju Paradigma Sehat dengan Pelayanan Prima, Seminar
Nasional (sambutan Menteri Kesehatan), Yogyakarta, 2000
Tjipto, Fandy dan Chandra, Gregorius, Service, Quality 7 Satisfaction,
Penerbit Andi, Yogyakarta, 2005
Tjiptono, Fandy, Prinsip-Prinsip Total Quality Service, Penerbit Andi,
Yogyakarta, 2004
15