PENYAKIT-PENYAKIT
HATI
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Akhlak Tasawuf”
Disusun Oleh :
Ahmad Safruddin : D01208111
Nihlah Istighfarin :D01208112
Dosen Pembimbing :
Drs. Syaifuddin Mr.
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2009
PENYAKIT HATI
1. Mengendalikan Amarah
Marah itu sebenarnya ialah secebis api yang bersumber dari api Allah
yang bernyala-nyala, yang panasnya naik ke pangkal hati, dan api itu
bersemadi pula di dalam lubuk hati hingga berbara, kemudian diselaputi oleh
abunya. Daripadanya terpancar sifat congkak yang terpendam di dalam hati
setiap orang yang sombong dan bongkak, seperti terpancarnya api dari batu
yang bergesek dengan besi.
Dalam riwayat diceritakan, ada seseorang bertanya kepada Rasulullah
SAW. “YA Rasulullah, amal apakah yang paling utama?” Maka beliau
menjawab : “jangan marah!.” Jawaban itu beliau ulangi hingga tiga kali.
Jika kita ingin mulia di dunia dan akhirat, jika seorang suami ingin
mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, jika seorang
pemimpin ingin agar hubungannya dengan masyarakat berjalan harmonis,
seorang anak ingin sukses dalam perjalanan pendidikan dan disayangi orang
tuanya, maka salah satu kuncinya adalah “JANGAN MARAH!!.”
Berkata al-Hasan pula: "Di antara tanda-tanda seorang Muslim yang
sejati, ialah teguh agama, lemah-lembut kelakuan, penuh iman dan yakin,
berilmu pengetahuan dan bertoleransi, pandai menjaga kepentingan dan
berbelas kasihan, selalu memberi dengan hak, tidak boros meskipun kaya,
murah hati meskipun miskin, berbuat baik walaupun berkuasa, menanggung
jerih-perih bersama kawan-kawan, bersabar walaupun susah, tiada dikuasai
oleh kemarahan, tiada selalu menurutkan perasaan, tiada dipengaruhi oleh
syahwat dan nafsu, tiada dimalukan oleh kebatinan, tiada mementingkan
keinginan, tiada terhad niat baik, sering menolong orang yang teraniaya,
mengasihani orang yang lemah, tidak kikir dan tidak boros, tidak berbelanja
berlebihan-lebihan dan tidak mengenggam tangan, bersedia mengamuni
orang yang menganiayai, suka memaafkan oarng bodoh, biarlah dirinya
berada di dalam kepayahan asalkan semua orang berada di dalam
kesenangan."
Ada beberapa poin yang harus diperhatikan, yaitu:
Kecelaan sifat marah
Allah s.w.t berfirman:
“Perhatikanlah ketika Allah menimbulkan dalam hati orang-orang yang
tidak beriman kepadaNya itu, perasaan sombong; iaitu sifat sombong
zaman jahiliah, lalu Allah menurunkan pula ketenananganNya ke atasa
RasulNya dan ke atas kaum Mu’minin.” (al-Fath: 26)
Ayat ini telah mencela kaum Musyrikin atau orang-orang yang
tidak beriman dengan Allah Ta’ala, disebabkan mereka telah melahirkan
perasaan sombong yang timbul dari sebab marah terhadap yang hak dan
membela yang batil. Begitu pula ia telah memuji juga kaum Mu’minin,
atau orang-orang yang beriman dengan Allah s.w.t., disebabkan sikap
mereka yang menerima yang hak, lalu diturunkan ke atas mereka perasaan
tenang.
Diriwayatkan ada seorang telah mendatangi Rasulullah s.a.w.
sambil memohon supaya baginda mewasiatkan sesuatu wasiat yang
pendek dan sedikit saja. Maka baginda bersabda kepadanya: Jangan
marah! Diulangi permintaannya lagi maka bagina sekali lagi: Jangan
marah!
Rasulullah s.a.w. pernah bertanya kepada para sahabat: Apakah
yang kamu dapat fahamkan tentang maksud bergelut? Kata para sahabat:
Penggusti yang tidak dapat ditumbangkan dalam pergelutannya.
Sabda baginda; Bukan itu yang aku maksudkan. Tetapi orang yang
bergelut itu ialah orang yang dapat menahan dirinya, ketika dalam
kemuncak kemarahannya.
Berkata Ja’far r.a.: Kemarahan itu kunci segala kecelakaan.
Setengah para sahabat berkata; Pokok dan pangkal sifat bodoh itu,
ialah degil dan pemimpinnya ialah marah.
Barangsiapa yang meredhakan dirinya dengan kejahilan, tidaklah
perlu lagi baginya sifat toleransi. Toleransi adalah sifat yang baik dan
banyak mendatangkan manfaat. Sedang kejahilan pula adalah sifat yang
buruk dan mendatangkan banyak mudharat. Berdiam diri atau tidak
melayani pertanyaan seorang yang bodoh adalah jawabnya.
Tingkatkan manusia ketika marah
Ketahuilah bahawasanya keganasan marah itu berpunca dari hati.
Maknanya darah yang berada di dalam hati sedang menggelegak, lalu
darah itu pun mengalir ke dalam urat-urat badan, dan terus memuncak
tinggi ke anggota badan yang teratas sekali, sebagaimana api dan air
memuncak tinggi ketika makanan mendidih di dalam periuk. Oleh kerana
itu bila marah mula memuncak kelihatanlah darah manusia itu menyerap
ke muka, sehingga wajah dan mata menjadi merah padam, dan kulit pula
kerana kejernihannya, dapat menampakkan warna air yang di dalamnya.
Manusia dalam menghadapi keganasan marah terbahagi kepada
tiga bahagian:
1. ketiadaan sifat marah
2. keterlampauan sifat marah
3. pertengahan antara marah dan tidak marah
Ketiadaan sifat marah
Orang yang tiada bersifat pemarah, ataupun yang lemah sifat
kemarahannya itu tercela. Itulah orang yang dikatakan tidak mempunyai
sifat cemburu pada diri Allah s.w.t. telah mensifatkan para sahabat Nabi
s.a.w. dengan terkadang-kadang bersifat keras dan berperasaan cemburu
atas diri seperti firman Allah ta’ala:
“Mereka itu bersikap keras terhadap orang-orang kafir.”
Allah telah berfirman ke atas NabiNya s.a.w.:
“Perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka.” (at-Tahrim:9)
Yang dikatakan bersikap keras dan tegas itu adalah bersumber dari
adanya tanda-tanda kekuatan cemburu dalam diri, iaitu yang menyebabkan
sifat marah.
Keterlampauan sifat marah
Yang dikatakan keterlampauan dalam marah itu, ialah bila sifat
marah itu tidak dapat dikuasai lagi, sehingga ia terkeluar dari batas
pertimbangan akal dan agama dan kepatuhannya. Orang yang bersikap
seperti itu, tentulah tidak lagi mempunyai bashirah atau matahati yang
dipandang dengannya, atau pemikiran untuk menimbang dengan akalnya
dan ia tidak pilihan lagi, melainkan seperti seorang yang terpaksa saja.
Sebab-sebab kemarahan
Anda telah mengetahui, bahawa ubat segala penyakit mestilah
dengan memotong pangkalnya dan melenyapkan sebab-sebabbya. Dengan
hal yang demikian, maka anda mestilah mengetahui sebab dan punca
timbulnya kemarahan itu terlebih dulu. Sebab-sebab yang membangkitkan
kemarahan itu, ialah meninggi diri, ujub dan bangga, senda gurau, omong
kosong, mengejek-ejek, mencela, berbantah-bantah, berlawan-lawan,
berkhianat, kemahuan yang tak terbatas pada mencari wang dan menuntut
kedudukan; semua sifat-sifat ini merupakan perilaku-perilaku yang tercela
di dalam syariat Islam. Seseorang itu tidak mungkin terlepas dari sifat
marah, selagi semua sifat-sifat ini masih kekal di dalam dirinya. Maka
sayugialah, ia bersungguh-sungguh untuk menghapuskan segala sifat-sifat
ini dengan sifat-sifat lawannya.
Hendaklah menyirnakan sifat membesar diri dengan merendah diri,
menyirnakan sifat ujub dan bangga diri dengan mengenal diri sendiri,
menyimpan sifat memuji diri dengan mengingati diri bahawa ia adalah
dari jenis makhluk yang sangat rendah, yang bersatu keturunan dengan
bapa yang satu, iaitu Adam a.s. Seterusnya untuk menyirnakan sifat megah
diri pula, ialah dengan mengerjakan seberapa banyak kebajikan dan
kebaikan dan hendaklah ia menyakini bahawa sifat megah diri atau bangga
diri itu, adalah termasuk sifat-sifat yang amat tercela.
Bagaimana kita mengendalikan marah?
Pertama, kita harus menanamkan tekad dalam diri kita kalau hari ini
kita tidak boleh marah, dan itu bukan hanya omong kosong, tapi sekuat
tenaga berusaha dijalani dengan konsisten.
Kedua, jika kita dalam kondisi marah, maka palingkanlah muka kita
dari kemarahan itu. Jika saat marah itu posisi kita sedang berdiri, maka
duduklah. Dan jika kita sedang duduk, maka berbaringlah. Pokoknya,
usahakan untuk mengubah posisi dan situasi.
Ketiga, saat kemarahan itu muncul, maka segeralah memohon
perlindungan Allah SWT dari godaan syetan yang menjerumuskan.
2. Buruk Lisan
Seseorang bisa selamat karena telah memelihara lidahnya. Dan
sebaliknya, seseorang bisa celaka karena tidak memelihara lidahnya. Mulut itu
seperti moncang teko yang mengeluarkan isi. Jika kita ingin melihat kualitas
diri, maka dengan mudah kita dapat melihatnya dari kata-kata yang keluar dari
mulut kita. Rasulullah SAW bersabda,”barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengatakan yang baik atau
diam.”(HR. Bukhari dan Muslim).
3. Buruk Sangka (Su’uzhan)
Allah SWT berfirman :”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu
adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebagian dari kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah
seseorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah penerima taubat lagi Maha Penyayang.”(QS. Al
Hujurat,12).
Selain akan merusak hati, kebahagiaan, dan akhlak, buruk sangka akan
merusak kedudukan kita disisi Allah SWT. Jadi, latihlah hati dan pikiran kita
untuk selalu berpikir positif agar kita terhindar dari berburuk sangka terhadap
orang lain dan yang paling berbahaya ketika kita sudah mulai berprasangka
buruk kepada Allah SWT. Na’uudzubillahi min dzaalik.
4. Cinta Dunia (Hubbuddunya)
Rasulullah bersabda :”Dapat diperkirakan bahwa kamu akan
diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang tersebut
melahap isi mangkuk”. Para sahabat bertanya:”Apakah jumlah kami saat itu
sedikit, Ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab :”Tidak, bahkan saat itu
jumlahmu amat banyak, tetapi seperti air buih di dalam air bah karena kamu
tertimpa penyakit ‘wahn’. Para sahabat bertanya, “Apakah penyakit ‘wahn’ itu
Ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “penyakit ‘wahn’ itu adalah kecintaan
yang amat sangat kepada dunia dan takut akan kematian.” Dan Rasulullah
berkata, “Cinta dunia merupakan sumber utama segala kesalahan.”
Orang yang cinta dunia tidak akan pernah merasa bahagia, karena dia
telah diperbudak dunia sehingga tidak pernah merasa puas atas apa yang telah
dia dapat. Maka, berhati-hatilah dalam mengikuti keinginan, kita harus
berpikir apakah keinginan kita itu bermanfaat atau hanya didasari nafsu
belaka. Mohonlah pertolongan Allah SWT setiap mengambil keputusan.
5. Dendam
Dendam itu buah dari hati yang merasa terluka, teraniaya, dan merasa
haknya terambil. Makin kuat kedendaman seseorang, maka akan semakin
besar kemungkian seseorang untuk marah dan dengki. Na’uudzubillahi min
dzaalik.
Cara menghindari dendam adalah dengan menjadikan cemoohan dan
hinaan orang lain sebagai bahan evaluasi diri buat kita. Yang kedua, balaslah
sikap buruk orang lain dengan sikap terbaik yang bisa kita lakukan. Selain hati
kita menjadi lebih tenang, kita juga akan mendapatkan kemuliaan disisi Allah
SWT.
Akibat dendam dan faedah belas kasihan
Ketahuilah bahawasanya sifat marah itu bila tidak dikekang dengan
segera, nescaya sukarlah ia disembuhkan dengan serta-merta, maka ketika itu
ia akan terpendam di dalam kebatinan, dan bersarang di situ, sehingga menjadi
sifat dendam pula.
Pengetian dendam itu, ialah bila hati anda merasa sangat berat
terhadap, seseorang, seperti membencinya, menjauhi diri darinya dan sifat itu
akan kekal bersemadi di dalam hati anda dan sentiasa hidup di situ.
Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Orang Mu’min itu bukanlah seorang yang pendendam.”
Jadi nyatalah, bahawa sifat dendam itu bersumber dari sifat marah, dan
ia akan menimbulkan berbagai-bagai perkara mungkar iaitu:
1. Perasaan hasad dan dengki dalam diri, sehingga anda merasakan tidak
senang bila melihat seseorang berada di dalam kenikmatan, lalu anda
mencita-citakan terhapusnya nikmat itu daripadanya. Tegasnya anda tidak
suka seseorang yang hidupnya senang-lenang, sebaliknya anda merasa
gembira bila ia ditimpa bahaya atau kesusuhan. Perilaku ini adalah contoh
dari perilaku orang-orang munafik.
2. Anda bukan saja menyimpan perasaan hasad dan dengki di dalam diri
anda, malah anda merasakan senang sekali, bila orang itu terkena sesuatu
musibat atau bala bencana.
3. Anda akan menjauhinya dan memutuskan semua perhubungan dengannya.
Tidak mahu bergaul dengannya, meskipun ia cuba berbaik-baik denganmu
dan mendapatimu.
4. Kiranya orang itu lebih rendah kedudukannya darimu, maka anda
memalingkan dirimu daripadanya, kerana menganggapnya kecil di
hadapan matamu.
5. Anda akan mengucapkan kata-kata yang tidak patut terhadap orang itu,
tidak kira sama ada dengan berbohong, mengumpat
6. Dengki
Ciri-ciri orang pendengki adalah :
a. Senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang.
b. Seorang pendengki akan enggan bertemu dengan orang yangdidengkinya.
c. Raut muka pendengki lebih banyak masamnya daripada manisnya.
d. Pendengki akan selalu mencari-cari kejelekan orang lain.
7. Merasa bahwa hanya dirinya yang berhak sukses dan orang lain harus gagal.
Penyebab dari kedengkian adalah luka hati, merasa diri paling hebat
(uzub), sombong (takabur),dan ambisi yang berlebihan sehingga
menginginkan hanya dirinyalah yang harus sukses dan orang lain gagal.
Seorang pendengki akan mendapat kerugian yang sangat besar, dia tidak lagi
memikirkan kesehatan dirinya, sebab yang dia pikirkan hanya keburukan
orang lain dan memikirkan bagaimana caranya agar orang lain mendapatkan
kesusahan.
Hal terpenting untuk mengatasi sifat dengki ini adalah belajar untuk
mengakui bahwa ada orang lain yang lebih baik dari kita. Tapi bukan berarti
kita tidak memiliki suatu kelebihan, karena setiap manusia diberikan
kelebihan dan kekurangan. Bersyukurlah atas segala yang telah Allah SWT
berikan untuk kita.
8. Ghibah (Menggunjing)
Ghibah yaitu membicarakan aib seseorang dengan tujuan apapun.
Allah SWT mengibaratkan orang yang suka menggunjing sebagai orang yang
suka memakan bangkai saudaranya sendiri.
Cara kita menjauhi ghibah adalah dengan memilih lingkungan
pergaulan yang dapat meningkatkan kualitas keilmuan dan ibadah kita
menjadi lebih baik, dan hindarilah obrolan-obrolan yang mengarahkan kita
kepada ghibah.
9. Riya’
HAKEKAT RIYA`
Kata riya` berasal dari kata ru`yah (melihat). Asalnya adalah mencari
kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan kepada mereka berbagai
perangai dan sifat baik. Adapun yang ditunjukkan kepada manusia cukup
banyak, namun bisa dikelompokkan menjadi lima bagian, yang semuanya
merupakan sarana yang biasa digunakan oleh seorang hamba untuk berhias di
hadapan manusia, yaitu : fisik (badan), pakaian, perkataan, perbuatan,
pengikut, dan barang-barang yang tampak di luar.
Adapun riya` dalam agama dengan badannya adalah dengan
menampakkan keletihan dan kelelahan yang mengesankan kerja keras, merasa
sedih memikirkan berbagai persoalan agama dan sangat takut dengan akhirat.
Adapun riya` dengan penampilan dan pakaian seperti rambut kusut,
menundukkan kepala ketika berjalan, sangat tenang dalam melakukan
aktivitas dan membiarkan bekas sujud menempel di wajahnya.
Riya` dengan perkataan seperti riya` yang dilakukan oleh orang-orang
mendalami agama dengan memberikan mau’izhah (nasehat), peringatan dan
berbicara dengan kata-kata hikmah (mutiara) dan atsaar (Hadits Nabi atau
perkataan ‘ulama`) untuk menampakkan perhatiannya dengan perbuataan
orang-orang shaleh serta menggerakkan kedua bibirnya untuk bedzikir di
depan orang banyak.
Riya` dengan amal seperti riya`nya orang yang shalat dengan
memanjangkan berdiri, sujud dan ruku’, menundukkan kepala dan tidak
menoleh.
Sedangkan riya` dengan teman dan orang-orang yang mengunjungi
seperti orang yang meminta seorang alim ulama mengunjungi supaya
dikatakan bahwa (alim) fulan sudah mengunjungi fulan.
Riya’ adalah salah satu syirik yang paling kecil. Orang yang memiliki
sifat riya’ selalu mengharapkan pujian dari orang lain atas segala amal
baiknya. Allah SWT mengibaratkan amalan orang yang riya’ bagai batu licin
yang diatasnya tanah, lalu hujan lebat menimpanya, maka ia menjadi bersih
dan tidak meninggalkan bekas.
Untuk menghindari sifat riya’ bukan berarti kita harus selalu
sembunyi-sembunyi dalam beramal. Karena sesungguhnya kesemuanya itu
bersumber dari hati. Kuncinya adalah IKHLAS. Ketika kita melakukan
sesuatu karena Allah, maka sanjungan dan
pujian orang sudah tidak berarti, karena yang kita harapkan hanyalah
keridhoan Allah SWT. Semoga kita termasuk orang yang diridhoi Allah SWT.
Amin
TUJUAN RIYA`
Orang yang riya` mempunyai tujuan-tujuan yang bisa kita bagi
menjadi beberapa tingkat,
Pertama : Tujuannya adalah agar ia dapat lebih leluasa berbuat
ma’siyat. Seperti orang yang riya` dengan menampakkan taqwa dan wara`.
Tujuannya agar dikenal orang sebagai orang yang mempunyai sifat amanah
kemudian orang-orang memberikan kedudukan untuk posisi tertentu atau
mempercayakan pembagian harta (zakat, infak dan yang sejenis) kepadanya.
Kedua : Tujuannya mendapatkan keuntungan duniawi semata, baik
berupa harta ataupun wanita yang ingin dinikahinya. Seperti orang yang
menampakkan ilmu dan ketaqwaannya karena ingin menikah atau
mendapatkan uang.
Ketiga : Tidak bertujuan mendapatkan harta atau menikahi wanita,
tetapi ia menampakkan ibadah karena takut dilihat kurang oleh orang, tidak
dianggap orang-orang khusus dan zuhud serta dianggap seperti orang-orang
pada umumnya.
PEMBAGIAN RIYA`
1. Riya` Jaliy (tampak jelas) yaitu riya` yang menjadi pendorong untuk
beramal meski dimaksudkan untuk mendapatkan pahala.
2. Riya` Khafiy (samar). Riya` ini lebih ringan. Meski bukan motivasi untuk
beramal tetapi membuat amalnya yang ditujukan karena Allah Subhaanahu
Wa Ta'aalaa lemah. Seperti orang yang biasa melakukan tahajjud setiap
malam dan itu ia jalani dengan berat, tetapi kalau ada tamu yang datang
(menginap) ia tambah semangat dan ia jalani shalat tersebut dengan
ringan. Tergolong dalam jenis riya` khafiy juga adalah orang yang
menyembunyikan berbagai ketaatannya, tetapi jika orang-orang
melinhatnya ia senang jika orang-orang menyambutnya dengan penuh
ceria dan penghormatan, memujinya, bersemangat untuk membantu
memenuhi keperluannya, tidak banyak menuntutnya dalam berjual beli
dan memberinya tempat (dalam berbagai pertemuan) dan jika ada orang
yang kurang memberikan haknya hatinya merasa keberatan.
OBAT RIYA` DAN CARA MEMBERSIHKAN HATI DARI RIYA`
Anda telah mengetahui bahwa riya` menghapuskan amal, sebab
kemurkaan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan merupakan pembinasa yang
paling besar. Kalau memang begini sifatnya maka sudah sepantasnya untuk
secara sungguh-sungguh menghilangkannya. Ada beberapa tingkatan untuk
mengatasinya.
Pertama : Memotong akar dan asal usulnya yaitu senang dipuji,
menghindari pahitnya dicela dan sangat tamak terhadap yang dimiliki
manusia. Tiga hal inilah yang menggerakan orang untuk riya`. Cara
mengatasinya : Menyadari bahaya riya` dan akibat yang ditimbulkannya
dengan tidak didapatkannya hati yang baik (bersih), terhalang
mendapatkan taufiq di dunia, tidak mendapatkan kedudukan di sisi Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa di akhirat nanti, balasan yang akan diterima
berupa siksaan, kemurkaan yang dahsyat dan kehinaan yang tampak.
Bagaimanapun, jika seorang hamba memikirkan kehinaan tersebut,
kemudian membandingkan apa yang didapatkannya dari menampakkan
keindahan (perkataan, amal dll) dihadapan manusia di dunia dengan apa
yang tidak bisa ia raih di akhirat dan pahala yang terhapus, ia akan dengan
mudah menghilangkan keinginan tersebut. Seperti orang yang mengetahui
bahwa madu itu enak tetapi kalau ternyata di dalamnya ada racun yang
akan berakibat buruk baginya, ia akan tinggalkan madu tersebut.
Kedua : Menghilangkan berbagai (bisikan) yang sempat
mengganggunya ketika melakukan ibadah. Ini juga perlu dipelajari. Orang
yang berjuang memerangi (penyakit) jiwanya dengan memotong akar-akar
riya`, menghilangkan rasa tamak dan menganggap hina pujian dan celaan
orang, kadang-kadang syetan tidak membiarkannya pada saat menjalankan
ibadah, tetapi membisikkan riya`. Jika terbetik dalam benaknya
bahwaorang-orang sedang melihatnya, melawannya dengan mengatakan
pada dirinya : Apa urasanmu dengan orang-orang itu, merek tahu atau
tidak, Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa mengetahui keadaanmu. Apa
faidahnya orang mengetahui (amal kita) ? Jika keinginan untuk
mendapatkan pujian sedang bergejolak, ingat dengan penyakit riya` yang
ada dalam hatinya yang menyebabkannya mendapatkan murka dari Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan kerugian ukhrawi lainnya.
Dikutip Dari :Buku ’Mengatasi Penyakit Hati’
Karya : KH. Abdullah Gymnastiar
MB:
PAK MAAF MAKALAHNYA KURANG LENGKAP