Bila Kita Selalu Mengingat Mati
Bismillah, Walhamdulillah Wassholatu Wassalamu
`Ala Rasulillah, Wa'ala Aalihie Washohbihie Waman Walaah
amma ba'du...
Sehalus-halus kehinaan di sisi ALLOH adalah tercerabutnya kedekatan kita dari sisi-Nya. Hal
ini biasanya ditandai dengan kualitas ibadah yang jauh dari meningkat, atau bahkan malah
menurun. Tidak bertambah bagus ibadahnya, tidak bertambah pula ilmu yang dapat
membuatnya takut kepada ALLOH, bahkan justru maksiat pun sudah mulai dilakukan, dan
anehnya yang bersangkutan tidak merasa rugi. Inilah tanda-tanda akan tercerabutnya nikmat
berdekatan bersama ALLOH Azza wa Jalla.
Pantaslah bila Imam Ibnu Athoillah pernah berujar, "Rontoknya iman ini akan terjadi pelanpelan,
terkikis-kikis sedikit demi sedikit sampai akhirnya tanpa terasa habis tandas tidak
tersisa". Demikianlah yang terjadi bagi orang yang tidak berusaha memelihara iman di dalam
kalbunya. Karenanya jangan pernah permainkan nikmat iman di hati ini.
Ada sebuah kejadian yang semoga dengan diungkapkannya di forum ini ada hikmah yang
bisa diambil. Kisahnya dari seorang teman yang waktu itu nampak begitu rajin beribadah,
saat shalat tak lepas dari linang air mata, shalat tahajud pun tak pernah putus, bahkan anak
dan istrinya diajak pula untuk berjamaah ke mesjid. Selidik punya selidik, ternyata saat itu dia
sedang menanggung utang. Karenanya diantara ibadah-ibadahnya itu dia selipkan pula doa
agar utangnya segera terlunasi. Selang beberapa lama, ALLOH Azza wa Jalla, Zat yang
Mahakaya dan Maha Mengabulkan setiap doa hamba-Nya pun berkenan melunasi utang
rekan tersebut.
Sayangnya begitu utang terlunasi doanya mulai jarang, hilang pula motivasinya untuk
beribadah. Biasanya kehilangan shalat tahajud menangis tersedu-sedu, "Mengapa Engkau
tidak membangunkan aku, ya ALLOH?!", ujarnya seakan menyesali diri. Tapi lamakelamaan
tahajud tertinggal justru menjadi senang karena jadual tidur menjadi cukup. Bahkan
sebelum azan biasanya sudah menuju mesjid, tapi akhir-akhir ini datang ke mesjid justru
ketika azan. Hari berikutnya ketika azan tuntas baru selesai wudhu. Lain lagi pada besok
harinya, ketika azan selesai justru masih di rumah, hingga akhirnya ia pun memutuskan untuk
shalat di rumah saja.
Begitupun untuk shalat sunat, biasanya ketika masuk mesjid shalat sunat tahiyatul mesjid
terlebih dulu dan salat fardhu pun selalu dibarengi shalat rawatib. Tapi sekarang saat datang
lebih awal pun malah pura-pura berdiri menunggu iqamat, selalu ada saja alasannya. Sesudah
iqamat biasanya memburu shaf paling awal, kini yang diburu justru shaf paling tengah, hari
berikutnya ia memilih shaf sebelah pojok, bahkan lama-lama mencari shaf di dekat pintu,
dengan alasan supaya tidak terlambat dua kali. "Kalau datang terlambat, maka ketika pulang
aku tidak boleh terlambat lagi, pokoknya harus duluan!" Pikirnya.
Saat akan shalat sunat rawatib, ia malah menundanya dengan alasan nanti akan di rumah saja,
padahal ketika sampai di rumah pun tidak dikerjakan. Entah disadari atau tidak oleh dirinya,
ternyata pelan-pelan banyak ibadah yang ditinggalkan. Bahkan pergi ke majlis ta'lim yang
biasanya rutin dilakukan, majlis ilmu di mana saja dikejar, sayangnya akhir-akhir ini
kebiasaan itu malah hilang.
Ketika zikir pun biasanya selalu dihayati, sekarang justru antara apa yang diucapkan di mulut
dengan suasana hati, sama sekali bak gayung tak bersambut. Mulut mengucap, tapi hati malah
keliling dunia, masyaallah. Sudah dilakukan tanpa kesadaran, seringkali pula selalu ada
alasan untuk tidak melakukannya. Saat-saat berdoa pun menjadi kering, tidak lagi
memancarkan keuatan ruhiah, tidak ada sentuhan, inilah tanda-tanda hati mulai mengeras.
Kalau kebiasaan ibadah sudah mulai tercerabut satu persatu, maka inilah tanda-tanda sudah
tercerabutnya taupiq dari-Nya. Akibat selanjutnya pun mudah ditebak, ketahanan penjagaan
diri menjadi blong, kata-katanya menjadi kasar, mata jelalatan tidak terkendali, dan emosinya
pun mudah membara. Apalagi ketika ibadah shalat yang merupakan benteng dari perbuatan
keji dan munkar mulai lambat dilakukan, kadang-kadang pula mulai ditinggalkan. Ibadah
yang lain nasibnya tak jauh beda, hingga akhirnya meningallah ia dalam keadaan hilang
keyakinannya kepada ALLOH. Inilah yang disebut suul khatimah (jelek di akhir),
naudzhubillah. Apalah artinya hidup kalau akhirnya seperti ini. ***
Ada lagi sebuah kisah pilu ketika suatu waktu bersilaturahmi ke Batam. Kisahnya ada
seorang wanita muda yang tidak bisa menjaga diri dalam pergaulan dengan lawan jenisnya
sehingga dia hamil, sedangkan laki-lakinya tidak tahu entah kemana (tidak bertanggung
jawab). Hampir putus asa ketika si wanita ini minta tolong kepada seorang pemuda mesjid.
Ditolonglah ia untuk bisa melakukan persalinan di suatu klinik bersalin, hingga ia bisa
melahirkan dengan lancar. Walau tidak jelas siapa ayahnya, akhirnya si wanita ini pun
menjadi ibu dari seorang bayi mungil.
Sayangnya, sesudah beberapa lama ditolong, sifat-sifat jahiliyahnya kambuh lagi. Mungkin
karena iman dan ilmunya masih kurang, bahkan ketika dinasihati pun tidak mempan lagi
hingga akhirnya dia terjerumus lagi. Demikianlah kisah si wanita ini, ia kembali hamil di luar
nikah tanpa ada pria yang mau bertanggung jawab.
Lalu ditolonglah ia oleh seseorang yang ternyata aqidahnya beda. Si orang yang akan
membantu pun menawarkan bantuan keuangan dengan catatan harus pindah agama terlebih
dulu. Si wanita pun menyetujuinya, dalam hatinya "Toh hanya untuk persalinan saja, setelah
melahirkan aku akan masuk Islam lagi". Tapi ternyata ALLOH menentukan lain, saat
persalinan itu justru malaikat Izrail datang menjemput, meninggalah si wanita dalam keadaan
murtad, naudzhubillah. ***
Cerita ini nampaknya bersesuaian pula dengan sebuah kisah klasik dari Imam Al Ghazali.
Suatu ketika ada seseorang yang sudah bertahun-tahun menjadi muazin di sebuah menara
tinggi di samping mesjid. Kebetulan di samping mesjid itu adapula sebuah rumah yang
ternyata dihuni oleh keluarga non-muslim, diantara anak-anak keluarga itu ada seorang anak
perempuan berparas cantik yang sedang berangkat ramaja.
Tiap naik menara untuk azan, secara tidak disengaja tatapan mata sang muazin selalu
tertumbuk pada si anak gadis ini, begitu pula ketika turun dari menara. Seperti pepatah
mengatakan "dari mata rurun ke hati", begitulah saking seringnya memandang, hati sang
muazin pun mulai terpaut akan paras cantik anak gadis ini. Bahkan saat azan yang diucapkan
di mulut Allahuakbar-Allahuakbar, tapi hatinya malah khusyu memikirkan anak gadis itu.
Karena sudah tidak tahan lagi, maka sang muazin ini pun nekad mendatangi rumah si anak
gadis tersebut dengan tujuan untuk melamarnya. Hanya sayang, orang tua si anak gadis
menolak dengan mentah-mentah, apalagi jika anaknya harus pindah keyakinan karena
mengikuti agama calon suaminya, sang muazin yang beragama Islam itu. "Selama engkau
masih memeluk Islam sebagai agamamu, tidak akan pernah aku ijinkan anakku menjadi
istrimu" ujar si Bapak, seolah-olah memberi syarat agar sang muazin ini mau masuk agama
keluarganya terlebih dulu.
Berpikir keraslah sang muazin ini, hanya sayang, saking ngebetnya pada gadis ini, pikirannya
seakan sudah tidak mampu lagi berpikir jernih. Hingga akhirnya di hatinya terbersit suatu
niat, "Ya ALLOH saya ini telah bertahun-tahun azan untuk mengingatkan dan mengajak
manusia menyembah-Mu. Aku yakin Engkau telah menyaksikan itu dan telah pula
memberikan balasan pahala yang setimpal. Tetapi saat ini aku mohon beberapa saat saja ya
ALLOH, aku akan berpura-pura masuk agama keluarga si anak gadis ini, setelah
menikahinya aku berjanji akan kembali masuk Islam". Baru saja dalam hatinya terbersit niat
seperti itu, dia terpeleset jatuh dari tangga menara mesjid yang cukup tinggi itu. Akhirnya
sang muazin pun meninggal dalam keadaan murtad dan suul khatimah. ***
Kalau kita simak dengan seksama uraian-uraian kisah di atas, nampaklah bahwa salah satu
hikmah yang dapat kita ambil darinya adalah jikalau kita sedang berbuat kurang bermanfaat
bahkan zhalim, maka salah satu teknik mengeremnya adalah dengan 'mengingat mati'.
Bagaimana kalau kita tiba-tiba meninggal, padahal kita sedang berbuat maksiat, zhalim, atau
aniaya? Tidak takutkah kita mati suul khatimah? Naudzhubillah. Ternyata ingat mati menjadi
bagian yang sangat penting setelah doa dan ikhtiar kita dalam memelihara iman di relung
kalbu ini. Artinya kalau ingin meninggal dalam keadaan khusnul khatimah, maka selalulah
ingat mati.
Dalam hal ini Rasulullah SAW telah mengingatkan para sahabatnya untuk selalu mengingat
kematian. Dikisahkan pada suatu hari Rasulullah keluar menuju mesjid. Tiba-tiba beliau
mendapati suatu kaum yangsedang mengobrol dan tertawa. Maka beliau bersabda, "Ingatlah
kematian. Demi Zat yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau kamu mengetahui
apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan tertawa sedikit dan banyak menangis."
Dan ternyata ingat mati itu efektif membuat kita seakan punya rem yang kokoh dari berbuat
dosa dan aniaya. Akibatnya dimana saja dan kapan saja kita akan senantiasa terarahkan untuk
melakukan segala sesuatu hanya yang bermanfaat. Begitupun ketika misalnya, mendengarkan
musik ataupun nyanyian, yang didengarkan pasti hanya yang bermanfaat saja, seperti nasyidnasyid
Islami atau bahkan bacaan Al Quran yang mengingatkan kita kepada ALLOH Azza
wa Jalla. Sehingga kalaupun malaikat Izrail datang menjemput saat itu, alhamdulillah kita
sedang dalam kondisi ingat kepada ALLOH. Inilah khusnul khatimah.
Bahkan kalau kita lihat para arifin dan salafus shalih senantiasa mengingat kematian,
seumpama seorang pemuda yang menunggu kekasihnya. Dan seorang kekasih tidak pernah
melupakan janji kekasihnya. Diriwayatkan dari sahabat Hudzaifah r.a. bahwa ketika kematian
menjemputnya, ia berkata, "Kekasih datang dalam keadaan miskin. Tiadalah beruntung siapa
yang menyesali kedatangannya. Ya ALLOH, jika Engkau tahu bahwa kefakiran lebih aku
sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat, dan kematian lebih aku sukai
daripada kehidupan, maka mudahkanlah bagiku kematian sehingga aku menemui-Mu."
Akhirnya, semoga kita digolongkan ALLOH SWT menjadi orang yang beroleh karunia
khusnul khatimah. Amin! ***