Kehidupan Rahasia Nabi Muhammad
Oleh Dr. A.A. Ahmed
2
Mengenang Almarhum Ibu Mathai
3
Ditulis pada tahun 2006 oleh Dr. A. A. Ahmed
ISBN: 1-4259-0577-2 (e)
ISBN: 1-4259-0571-4 (sc)
Dicetak oleh AuthorHouse
1663 Liberty Drive, Suite 200
Bloomington, Indiana 47403
United States of America
telepon (800) 839-8640
www.AuthorHouse.com
Diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Adadeh – FFI
Editor oleh Phao – FFI
http://indonesia.faithfreedom.org/forum
4
Daftar Isi
Pendahuluan
Tentang Pengarang
1. Asal Usul Islam 8
2. Nabi Muhammad 15
3. Peperangan di Jaman Awal Islam 24
4. Kalifah Abu Bakr Al-Sidiq 28
5. Kalifah Umar Ibn Al-Khattab 33
6. Kalifah Uthman Ibn ‘Affan 40
7. Nasikh dan Mansukh 43
8. Sayyid Al-Qimni 47
9. Ajaran Muhammad tentang Wanita 57
10. Ajaran Muhammad tentang Nikah 66
11. Muhammad Sang Poligamis 73
12. Skandal² Pernikahan Muhammad 79
13. Muhammad Sang Perampok 91
Referensi 106
Induk Buku-buku Islam 110
5
Pendahuluan
Sangat jarang ditemukan buku di sekolah² atau perpustakaan umum yang membicarakan sejarah
Muhammad. Kebanyakan buku² Islam saat ini hanya membicarakan tentang agama Muhammad,
sang pendiri Islam. Di buku ini aku menjelaskan tentang sejarah Muhammad – kehidupannya,
peperangannya, dan ajaran²nya. Sumber keterangaku berasal dari “Ibu dari Segala Sumber
Literatur Islam,” [1] juga tulisan² para pemikir Mesir Muslim liberal yakni Sayyid Mahamoud
Al-Qimmi, dan tulisan² dari beberapa penulis Muslim dan non-Muslim modern. Keterangan “Ibu
dari Segala Sumber Literatur Islam” dikenal dalam istilah Arab sebagai “Al-Maskut Anho” yang
berarti keterangan yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh Muslim dan kafir.
Sayyid Mahamoud al-Qimmi Faraj Foda (sebelah kanan) Nasr Hamid Abu Zayd
Sangat sedikit ulama atau ahli Islam dari Universitas Al-Azhar Al-Sharif yang membaca
keterangan² ini dan mereka bahkan tidak membicarakannya satu sama yang lain. Akan tetapi,
para penulis Muslim Mesir modern seperti Sayyid Mahamoud al-Qimmi, Faraj Foda, dan
Nasr Hamid Abu Zayd membahayakan diri mereka sendiri dengan membuka buku² ini dan
menyatakan pada umum keterangan tentang Muhammad yang tak pernah mereka dengar
sebelumnya. Karena alasan inilah maka Faraj Foda ditembak mati di depan kantornya di
Kairo, Nasr Hamid Abu Zayd melarikan diri meninggalkan Mesir untuk menghindari
hukuman mati, dan Sayyid Mahmoud al-Qimmi dipaksa mengganti tulisan²nya. Sayangnya,
sebelum dunia luar dapat membaca tulisan² mereka, para penulis ini dibungkam melalui
pembunuhan, teror, dan ancaman mati, dan tulisan² mereka dilarang diedarkan di dunia Muslim.
Selain itu, buku² mereka juga tidak pernah diterjemahkan dalam bahasa Inggri atau bahasa Barat
lainnya.
Dalam buku ini aku mengungkapkan pada para pembaca salah satu sumbangan terpenting dari
Dr. Sayyid Mahmoud al-Qimmi. Meskipun telah banyak buku yang ditulis mengenai kehidupan
dan ajaran² Nabi Muhammad, bukuku tetap unik karena menyatakan hal² yang belum pernah kau
dengar sebelumnya dan kau pun tidak menemukannya di buku² biografi Nabi lainnya. Tidak
peduli apapun latar belakang agamamu, buku ini akan mengubah pendanganmu tentang Islam
dan kau nantinya akan mengerti permasalahan Islam yang dihadapi dunia saat ini.
Penulis: Dr. A.A. Ahmed
21 Oktober, 2005
6
Tentang Pengarang
Dr. A. A. Ahmed lahir di Sudan dan meraih gelar Ph.D di bidang Filosofi dari
Universitas Bombay, India. Dia punya lima gelar akademis - Sarjana S1 bidang Komunikasi,
Master (S2) dan Ph.D (S3) di bidang Filosofi dari India, dan Sarjana S1 dan Sarjana S2 di bidang
Penelaahan Filosofi dan Agama dari Canada. Dia adalah peneliti masalah Muslimah dalam dunia
Islam, dan telah meninggalkan Islam.
Buku "Kehidupan Rahasia Nabi Muhammad" merupakan bukunya yang kesembilan dan inilah
daftar buku² yang diterbitkannya:
1. Intisar: Kisah Muslimah Cilik
2. Insaaf: Kisah Gadis Arab
3. Ikhlas: Kisah Budak Perempuan Cilik Sudan
4. Ibtisam: Kisah Tiga Guru Muslimah
5. Ikram: Kisah Gadis Pelacur
6. Ijilal: Kisah Ibu dan Anak² Perempuannya
7. Inshirah: Kisah Gadis Tertindas
8. Ina'am: Kisah Gadis Tak Berdosa
9. Kehidupan Rahasia Nabi Muhammad
Dr. Ahmed punya pemahaman dan pengalaman menyeluruh akan Islam karena dia melihat
sendiri realitas keadaan dan penyebabnya. Gaya tulisannya mendobrak segala perbedaan sosial,
agama, dan budaya.
[1] Berikut adalah daftar buku² “Ibu dari Segala Sumber
Literatur Islam“:
1- Qur’an.
2- Hadis Sahih Al-Bukhari
3- Hadis Sahih Muslim
4- Hadis Sunan Abu Dawud
5- Hadis Sunan Al-Tirmizi
6- Ibn al-Atheer, 1965. Al-Kamil fi Al-Tarikh. Dar Sadir, Beirut, Lebanon.
7- Al-Asfani. Al-Agani. Dar al-Kotob al-Musria, Cairo, Mesir.
8- Al-Awsi. Ruh al-M’aani, 12/353.
9- Al-Bihaqi, 1988. Dalail al-Nobwa, diedit oleh Abd al-Mu’ati Qaligi, Dar al-Kotob al-‘Alimia,
Beirut, Lebanon.
10- Ibn Timiah. Iqitida al-Sirat al-Mustaqim, Dar al-Mu’arifa, Beirut, Lebanon.
11- Tha’alab, 1964. Shireh Diwan Zuhir, Al-Dar al-Qumia liltiba’at wa al-Nashir, Cairo, Mesir.
12- Al-Nisaboori, al-Tha’alabi. Qisas al-Anbia al-Musama ‘Arais al-Mugalis, al-Muktabah al-
Thaqafi a, Beirut, Lebanon.
13- Ibn al-Gawzi. Talbos Iblis, diperbaiki oleh Muhammad Manir al-Dimishaqi, Al-Mutab’ah al-
Munira.
14- Ibn al-Gawzi, Jamal al-Deen, 1985. Nawasikh al-Qur’an, Dar al-Kotob al-‘Alimia, Beirut,
Lebanon.
15- Ibn Habib, 1964. Al-Munamaq fi Akhabar Qurish, diedit oleh Khorshid Ahmed Faroq,
Daeirat al-Mu’aarif al-Uthmania, Hidar Abad, India.
16- Al-Halabi. Al-Sira al-Halabia fi Sirat al-Amin al-Amoon Insaan al-‘Uioon, Dar al-Mu’arifa,
Beirut, Lebanon.
17- Ibn Hanabal, 1978. Kitab al-Zuhud, Dar al-Kotob al-‘Alimiah, Beirut, Lebanon.
18- Ibn Khaldun. Al-Muqadimah, Dar al-Sha’ab, Cairo, Mesir.
7
19- Ibn al-Khiat, Khalifa, 1967. Al-Tabaqaat, diedit oleh Akaram
al-‘Amari, Mutbaat al-Mu’ani, Bagadad, Iraq.
20- Dalo, Burahan al-Deen, 1985. Musahama fi I’adat Kitabat al-Tarikh al-‘Arabi al-Islami, Al-
Farabi, Beirut, Lebanon.
21- Al-Dinoori, 1960. Al-Akhbaar al-Tiwal, diedit oleh Abd Al-Mu’anim ‘Amir, Wazarat al-
Thaqafa wa al-Irishad al-Quami, Cairo, Mesir.
22- Al-Zabadi, 1306 H.65 Tag al-‘Aroos, Cairo, Mesir.
23- Ibn Sa’ad. Al-Tabaqaat al-Kubrah, Dar al-Tahiri li al-Tiba’ah lil al-Nishir, Cairo, Mesir.
24- Ibn Sa’ad, 1933. Al-Tabaqaat al-Kabeer, dicetak di London.
25- Al-Sohili, 1978. Al-Rwad al-Anif fi Tafi seer al-Sira al-Nabawia Libni Husham, Dar Al-
Mu’arifa, Beirut, Lebanon.
26- Ibn Said al-Nas, 1980. ‘Uyun al-Athar fi Finoon al-Mugazi wa al-Shamail wa al-Sira, diedit
oleh lignaat Ihia al-Turath al-‘Arabi, Dar al-Afaq al-Gidida, Beirut, Lebanon.
27- Al-Shahristani, 1961. Al-Milal wa Al-Nahl, dicetak oleh al-Babi al-Halabi, diedit oleh
Muhammad Said Kilani, Cairo 961 and al-Mutab’a al-Azharia, Cairo 1951, Mesir.
28- Al-Shibani, 1972. Al-Ikitisaab fi al-Riziq al-Mustatab, disarikan oleh Muhammad Bin
Samah, diedit oleh Muhammad ‘Arnoos, Mutabat al-Anwar, Cairo, Mesir.
29- Al-Shiban, 1972. Shireh Kitab al-Siar al-Kabeer, diedit oleh Salahal-Deen al-Mugid,
Mu’ahad al-Mukhtootat bi Jamiyat al-Dwal al-‘Arabia, Cairo, Mesir.
30- Al-Tabari. Tarikh al-Rusul wa al-Mulook, edited by Muhammad Abu al-Fadol, Dar al-
Mu’arif, Cairo, Mesir.
31- Al-‘Asaqalani, 1323 H. Al-Isabah fi Tamiz al-Sahabah, Mutab’at al-Sa’adah, Cairo, Mesir.
32- Ibn Qitibah, 1969. Al-Shi’ar wa Al-Shu’arah, Dar al-Thaqafa, Beirut, Lebanon.
33- Ibn Qitibah-, 1986. ‘Aiuoon al-Akhbar, al-Kotob al-‘Almia, Beirut, Lebanon.
34- Al-Qizwani, Ahmed. Fagi’at al-Taf, Mutabat al-Ahram, Kirbila, Iraq.
35- Ibn Kathir, 1988. Al-Bidaiah wa al-Nihiah, Dar al-Kotob al-‘Alimiah, Beirut, Lebanon.
36- Al-Kilabi, 1924. Al-Asnaam, Dar al-Kotob al-Musirish, Cairo, Mesir.
37- Al-Maroodi, 1978. Al-Ahakam al-Sultania wa al-Wiliat al-Diniah, Dar al-Kotob al-‘Alimiah,
Beirut, Lebanon.
38- Al-Maqadisi, 1916. Al-Bid wa al-Tarikh, Muktabat al-Muthni, Bagadad, Iraq.
39- Al-Nahas, Abu Ja’afar, 1986. Al-Nasikh wa al-Munsukh fi al-Qur’an al-Kareem, diedit oleh
Dr. Sha’aban Muhammad Ism’ail, Muktabat “Alam al-Fikir, Cairo, Mesir.
40- Ibn Hisham, 1974. Al-Sirah al-Nabawia, diedit oleh Taha Abd Al-R’uf and Muhammad
Mahi, Shirikat al-Tiba’ah al-Faniah al-Mutahidah, Cairo, Mesir.
41- Al-Hamadani, 1931. Al-Aklil, Bagadad, Iraq.
42- Al-Waqidi, 1966. Kitab al-Mugazi, diedit oleh Marisidan Joniz, Minshurat Jamiyat Iksaford,
London.
43- Al-Yaqubi, 1974. Al-Tarikh, al-Muktabah al-Hidiriah, al-Najaf, Iraq. Abu Yusif, 1979. Al-
Khiraj, Dar al-Mu’arifa, Beirut, Lebanon.
Kesaksian Murtad Dr. A.A. Ahmed
Aku meninggalkan Islam karena saudara perempuanku. Dia menolak dimadu oleh suaminya. Hal
ini membuka mataku lebar². Faktor lain yang membuatku benci Islam adalah penindasan akan
wanita dan pembunuhan orang² tak berdosa di Sudan Selatan dalam nama Jihad.
Aku telah menulis sebuah buku yang menunjukkan kekejaman Islam terhadap wanita, Judulnya
adalah Intisar: A Story of a Muslim Girl (bisa dibeli di Amazon.com)
8
Bab 1 – Asal Usul Islam
Dalam bukunya yang berjudul Al-Hizb Al-Hashmi Wa Tasis Al-Dawla Al-Islamya (Kelompok
Hasmit dan Dasar Negara Islam), Sayydi Mahamoud al-Qimmi [3] menelusuri asal-usul agama
Islam dari tokoh bernama Abd Al-Mutalab, kakek Nabi Muhammad. “Jika Tuhan ingin
mendirikan sebuah negara, maka Dia akan menciptakan orang² seperti ini,” kata Abd Al-Mutalab
sambil menunjuk putra²nya (al-Qimmi 1996: 51). Menurut al-Qimmi, gagasan mendirikan
negara dan agama Islam berasal dari kakek Nabi Muhammad. Abd Al-Mutalab mengerti
bahwa suku² Arab tak mungkin bersatu di bawah satu kerajaan karena tiadanya unsur pemersatu
suku² tersebut. Dalam sebuah kerajaan, suku yang berkuasa akan mendominasi suku² lain dan hal
ini tentunya tak dapat diterima suku² yang tak berkuasa. Karena itulah, satu²nya cara menyatukan
suku² Arab adalah dengan menciptakan Raja-Nabi yang berkuasa atas mereka semua. Kesatuan
seperti ini tidak dapat ditolak karena dianggap sebagai perintah Illahi. Tatkala Abd Al-Mutalab
mengerti permasalahannya, dia meminjam contoh kisah Raja-Nabi Yahudi yakni Raja Daud dan
anaknya yakni Raja Salomo. Setelah itu, dia menciptakan agamanya sendiri yakni Al-Hanafiya
[4], yang dia telusuri asalnya dari kakek moyang masyarakat Arab yakni Ibrahim atau Abraham.
[3] Sayyid Mahmoud al-Qimni is a “penulis progresif dan dosen Universitas Cairo di bidang Sosiologi
Agama.” Dia memegang gelar akademis Ph.D. dari Universitas Al-Azhar Al-Sharif, Cairo, Mesir.
[4] Al-Hanafiya adalah agama monotheis di jaman pra-Islam. Islam dianggap sebagai lanjutan dari agama
itu.
Dalam menyelidiki asal-usul Negara Islam, al-Qimni juga menyelidiki tentang kakek buyut
Muhammad, yakni Qusay Ibn Kilab. Di jaman pra-Islam, banyak suku² Arab yang bertikai untuk
memiliki kontrol atas kota penting Mekah. Suku Ibn Najjar mengambil alih Mekah dari suku
Guraban, dan lalu suku Madar mengalahkan Ibn Najjar dan mengambil alih kekuasaan Mekah.
Dari Madar, kontrol kota Mekah diteruskan ke suku dari Yemen yakni Khazah. Dan akhirnya
suku Quraish, di bawah pimpinan Qusay Ibn Kilab, menguasai Mekah. Melalui “tipu muslihat,
Qusay Ibn Kilab membawa kunci² al-Ka’bah [5] dari Gebshan al-Khousa’I, melalui pertukaran
dengan sebotol minuman anggur” (al-Qimni 1996:115). [6] Tatkala dia menguasai kota Mekah
dan Ka’bah, Qusay mendirikan Dar Al-Nadwa atau “Rumah Bersama” (ibid: 82, mengutip dari
9
Ibn Kathir, al Bedya wa al-Nihaia, hal. 192). Di bawah kekuasaan Qusay, Mekah jadi negara
kecil dan Dar al-Nadwa menjadi tempat demokrasi bagi suku² Baduy Arab. Menurut Ibn Kathir,
Qusay menjadi raja dan seluruh suku² Arab tunduk padanya (ibid).
[5] Bangunan keramat kuno di Mekah, yang disebut sebagai Rumah Allâh dalam Islam.
[6] Aku akan mencantumkan sumber yang digunakan oleh al-Qimni.
Bangunan² Ka’bah
Di masa itu, Mekah bukanlah satu²nya kota Arab yang memiliki ka’bah. Terdapat ka’bah di
Najran, ka’bah di Shadad al-Aiadi, dan ka’bah di Qatafan (ibid:65). Setiap ka’bah didirikan
sebagai rumah bagi tokoh pemimpin besar suku, yang dijuluki sebagai Rabb atau “tuan”, atau
rumah bagi batu suci. Batu² gunung berapi dan batu² meteor merupakan benda² yang
disembah oleh masyarakat Arab Baduy. Mereka menganggap kedua jenis batu tersebut
keramat karena batu berapi datang dari dalam bumi dan batu meteor datang dari
dinding² rumah Tuhan di surga. Richard Burton, bintang film terkenal AS, dulu pura² jadi
Muslim dan mengunjungi Mekah, sambil mengambil sedikit bagian dari Batu Hitam (Hajar
Aswad) dan lalu meneliti jenis batu tersebut. Penelitian membuktikan bahwa Batu Hitam
merupakan serpihak dan batu meteor (ibid: 25). Terdapat berbagai versi dongeng² Islamiah
tentang asal-usul Batu Hitam. Sebuah dongeng menyatakan bahwa Adam diusir keluar dari surga
dan dia membawa Batu Hitam ini dari surga dan turun ke bumi. Batu itu dulu sangat cemerlang
dan putih tapi menjadi hitam karena menyedot semua dosa orang² yang menciumnya setiap
tahun di ibadah Haji. Dongeng lain mengatakan Batu Hitam ini milik Abraham dan putranya
Ishmael. Dikatakan bahwa Abraham dan putranya menggunakan Batu Hitam ini sebagai tangga
untuk membangun Ka’bah.
Tahun Gajah
Sebuah kejadian penting terjadi di tahun 569 atau 570 M, yang dikenal oleh masyarakat Arab
sebagai Tahun Gajah, yang menambah pentingnya bangunan Ka’bah di Mekkah (ibid: 76, al
Suhaili mengutip dari Ibn Hisyam, di bukunya al-Rawd, hal. 77). Pemimpin Ethiopia yang
bernama Abraha berusaha untuk menghancurkan Ka’bah, tapi tidak berhasil. Legenda Islam
mengatakan bahwa burung² dari surga yang disebut sebagai “Tair al-Aba’abil” menjatuhkan
batu² pada tentara² penyerang. Akan tetapi, penulis Ethiopia bernama Abbas Mahmoud al-Agaad
yakin bahwa tentara Abraha terserang penyakit cacar (ibid: 76, mengutip dari Al-Agaad,
T’awal’ai al-Bi’atha al-Muhammadia, hal. 145-146). Al-Agaad mengambil kesimpulan ini dari
catatan² sejarah Byzantium yang ditulis oleh ahli sejarah bernama Procope, yang mengunjungi
Mekah di Tahun Gajah. Mundurnya pasukan Abraha membuat masyarakat Mekah yakin bahwa
tuhan suku Quraish telah menang berperang bagi mereka.
Ketika Qusay Ibn Kilab meninggal, dia meninggalkan warisan Ka’bah dan pemimpinan Mekah
pada putra pertamanya adalah Abd Al-Dar. Akan tetapi, putra keduanya yakni Abd Manaf
menginginkan kedudukan abangnya dan mencoba merebut kekuasaan dengan kekerasan. Al-
Qimni menganggap penulis² sejarah dan penafsir Islam tidak adil karena berpihak pada Abd
Manaf dan bukannya berpihak pada Abd Al-Dar (ibid:89). Putra² Abd Manaf yakni Hasyim, Abd
Shams, Abd Mutalab, dan Nawfal, semuanya ingin berperang melawan putra² Abd Al-Dar. Akan
tetapi, putra² Abd Al-Dar mengambil keputusan untuk menghormati ayah mereka dengan
menghindari pertumpahan darah dan perpecahan sehingga mereka menyerahkan kekuasaan pada
saudara² misannya. Al-Qimni menjelaskan perbuatan putra² Abd Manaf sebagai berikut: “Dan
kepemimpinan yang diambil alih melalui kekerasan dari rumah Abd Al-Dar, akhirnya jatuh ke
10
tangan Hasyim, putra Abd Manaf.” (ibid: 90, mengutip al-Tabari, al-Tarikh, hal. 123). Tak lama
setelah Abd Shams wafat, putranya yakni Umayyah mencoba mengambil alih kekuasaan dari
pamannya Hasyim dengan kekerasan. Suku Quraish sekali lagi mencegah peperangan dengan
cara meminta keputusan adil dari seorang imam Khazai. Imam ini menetapkan bahwa Umayyah
harus diasingkan secara sukarela selama 10 tahun. Cucu Umayyah yang bernama Mu’awiyya
nantinya mencoba merebut kekuasaan yang dirampas dari kakek buyutnya, dan dia lalu
mendirikan kekalifahan Umayyah dan membunuh habis keturunan Hasyim sampai tiada yang
tersisa lagi (ibid).
Keturunan Putra² Qusay Ibn Kilab
…………………….Qusay Ibn Kilab…………………….
Abd al-Dar ……………………………………Abd Manaf
…………………………………..Hashim/ Abd Shams/ Al-Mutalab/ Nawfal
………………………………..Abd al-Mutalab/ ………..Umayyah/
………………………………………………………………………Abu Sufyan Ibn Hareb
………………………………………………………………………Mu’awiyya
………………………………………………………………………(Kekalifaham Umayyah)
Keturunan Putra² Abd al-Mutalab
…………………….Abd al-Mutalab…………………….
Abd al-‘Aizi [8] / Abd Allah/ Talib/ Abbas/ Hamzah
Nabi Muhammad/ ‘Ali (Shi’a)/ (Kekalifahan Abbasid)
[8] Muhammad memberinya nama ejekan Abu Lahab dalam Qur'an, Sura al-Masad (111), ayat 1.
Abd Al-Mutalab
Setelah kematian Hasyim, kepemimpinan Mekah dan Ka’bah diwariskan pada Abd Al-Mutalab
(ibid: 98). Tak lama setelah dia menjadi pemimpin, Abd Al-Mutalab mulai “meletakkan fondasi
agama baru di mana semua hati harus disatukan bagi satu Tuhan” (ibid: 99). Dia memerintahkan
penghapusan berhala². Tuhan tidak akan menerima ibadah seseorang kecuali melalui perbuatan²
baiknya. Tuhan yang dimaksudnya adalah Tuhan Ibrahim atau Abraham, bapak segala suku²
Arab dan Yahudi. Abd Al-Mutalab mendapat penglihatan ketika dia sedang tidur di halaman
Ka’bah bahwa Tuhannya Ibrahim telah memerintahkannya untuk menggali sumur Zamzam [9]
(ibid: 100, mengutip dari Ibn Hisyam, al Sira, hal. 136, 139). Dia lalu melarang semua
penyembahan dan ibadah pada berhala² dan meminta masyarakat Mekah kembali pada agama
Ibrahim, yang disebutnya sebagai agama Hanafiya. Ketika bulan Ramadhan tiba, dia akan pergi
ke gua Hirah [10] untuk bertapa di sana. Abd Mutalab mulai mengajak masyarakat Mekah untuk
berbuat baik dan menghindari kejahatan karena dia percaya akan kebangkitan jiwa² orang mati
dan penghakiman di hari kiamat. Sebenarnya Abd Al-Mutalab bukanlah pendiri pertama agama
Hanafiya. Menurut al-Qimni, beberapa orang dari Yemen mendirikan agama ini di abad pertama
Masehi sebelum kelahiran Yesus (ibid:111, mengutip dari Dr. Jawad ‘Ali, al-Mufasal, hal. 59,
dan Thuria Manquosh, al-Tawhid, hal. 159). Abd Al-Mutalab tidak tahu asal-usul agama
Hanafiya dan karenanya dia memilih saja nabi Yahudi yakni Ibrahim (ibid, mengutip dari al-
Fakhr al-Razi). Masyarakat Yemen sudah terbiasa menyembah satu tuhan yang mereka sebut
sebagai Al-Rahman (ibid, mengutip dari Dr. Jawad ‘Ali, al-Mufasal, hal. 59).
11
[9] Sumur suci di Mekah
[10] Nabi Muhammad mengaku bahwa malaikat Jibril datang padanya untuk pertama kali di gua ini dan
menyampaikan ayat pertama Qur'an. Di jaman pra-Islam, gua ini dikenal sebagai "Khar Khirah", yang
merupakan julukan tempat masyarakat Mekah buang hajat. Di jaman itu masyarakat Arab tidak punya
WC di dalam tenda mereka.
Banyak orang yang lalu menerima agama Abd Al-Mutalab dan beberapa dari mereka juga
mengembangkannya. Pengikut² agama Hanafi [11] yang paling utama adalah:
Qas Ibn Sa’ad al-Ia’adi
Dia mengajak orang² untuk mengikuti “Satu Tuhan, yang tidak melahirkan dan dilahirkan, dan
padaNyalah segala sesuatu akan kembali” (ibid: 112, mengutip dari al-Shahirstani, al-Milal wa
al-Nihel 1951, hal. 96). Karenanya, dialah orang pertama di Jazirah Arabia yang menyebut
tentang Tauhid atau Tuhan yang Esa.
Suaid Ibn A’amir al-Mustalaq
Dia mengatakan “orang tidak berdaya mengalami hal yang jelek atau baik. Semuanya sudah
ditakdirkan oleh Tuhan.” (ibid, mengutip dari al-Awasi, Boloq Alarab, hal. 219, 259). Maka al-
Mustalaq menetapkan pengertian tentang takdir.
‘Awkia Bin Zohir al-Ia’adi
Dia mengaku sebagai Nabi (ibid, mengutip dari Ibn Habib, al-Mahbar, hal.136, and al-Awasi,
Boloq Alarab, hal. 260). Dia dulu sering pergi ke tempat yang rendah di Mekah, lalu naik tangga,
dan mengatakan pada orang² bahwa Tuhan berkata padanya dari tempat ini. Akan tetapi ‘Awkia
tidak berhasil dalam usahanya mengaku sebagai Nabi (ibid).
Waraqa Ibn Nawfal
Dia mengajak orang² untuk beribadah pada Tuhannya Ibrahim dan mengikuti agama Hanafiya
pada mulanya, tapi dia lalu memeluk agama Kristen. Dia adalah saudara sepupu istri pertama
sang Nabi, yakni Khadijah. Melalui Nawfal, Khadijah jadi yakin bahwa suaminya adalah
seorang Nabi (ibid: 114, mengutip Ibn Hisyam, al-Sira, hal. 511-512).
Ala’af Ibn Shihab al-Tamimi
Dia percaya keesaan Tuhan, kebangkitan jiwa² yang mati, dan pahala bagi perbuatan baik dan
hukuman bagi perbuatan jahat (ibid: 115, mengutip dari al-Awasi, Boloq Alarab, hal. 277).
Umat Hanafiya melakukan praktek² ibadah seperti “sunat, naik haji ke Mekah, wudhu setelah
bersetubuh, menolak penyembahan berhala, percaya pada satu Tuhan yang menentukan nasib
baik dan jelek, dan semua di jagad raya ini telah ditakdirkan dan ditulis nasibnya.” (ibid: 116,
mengutip dari Dr. Jawad ‘Ali, al-Mafasal, hal. 290). Menurut al-Qimni, satu²nya yang belum ada
bagi umat Hanafiya adalah seorang Nabi (ibid: 116). Ketika umat Hanafiya sadar pentingnya
memiliki seorang Nabi, mereka lalu bersaing satu sama lain untuk menentukan siapa diantara
mereka yang layak jadi Nabi. Mereka mengira wahyu akan dinyatakan pada satu orang yang
mencapai tingkat spiritual dan kesucian yang tinggi (ibid: 117). Salah satu dari mereka, yakni
12
Zayd Ibn ‘Umar Ibn Nafil, tenar akan kerohaniannya dan dia tidak minum minuman
beralkohol, tidak makan bangkai, darah, babi dan semuanya yang disembelih tanpa menyebut
nama Allâh atau apapun yang dipersembahkan pada berhala (ibid:118, mengutip Ibn Hisyam, hal.
206). Umat Hanafiya lainnya adalah Umaiyya Ibn Abd Allah Ibn Abi al-Salt yang tidak
pernah menerima Islam karena mengira dia sendiri akan jadi Nabi (ibid: 121, mengutip Dr.
Jawad ‘Ali, hal. 280-281, Ibn Hisham hal. 208-209, dan Ibn Kathir hal. 206, 208). Ketika dia
diberitahu bahwa Nabi Muhammad membunuh orang² Mekah dalam perang Badr, dia
menyobek-nyobek bajunya dan meratap-tangis dan berkata jika dia adalah Nabi, maka dia tidak
akan membunuhi keluarganya sendiri (ibid, mengutip dari Dr. Jawad ‘Ali, hal, 377, 378, 383).
Al-Qimni menyatakan banyak sajak² yang ditulis oleh kedua pemeluk Hanafiya, yang lalu
dimasukkan ke dalam Qur’an (ibid, hal. 118-123). Berikut adalah contoh ayat yang ditulis oleh
Umaiyya Ibn Abd Allah Ibn Abi Salt dan dimasukkan ke dalam Qur’an:
Tentang Ibrahim ketika dia bermimpi akan membunuh putranya Ismail,
Umaiyya berkata, “Wahai putraku, aku telah memberikanmu sebagai persembahan pada Tuhan,
bersabarlah karena Allah akan menggantimu. Putranya menjawab bahwa segalanya milik Allâh
tanpa perkecualian. Lakukan apa yang telah kau janjika pada Allah dan jangan melihat darahku
yang menutupi bajuku. Dan saat dia menanggalkan baju anaknya, Allâh mengganti putranya
dengan persembahan halal seekor domba.
Tentang Maria dan putranya Yesus, Umaiyya berkata,
Dan adalam agamamu karena Tuhannya Maria adalah sebuah tanda, yang tentang Yesus putra
Maria. Seorang malaikat datang pada Maria pada saat orang² sedang tidur, dan malaikat itu
tampil nyata dan tidak tersembunyi. Dia berkata, “Jangan takut atau tak percaya pada para
malaikat Tuhan dari ‘Aad dan Jariham. Aku adalah utusan al-Rahman yang memberimu seorang
putra.” Maria berkata, “Bagaimana mungkin aku punya putra sedangkan aku tidak pernah jadi
wanita jalang atau mengandung?
Tentang Musa dan Harun dan kisah mereka dengan Firaun, Umaiyya berkata,
Karena kebaikan dan pengampunanMu kau mengangkat Musa sebagai seorang Nabi. Kau
berkata padanya, pergilah kau dan Harun menghadap Firaun yang congkak. Katakan padanya,
apakah kau membuat bumi tanpa gunung² untuk melindunginya? Dan katakan padanya, apakah
kau membuat langit tanpa pilar² pendukung?
Tentang Hari Kiamat, Umaiyya berkata,
Ketika mereka menghadap pada Takhta Allâh, yang mengetahui yang tersembunyi dan yang
nyata. Ketika kami datang menghadapNya, Dia adalah Tuhan yang pengasih dan janjiNya
dipenuhi. Dan kaum berdosa dibawa dengan telanjang ke tempat terkututk bagi mereka. Di sana
mereka tidak mati untuk beristirahat, dan mereka tetap berada dalam lautan api.
Al-Qimni mengutip pernyataan Dr. Jawad ‘Ali sebagai berikut:
Terdapat banyak kesamaan pendapat dalam ayat² puisi di atas dengan apa yang tertulis dalam
Qur’an tentang Hari Kiamat, Surga, dan Neraka. Terlebih lagi, kita dapatkan dalam puisi²
Umaiyya konstruksi dan isi kalimat yang sama seperti yang tercantum dalam Qur’an dan ahadis.
Tentu saja tidak mungkin bahwa Umaiyya menjiplak puisi tersebut dari Qur’an sebab saat itu
Qur’an belum diwahyukan. Meskipun dia meninggal di tahun ke 9 Hijriah, kita tidak bisa
membuat kesimpulan bahwa dia mencuri ayat² Qur’an karena saat itupun Qur’an belum selesai
diwahyukan. (ibid: 123-124, Dr. Jawad ‘Ali, al-Mafsal, hal. 384-385).
13
Selain tentang agama Hanafiya, al-Qimni juga membahas sedikit tentang agama Al-Sabiah atau
Sabian. Menurut dia, umat Sabian “biasa sembahyang berkali-kali setiap hari dan hal ini
merupakan kewajiban ibadah. Dalam sembahyang mereka melakukan qiyam (berdiri) dan ruk’u
(berlutut dan bersujud), melakukan wudhu sebelum sembahyang, dan mencuci tubuh mereka
setelah berhubungan sex, dan mereka punya beberapa ketentuan yang membatalkan wudhu.”
(ibid: 111, mengutip dari Mahmoud al-‘Aqaad 1967, hal. 144).
Munculnya Nabi yang Ditunggu-tunggu
Setelah penjelasan latar belakang keadaan, al-Qimni berkata, “dan setelah Muhamad SAW mulai
mengikuti jejak langkah kakeknya Abd Al-Mutalab di gua Hira, dan gua ini berubah jadi tempat
suci dan terkenal dalam sejarah … dan dia beriman pada agama Hanafiya, dan sebelum
mencapai usia 40 tahun, dia menyatakan diri sebagai Nabi ummat [12], setelah Tuhan Ibrahim
menyatakan diri padanya.” (ibid: 132).
[12] Qalam 68:13 “yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya.”
Pada mulanya, masyarakat Mekah tidak menentang atau menerima agama baru Muhammad.
Akan tetapi, para pemimpin Mekah mulai protes ketika ayat² Qur’an mulai menghina mereka
(ibid: 134). Contohnya, dalam Sura Qalam (Pena), ayat 68:13, Qur’an menyebut Al-Akhnas Ibn
Shariq sebagai anak haram karena dia menyebut Muhammad sebagai orang sakit jiwa atau orang
kesurupan (ibid, mengutip dari Ibn Kathir, hal. 243). [13] Dalam Surah Al-Muddaththir, ayat
74:50, Qur’an menyatakan bahwa para ketua masyarakat suku sebagai keledai² karena mereka
menolak masuk Islam (ibid). [14] Dalam Sura Al-Masad 111 (Api), Qur’an membantah
pernyataan paman Muhammad yang bernama Abd al-‘Aizi, dan menyebut dia sebagai Abu
Lahab atau “Ayah Api,” dan menyebut istrinya yang merupakan saudara perempuan Abu Sufyan,
sebagai pembawa kayu bakar di neraka. Dan di Sura Al-Kafirun 109, Qur’an menyebut
masyarakat Mekah sebagai kafir (ibid:135). Akan tetapi, para ketua Mekah tidak melihat bahaya
dari Islam sampai Muhammad mulai membujuk para budak untuk memberontak terhadap
majikan² mereka. Pada saat ini kelompok Abd Al-Dar mulai bersekutu dengan suku² Mekah
lainnya untuk mencegah Islam berkembang (ibid: 141, mengutip Ibn Hisyam, hal. 238, 241).
Mereka sekarang melihat bahwa putra² Abd Manaf mencoba menguasai seluruh suku² Arab
melalui cara sebagai Nabi baru.
[13] Muddaththir 74:50 “seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut”
[14] Nabi Muhammad mengganti nama kota Yathrib jadi Medina.
Persekutuan dengan Suku² Medina
Ketika Muhammad mulai kehilangan harapan untuk mendapat dukungan di Mekah, dia
menerima ajakan orang² Yahtrib [15] dari suku Al-Khaoz dan Al-Khazrig untuk tinggal di
Yathrib dan jadi ketua mereka (ibid:150). Suku² Yathrib ingin menguasai kota Mekah dengan
cara menyerang dan mencegat kafilah² dagang Mekah yang datang dari Al-Sham atau Syria
menuju ke Mekah. Perbuatan penyerangan ini dihalalkan dalam Islam (ibid). Suku² Yahudi yang
saat itu tinggal di Yathrib menerima persetujuan dari suku² Al-Khaoz dan Al-Khazrig, dan
berjanji untuk berperang bersama dengan mereka. Dengan begitu, ayat² Qur’an memuji-muji
kaum Yahudi dan nabi²mereka mulai bermunculan. Ayat² ini menyatakan masyarakat Yahudi
melebihi segala masyarakat lain di seluruh dunia [lihat Qur’an, Sura² Al-Baqarah 2: 62, Al-
Maidah 5: 44, Al-A’raf 7: 157, and As-Saff 61: 6] (Ibid: 150). Akan tetapi, sikap ramah
Muhammad terhadap kaum Yahudi ini tidak lama berlangsung. Sang Nabi “bersikap ramah
untuk beberapa saat pada kaum Yahudi, lalu mulai berdebat dengan mereka, dan menunggu
bertindak sampai datang kesempatan baik untuk mencabut kuku² mereka (menyiksa mereka),
14
dan akhirnya menghancurkan mereka sepenuhnya” (ibid: 151, mengutip dari Ahmed al-Sharif,
Makka wa al-Madina, hal. 415).
[15] Kaum Ansar merupakan pendukung Nabi dari Medina, dan kaum Mujahirin adalah umat Muslim
Mekah yang hijrah bersama Nabi ke Medina.
Tak lama setelah sang Nabi pindah ke Yahtrib, yang lalu dinamakannya sebagai Medina, dia
membuat perjanjian dengan kaum Yahudi dan mulai menyerang kafilah² dagang Mekah, yang
datang dari Al-Sham atau Syria (ibid: 153). Persekutuan antara suku² Medina dan Muhammad
berperanan penting dalam mengalahkan suku² Mekah. Dan akhirnya memang Mekah jatuh dan
kelompok keluarga Hashmi mengambil alih kekuasaan di kota Mekah dan Medina. Ketika
Muhammad menguasai Ka’bah, suku² Arab menerima agama baru Islam (ibid: 154). Akan
tetapi, kekuasaan keluarga Hashmi tidak berlangsung lama setelah sang Nabi wafat.
Putra² Umayyah, yang diasingkan ke Syria, menunggu saat yang tepat untuk membalas
dendam terhadap keluarga Hashmi. Dan ketika kesempatan baik tiba, mereka tidak hanya
mengambil alih kekuasaan, tapi juga membunuh semua anggota keluarga Hashmi. Mereka
membunuh cucu² Muhammad yakni Hasan dan Husyein, dan memusnahkan seluruh
keluarga Hashmi dari muka bumi. Mereka juga bahkan menghancurkan Ka’bah dengan
ketepel² raksasa (ibid: 154). Ma’uwiyah, yang merupakan kalifah pertama bani Umayyad
menulis syair yang menyarikan buku yang ditulisnya yakni Al-Hizb Al-Hashmi:
Suku Hashmi bermain-main dengan kepemimpinan
Tiada kabar atau wahyu yang datang dari surga
(ibid: 154, mengutip dari Muhammad al-Qazuni, hal. 9, dan Ibn Kathir, al-Bedayia wa al-Nihaia,
hal. 227).
Akan tetapi, kisahnya tidak berhenti dengan kesimpulan itu, tapi diteruskan dalam buku Al-
Qimni dalam bab Hurub Dawlat Al Rasul (Peperangan Negara Nabi).
15
Bab 2 – Nabi Muhammad
Dalam bab Hurub Dawlat Al Rasul (Peperangan Negara Nabi), al-Qimni menelaah secara detail
peperangan yang dilakukan Nabi Muhammad dan dasar utama negara Islam pertama. Penelaahan
al-Qimni berbeda dengan apa yang biasanya diungkapkan penulis sejarah. Dia menyingkirkan
segala kisah muzizat² atau campur tangan illahi dalam peperangan tersebut, yang dipercaya para
sejarawan Muslim sebagai alasan utama kemenangan perang di Negara Islam milik Nabi.
Sebaliknya, al-Qimni menilai kemenangan ini terjadi karena kepemimpinan dan taktik militer
Nabi Muhammad. Terlebih lagi, al-Qimni yakin bahwa kemenangan inilah yang membuat Nabi
Muhammad mengganti nama kota Yathrib menjadi Medina. Sebelum hijrah dari Mekah ke
Medina, pesan Islam berdasar pada pendekatan damai tanpa pemaksaan. Saat itu, ajaran Islam
mengajak umat Muslim untuk bersabar dan menunggu pahala mereka di surga. Akan tetapi,
setelah hijrah ke Medina, “semua umat Muslim, baik Muslim Ansar maupun Muslim Muhajirin,
[16] diubah jadi tukang perang, penyerang², dan prajurit Negara Islam di Medina. Semua
perubahan ini terjadi setelah tujuan berubah dari masyarakat yang beribadah pada tuhan kakek
moyang menjadi pendirian sebuah Negara , yang diwakili oleh prajurit perang dan darah.” (al-
Qimni 2001: 164). Dengan adanya perubahan itu, pengikut Nabi pun jadi melonjak lebih banyak
jumlahnya dan hal ini mengakibatkan kemenangan di Badr, seperti yang dijelaskan al-Qimni
sebagai berikut:
[16] Muslim Ansar adalah pendukung Nabi yang hidup di Medinah, sedangkan Muslim Muhajirin adalah
umat Muslim asal Mekah yang ikut hijrah bersama Nabi ke Medina.
Dan ini adalah perubahan materi yang paling berbahaya, yang berperan sangat penting untuk
menarik minat bergabung para tukang perang dari suku² yang lebih lemah, setelah sang Nabi
berusaha selama tiga belas tahun di Mekah mengajak orang² memeluk agamanya tanpa
keberhasilan nyata. Dulu di Mekah, ajakan memeluk Islam dilakukan dengan janji nikmat dan
hidup berkelimpahan nantinya di surga… Akan tetapi, setelah Allâh memberi ijin pada Nabi dan
umat Muslim yang setia untuk mengambil harta kafir, maka tujuan adalah memiliki harta
duniawi dan ini tentunya menarik minat orang² miskin. Iming² harta jarahan duniawi ini
membuat orang² lemah miskin bergabung jadi prajurit di Negara Islam baru. (ibid: 165).
16
Menurut al-Qimni, sang Nabi berusaha bersekutu dengan tiga suku Yahudi utama yakni
Quaynuqa, al-Nadir, dan Qurayzah di Medina, ketika dia masih lemah dan tidak punya banyak
pengikut (al-Qimni: 141). Pada saat itu, ayat² Qur’an mengatakan “kedudukan umat Israel yang
tinggi dalam sejarah politik di daerah kekuasaan Daud dan Salomo, dan tempatnya yang
terhormat di sejarah agama Nabi² dari Nuh sampai Abraham dan Ishak dan Yusuf dan Musa, dll”
(ibid). Qur’an dengan jelas menghormati dan mengakui Taurat milik umat Yahudi (ibid). Pada
saat itu, Nabi puasa di hari Paskah Yahudi dan saat sholat berqibla [17] ke Yerusalem, kota suci
umat Yahudi.
[17] arah sholat.
Al-Qimni yakin bahwa kaum Yahudi Medina menerima persekutuan dengan Muhammad karena
adanya kemungkinan hal ini mendatangkan keuntungan pula bagi mereka di masa depan (ibid).
Akan tetapi, “Yahudi Medina, yang mengharap peruntungan masa depan, mendapatkan bahwa
mereka sangat salah duga, terutama setelah mengalahkan pasukan Quraish di Badr. Sudah jelas
sekarang bahwa para Muslim merampas harta benda Quraish di Badr dan mereka jadi penuh
percaya diri dan tidak butuh persekutuan dengan kaum Yahudi lagi” (ibid: 141-142). Tak lama
setelah Nabi menang perang di Badr, “dia mengumpulkan orang² Yahudi di pasar Quaynuqa dan
berkata pada mereka: ‘wahai masayarakat Yahudi, terimalah Islam sebelum terjadi padamu
apa yang telah terjadi pada suku Quraish’ “ (ibid:243, mengutip dari al-Bihaqi, hal. 173).
Meskipun Nabi tidak memberi Yahudi Quaynuqa pilihan lain kecuali Islam atau mati, al-Qimni
menjelaskan bahwa buku² Sira Islam [18] menunjukkan penghalalan sikap pembantalan
perjanjian dengan kaum Yahudi (ibid: 244). Menurut para penulis sejarah di Sira Islam, seorang
Muslimah datang ke pasar Quaynuqa untuk belanja dan sekelompok pemuda Yahudi
menggodanya dan hal ini mengakibatkan bagian tubuhnya tersingkap. Karena itu seorang
Muslim membunuh salah seorang dari pemuda² Yahudi itu, dan para Yahudi lalu membalas
bunuh Muslim tersebut. Al-Qimni menolak menerima keterangan ini sebagai penghalalan
pengusiran seluruh suku Yahudi Quaynuqa dari Yathrib sehingga mereka terpaksa keluar dari
Jazirah Arabia dan tinggal di al-Sham atau Syria (ibid: 246, mengutip dari al-Halabi, hal. 478).
[18] Sira adalah buku² yang menuliskan kehidupan sang Nabi.
Suku Yahudi yang kedua adalah suku al-Nadir, yang dituduh Nabi berencana untuk
membunuhnya. Al-Qimni sekali lagi meragukan alasan seperti itu sebagai penghalalan
pengusiran seluruh suku al-Nadir dari Arabia setelah merampas semua harta benda dan kekayaan
mereka dan lalu membagi-bagikannya diantara umat Muslim. Akan tetapi, kali ini penghalalan
dinyatakan dari surga karena “surga memberitahu sang Nabi melalui malaikat Jibril bahwa
sebagian Yahudi berkata satu sama lain, ‘kau tidak akan mendapatkannya seperti dia sekarang
ini,’ dan Rasul Allâh sedang duduk dekat salah satu tembok mereka, ‘seseorang harus naik ke
atas rumah dan menjatuhkan batu padanya sehingga membunuhnya dan kita lalu bisa hidup
dengan tenang” (ibid: 355, mengutip Ibn Kathir, al-Bedya, hal. 76). Setelah malaikat Jibril
menyatakan rencana pembunuhan itu pada Nabi, dia lalu menyerang suku Nadir dan memaksa
mereka menyerah padanya. Setelah itu, lagi² sang Nabi membagi-bagikan harta kekayaan kaum
Yahudi diantara umat Muslim dan kaum Yahudi pun harus keluar dari Arabia dan akhirnya
tinggal di Palestina (ibid: 360).
Pembantaian Yahudi Qurayzah
Suku Yahudi Qurayzah dituduh bersekongkol dengan musuh di Khazwat al-Khandaq atau
Perang Parit. Menurut al-Qimni, pihak sekutu Mekah mengepung Medina dan berusaha
menyerang Muhammad dan umat Muslim. Ketika Muhammad tahu tentang penyerangan ini, dia
menggali parit di sekeliling Medina untuk mencegah musuh masuk kota itu. Satu²nya tempat
yang tidak dilindungi adalah tempat tinggal bani Qurayzah yang hidup dalam benteng² mereka
17
yang kuat. Nabi tahu titik lemah persetujuannya dengan umat Yahudi. Ketika pihak musuh
sedang mengepung Medina, Muhammad mendengar berita bahwa kaum Yahudi setuju untuk
membuka benteng² mereka sehingga pihak musuh dapat masuk dan menghancurkan pasukan
Muslim. Akan tetapi, al-Qimni meragukan kebenaran rencana rahasia karena kenyataan suku
Yahudi tidak pernah membuka benteng mereka untuk musuh. Al-Qimni berpendapat, jikalau
sekalipun kaum Yahudi setuju untuk membuka benteng² mereka tapi pada kenyataan mereka
tidak mekalukan hal itu, maka seharusnya mereka tidak bisa dituduh melanggar perjanjian
dengan Nabi (ibid: 384).
Dalam keterangan rinci yang tragis dan dramatis, al-Qimni mengisahkan bagaimana suku
Qurayzah dipenggal tanpa ampun tak lama setelah tentara sekutu Mekah meninggalkan Medina.
Sekali lagi, Jibril-lah yang membisiki sang Nabi untuk maju dengan pasukannya ke suku
Qurayzah.
Dikisahkan oleh Aisyah: ketika Rasul Allâh bebas dari serangan sekutu, dia masuk rumah lalu
melakukan wudhu untuk sholat, Jibril datang padanya, kulihat kepala Nabi ditutupi debu. Jibril
berkata pada Nabi ‘Oh Muhammad, apakah kau telah meletakkan senjatamu?’ Nabi berkata
padanya, ‘Kami telah meletakkan senjata² kami.’ Jibril berkata padanya, ‘Kami belum
meletakkan senjata² kami. Bangkit dan pergilah ke Banu Qurayzah…’
Rasul Allah memerintahkan muzzein [19] untuk memanggil orang², yang mendengar harus
menurut untuk tidak melakukan sholat Asyar kecuali di tempat Banu Qurayzah (ibid: 390-391,
mengutip dari Ibn Kathir, hal. 119).
[19] Panggilan untuk Sholat atau Perang.
Suku Qurayzah tidak punya pilihan kecuali menyerah pada pasukan Muslim dan menunggu
nasib mereka. Mereka mengira Nabi akan mengsusir mereka seperti yang dilakukannya pada
kedua suku Yahudi terdahulu, dan juga merampas semua harta kekayaan, ternak mereka. Akan
tetapi Muhammad menyerahkan keputusan akan nasib mereka pada seorang ketua Arab yang
bernama Sa’ad bin Mu’aaz (yang luka parah akibat perang Khandaq). Sa’ad mengusulkan semua
pria dibunuh dan wanita, anak², dan kekayaan dibagi-bagi diantara umat Muslim. Usul ini
diterima Nabi dan dia berkata pada Sa’ad bin Mu’aaz, “Kau telah menghakimi mereka dengan
penghakiman Allâh, yang diberikan padamu dari tujuh surga” (ibid: 395, mengutip dari al-Tabari,
hal. 587-588). Al-Qimni melanjutkan, “Dan kami mengetahui sesuatu yang baru dari
pembantaian ini. Ternyata pembantaian tidak dilakukan hanya pada pria dewasa saja,
tapi juga pada anak² laki yang masih kecil” (ibid: 398, mengutip dari al-Tabari, hal. 591).
Menurut penulis² sejarah Sira, Allâh menghadiahi Sa’ad bin Mu’aaz karena usul pembantaiannya
dan dia mati seketika setelah pembantaian dilakukan. Malaikat Jibril datang kepada Nabi di
tengah malam dan mengatakan padanya bahwa Sa’ad bin Mu’aaz mati dan takhta Allâh
berguncang untuk menghormati Sa’ad. Upacara penguburan jenazah Sa’ad dikunjungi oleh tujuh
puluh malaikat (ibid: 397, mengutip dari al-Bihaqi, hal. 28-29). Al-Qimni menyalahkan para
penulis Sira terutama Ibn Hisyam karena menambah-nambahi muzizat² di sana-sini guna
menunjukkan penghalalan pembantaian masyarakat Yahudi Banu Qurayzah dan kegagalan
tentara sekutu Mekah menduduki Medina. Al-Qimni menulis, “Meskipun Ibn Hisyam
mengetahui di mana penipuan dilakukan, bagaimana penipuan itu dilaksanakan, dan siapa yang
melaksanakan untuk mengikutsertakan Qurayzah dengan tentara sekutu Mekah, tapi Ibn Hisyam
tetap saja sebagai Muslim mengatakan dengan yakinnya bahwa ‘Allâh menggagalkan rencana²
mereka” (ibid: 388). Dan intervensi illahi ini dinyatakan pula di Qur’an 33:9 yang mengatakan,
“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan)
kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin
topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa
yang kamu kerjakan.” Para tentara malaikat tidak berperang di Perang Khandaq seperti di Perang
18
Badr, tapi mereka menciptakan badai keras yang membuat pihak tentara sekutu kalah dan
akhirnya mundur (ibid: 389).
Menurut al-Qimni, kekalahan dan mundurnya tentara sekutu Mekah tidak ada hubungannya
dengan segala muzizat illahi. Sang Nabi tahu akan hal ini. Sama seperti kaum Muslim punya titik
lemah yakni perihal Banu Qurayzah, pihak sekutu pun punyha titik lemah yakni suku Gathafan,
yang merupakan ranting suku² Fazari (ibid: 385). Melalui mata²nya, sang Nabi tahu bahwa suku
Gathafan bergabung dengan pasukan sekutu Mekah untuk balas dendam karena Muhammad
membunuh pemimpin wanita mereka yang bijak yakni Umm Qirfa dengan cara menarik
tubuhnya dengan dua ekor unta sampai tubuhnya terbelah dua (ibid: 299, mengutip dari al-Tabari,
hal. 643, dan al-Suhaili, hal. 237). Umm Qirfa saat itu berusia 100 tahun dan dia dibunuh dengan
cara sangat keji tanpa alasan apapun, kecuali karena dia terkenal sebagai wanita bijaksana di
Arabia (ibid). Muhammad tahu bahwa dia dapat meredakan amarah suku Ghatafan dengan
memberi mereka harta benda jika mereka mau meninggalkan tentara sekutu Mekah.
Sang Nabi secara rahasia mengirim utusan kepada kedua tokoh pemimpin Ghatafan yakni Husn
dan Haris bin ‘Awf, dan meminta mereka mengundurkan diri dari tentara sekutu dengan janji
memberi mereka sepertiga hasil panen al-Medina. Tapi ‘Ainiah yang serakah meminta
separuh hasil panen Medina. Sang Nabi setuju untuk memberikan separuh hasil panen dengan
syarat para pemimpin Ghatafan harus memecah-belah suku Qurayzah dan tentara sekutu Mekah
(ibid: 385, mengutip dari Ibn Sa’ad, hal. 52).
Melalui perjanjian dan penipuan rahasia ini, ketua Ghatafan yang bernama Nai’am bin Mu’aaz,
yang diam² jadi Muslim, berhasil menciptakan perpecahan antara tentara sekutu Mekah dan
Qurayzah (ibid: 386-387). Dia berhasil meyakinkan Yahudi Qurayzah untuk tidak membuka
benteng² mereka untuk tentara sekutu Mekah karena mereka tinggal di Medina dan akan
berakibat buruk bagi mereka jika pasukan Quraish Mekah dan Ghatafan kembali ke kota asal
mereka. Nai’am bin Mu’aaz juga berhasil meyakinkan pemimpin Quraish Mekah yakni Abu
Sufyan bin Harb bahwa Yahudi Qurayzah menyesal atas keputusan mereka dan meminta ampun
pada sang Nabi. Katanya, para Yahudi berkata pada sang Nabi, “Apakah kau akan senang jika
kami menangkap kedua pemimpin suku² Quraish dan Ghatafan, dan menyerahkan mereka
padamu agar kau bisa memenggal kepala mereka? Lalu, kami akan bergabung bersamamu di
medan perang sampai kita berhasil menghancurkan tentara mereka. Sang Nabi menjawab pada
mereka, ‘Ya’” (ibid: 387). Al-Qimni menyarikan kesimpulannya tentang Perang Khandaq dan
pembantaian Banu Qurayzah dengan mengutip perkataan Nabi pada Nai’am bin Mu’aaz,
“Tipulah mereka bagi kami jika kau bisa, karena perang merupakan penipuan” (ibid: 386),
dari Ibn Hisyam, hal 265).
Setlah pengusiran dua suku Yahudi Quaynuqa dan Nadir dan pembantaian suku Yahudi Qurayza,
maka tak ada satu pun suku Yahudi yang tersisa di Medina. Yang masih ada hanyalah suku
Yahudi yang tinggal di kota Khaybar. Seluruh kota dihuni masyarakat Yahudi. Kota ini memiliki
benteng² yang kuat. Sang Nabi memberitahu umatnya bahwa dia menerima wahyu surgawi
untuk mengalahkan kota ini (ibid: 442, mengutip dari al-Bihaqi, hal. 197). Tak lama setelah
kejadian Perjanjian Hudaybiyah, [20], Nabi mengambil keputusan menyerang Khaybar. Menurut
al-Qimni, saat ini sang Nabi benar² telah memerangi masyarakat Yahudi dan agama mereka
sepenuhnya dan mulai menerapkan ibadah² agama pagan Mekah ke dalam Islam. Tentang
hal ini al-Qimni berkata, “Sang Nabi tahu sekali bahwa kaum Yahudi dengan kitab suci dan
warisan budaya sejarah mereka, tidak akan pernah mengakuinya sebagai Nabi di kota Medina, di
negara Islamnya yang kecil. Karena itulah dia melakukan serangan cepat membersihkan Yathrib
dari kaum Yahudi” (ibid: 367). Selain itu, al-Qimni yakin bahwa masyarakat pagan Mekah
senang dengan kenyataan Muhammad memasukkan unsur ibadah pagan Mekah ke dalam Islam.
19
Sekarang semua simbol² agama Yahudi dalam Islam ditanggalkan. Qibla ke Yerusalem diganti
jadi qibla ke Ka’bah di Mekah. Sang Nabi lalu mulai memuji-muji Ka’bah yang senantiasa
disembah kaum pagan Arab di sepanjang sejarah mereka di masa Jahiliyah. Perubahan ini
diketahui oleh suku² Quraish di Mekah. Mereka tahu bahwa setelah Perang Khandaq, Nabi
menyingkirkan suku Yahudi terakhir di Yathrib, dan dengan perjanjian Hudaybiyah, hati Nabi
kembali kepada asal-usulnya yakni Arab-Mekah-Quraish. Dia lalu menyerap tatacara ibadah
pagan Quraish (ibid: 437).
Penyerangan Khaybar
Duapuluh hari setelah Perjanjian Hudaybiyah, sang Nabi memimpin pasukan Muslim menyerang
Khaybar. Khaybar adalah kota kedua, setelah Mekah, yang terpenting dan terbaik kekuatan
militernya. Masyarakat Yahudi Khaybar tidak mengira Muhammad akan menyerang mereka
sehingga ketika tentara Muslim tiba, mereka sangat kaget. Akan tetapi, kota ini dilindungi oleh
benteng² Khaybar yang kokoh dan mereka menolak tuntutan Nabi agar mereka menyerah (ibid:
444). Ketika kota Khaybar menolak untuk menyerah, “Sang Nabi mengambil keputusan untuk
menggunakan ketepel² raksasa” untuk menghancurkan benteng (ibid). Menurut al-Qimni,
ketepel² seperti itu belum pernah digunakan sebelumnya di Arabia (ibid). Ketika pasukan Yahudi
melihat ketepel² tersebut, “mereka tahu kematian mereka sudah hampir tiba, dan jika Nabi
menembak kota dengan ketepel² itu, maka kota itu akan hancur berantakan dan semua penduduk
kota akan mati” (ibid). Untuk menghindari kehancuran hebat seperti itu, pemimpin Khaybar
yakni Kinanah bin Abi al-Haqiq muncul dari kota dan memegang bendera tanda menyerah.
Dia menghadap Nabi dan mengatakan keinginan masyarakat Khaybar untuk menandatangani
perjanjian damai dengan Nabi. Sang Nabi setuju untuk membuat perjanjian dengan syarat
“mereka harus mengosongkan kota dan menyerahkan pada Nabi semua uang, benteng², dan
tanah mereka, dan mereka tidak boleh membawa benda kuning atau putih kecuali baju yang
menutupi tubuh mereka” (ibid, mengutip dari Ibn Kathir, al-Bedaia, hal. 200). Selain itu, Nabi
mengatakan pada Kinanah jika dia berani menyembunyikan sesuatu dari Nabi maka Allâh dan
RasulNya tidak lagi terikat perjanjian (ibid: 445, mengutip Ibn Kathir, hal. 204). Al-Qimni juga
mengambil sumber lain tentang peristiwa ini dan menulis bahwa Nabi berkata pada Kinanah,
“Dan jika kau menyembunyikan sesuatu dan aku nantinya mengetahui hal itu, maka
darahmu dan wanita²mu halal bagi kami” (ibid: 445, mengutip dari Ibn Sa’ad, al-Tabaqaat,
hal. 81).
Ketepel raksasa kuno untuk melontarkan batu² besar ke benteng musuh.
20
Setelah Kinanah setuju untuk menyerahkan segala harta dan uang mereka, Nabi bertanya
padanya tentang harta karun yang dimiliki Yahudi Khaybar (ibid). Kinanah menyangkal harta itu
benar² ada. Menurut al-Qimni, pertanyaan Nabi hanyalah jebakan saja karena “Nabi sudah tahu
tentang harta karun yang banyak itu dan di mana harta itu disembunyikan” (ibid: 445, mengutip
Ibn Sa’ad, hal. 77). Keterangan tentang harta karun itu telah diketahui Nabi dari seorang Yahudi
yang “menjual masyarakatnya dan mengungkapkan rahasia persembunyian harta karun itu”
(ibid:446). Sang Nabi memerintahkan al-Zibiar bin al-’Awam untuk menyiksa Kinanah sampai
dia menyatakan persembunyian harta karun tersebut. Menurut Ibn Hisyam, “Al-Zibair
menggunakan obor api dan membakar pemimpin Yahudi itu sampai dia mati. Setelah itu, Nabi
menyuruh Muhammad bin Salamah memancung leher Kinanah dan leher saudara Kinanah yakni
Mahamoud bin Muslamah” (ibid, mengutip dari Ibn Hisyam, hal. 43).
Setelah Kinanah dan saudara lakinya dipancung, “pedang Islam membabati para Yahudi yang
telah menyerah, dan membunuh sembilan puluh tiga orang Yahudi, begitu menurut penjelasan
Ibn Sa’ad” (ibid:447, mengutip dari Ibn Sa’ad, hal. 77). Harta rampokan dan para wanita Yahudi
lalu dibagi-bagi diantara para Muslim (ibid: 448). Menurut “semua penulis Sira dan sejarah
Islam, dalam penyerangan Khaybar ini, para Muslim memaksa wanita² Yahudi untuk
berhubungan seks dengan mereka di tempat terbuka, dan wanita² Khaybar diperkosa
beramai-ramai, sampai Nabi menghentikan perkosaan terhadap wanita² yang sedang
hamil” (ibid, mengutip dari Ibn Said al-Nas, ‘Uyun al-Athar, hal, 176). Sang Nabi sendiri
mengambil Safiya bint Huaya (istri ketua Yahudi Khaybar Kinanah bin Abi al-Haqiq) setelah
Nabi membunuh suaminya dan ayah Safiya (di pembantaian Yahudi Qurayza di pasar Medina)
(ibid: 448-449), mengutip dari Ibn Kathir, hal. 197). Akan tetapi, seorang wanita Yahudi
Khaybar bernama Zainab bint al-Harith berusaha membunuh Nabi dengan menyuguhkan
daging kambing beracun di rumah Safiya bint Huaya (ibid: 453, mengutip dari Ibn Kathir, hal.
211). Ketika Nabi menanyai Zainab mengapa dia berusaha membunuhnya, Zainab menjelaskan
pada Nabi, “kau telah membunuh ayahku, pamanku, suamiku, dan saudara lakiku” (ibid:
454, mengutip dari al-Bihaqi, hal. 257). Zainab dibunuh seketika. Racun dari daging kambing
tersebut terus tinggal dalam tubnuh Nabi selama tiga tahun sampai akhirnya menyebabkan
kematian Nabi (ibid: 454, mengutip Ibn Kathir, hal. 211). Dengan demikian, umat Muslim yakin
bahwa Nabi mati sebagai syahid (ibid: 454, mengutip Ibn Kathir, hal. 216).
Usaha Menyerang Kekaisaran Romawi
Al-Qimni mengisahkan secara detail berbagai penyerangan yang dilakukan tentara Muslim
terhadap suku² Arab, di bawah perintah dan komando sang Nabi. Serangan militer itu terus
dilakukan sampai hampir seluruh suku² Arab dikalahkan dan tunduk di bawah kekuasaan negara
Islam sang Nabi. Satu²nya kota yang masih belum dikuasai negara Islam adalah kota Mekah.
Nabi mengatakan pada pasukannya bahwa Allâh telah berjanji untuk menyerahkan harta
kekayaan Kekaisaran Romawi dan Persia. Untuk memenuhi janji ini, Nabi mengirimkan
panglima militernya yakni Zayd bin Harith (bekas anak angkat Muhammad) untuk memimpin
tiga ribu pasukan Muslim ke Syria untuk menyerang Kekaisaran Romawi, dan “Nabi tahu sekali
bahwa pertempuran dengan pasukan Romawi akan terjadi, dan bagaimana hasil akhirnya” (ibid:
469, mengutip Ibn Kathir, hal. 241). Ketika panglima perang Romawi yakni Hercules
mendengar kedatangan tentara Muslim, “dia sendiri memimpin pasukan Romawi untuk
menghadapi pasukan penyerang yang berani mendekati kekaisarannya, dengan jumlah 100.000
tentara Romawi dan 100.000 tentara dari suku² Arab yang hidup dekat perbatasan Syria dan
bersekutu dengan pihak Romawi” (ibid). Pasukan Hercules yang amat besar ini membunuh tiga
panglima pasukan Muslim dan banyak tentara Muslim lainnya. Ketika Khalid bin al-Walid
(salah satu pemimpin pasukan Muslim) mleihat tentara Muslim kalah, dia mengambil bendera
Islam dan memerintahkan pasukan Muslim mundur dan kembali ke Medina. Di pintu gerbang
kota Medina, umat Muslim melempari pasukan Muslim dengan pasir dan mengutuki mereka
21
karena meninggalkan medan perang (ibid: 470). Akan tetapi sang Nabi memenangkan umat
Muslim dan berkata pada mereka, “tentara Muslim tidak melarikan diri, tapi mengundurkan diri
untuk sementara waktu” (ibid: 470). Perkataan Nabi ini mengungkapkan keinginannya untuk
“terus menyerang kekuasaan Romawi dan Caesar)” (ibid).
Dalam kesempatan selanjutnya, Nabi sendiri pergi memimpin 30.000 pasukan Muslim dengan
10.000 kuda untuk menyerang Syria. Ketika pasukan Muslim tiba di perbatasan Kekaisaran
Romawi di Syria, pasukan Romawi yang besar dan dipimpin Hercules telah siap menghadapi
mereka. Sang Nabi berubah pikiran dan kembali ke Medina (ibid, mengutip Ibn Kathir, hal. 178
dan Ibn Said al-Nas, hal. 277). Untuk membenarkan tindakan Nadi mundur dari medan perang
melawan Romawi, para penulis Sira menyalahkan Yahudi yang dituduh mereka melakukan
rencana licik. Menurut al-Bihaqi, “alasan yang membuat Nabi pergi melawan Romawi adalah
karena rencana licik Yahudi… tapi Allâh menyelamatkannya dari rencana licik tersebut” (ibid).
Rencana licik ini dinyatakan oleh Jibril pada Nabi ketika Nabi mencapai Tabuk, sehingga dia
membatalkan penyerangan dan kembali ke Medina (ibid: 533, Qur’an, Sura Al-Israa (17), ayat
76, 77). Dengan demikian, janji Nabi untuk mengalahkan orang² Romawi dan mengambil harta
kekayaan mereka dan para wanitanya tetap tidak terpenuhi di jaman Nabi. Malah sebenarnya
nubuat Nabi dalam hadis berikut tetap tidak terpenuhi sampai hari ini: “Serang Tabuk agar kau
bisa mengambil gadis² berwarna kuning dan wanita² kaum Romawi. Algid berkata, berikan
ijinmu, tapi jangan goda kami dengan wanita²” (al-Tabari menjelaskan ayat Qur’an di al-Tauba
(9), ayat 49).
Ketika Nabi hampir tiba ajal, dia mengirim panglima militernya yakni Usama bin Zayd bin al-
Harith (anak Zayd bin al-Harith yang adalah bekas anak angkat Nabi), untuk menyerang
pasukan Romawi di al-Sham atau “Bulan Sabit Subur”. Bersama Usama, Nabi juga mengirim
dua sahabatnya yakni menteri² Abu Bakr dan Umar bin al-Khattab (ibid: 553). Akan tetapi
kedua menteri Abu Bakr dan Umar tahu bahwa Nabi mengirim mereka berdua bersama
tentara Islam agar mereka berdua tidak terpilih sebagai Kalifah pertama karena Nabi
ingin Ali yang jadi Kalifah pertama menggantinya. Akan hal ini al-Qimni menulis, “Tapi
mereka tahu rencana Nabi, dan karenanya mereka menolak penunjukkan Usama bin Zayd.
Mereka menunda pengiriman tentara di Jiraph [21] sampai Nabi wafat. Pada saat itu, mereka
membatalkan rencana penyerangan dan mencopot kedudukan Usama sebagai panglima tentara
Muslim” (ibid: 556).
[21] Nama tempat di daerah sekitar Medina.
Penaklukan Mekah
Menurut Perjanjian Hudaybiyah, seharusnya perdamaian antara umat Muslim dan masyarakat
Quraish Mekah berlangsung selama 10 tahun. Ketika perjanjian ini ditandatangani, suku² Arab
lainnya diberi pilihan untuk bergabung bersama Muhammad atau Quraish (ibid: 473). Karena itu,
“suku Khoza’a bergabung bersama Muhammad … dan sewajarnya pula musuh suku Khoza’a
yakni suku Bakr, bergabung bersama Quraish” (ibid). Permusuhan suku Khoza’a dan suku Bakr
sudah berlangsung lama sebelum Perjanjian Hudaybiyah ditandatangani. Penjelasan dari buku²
Sira:
Kembali ke masa sebelum ajakan masuk Islam dimulai. Buku² ini menyatakan pada kita rahasia
di belakang pelanggaran Perjanjian Hudaybiyah … Buku² ini menjelaskan pada kita permusuhan
penuh dendam antara suku² Khoza’a dan suku² Bakr dimulai ketika seorang pedagang Bakr
melakukan perjalanan melewati daearah suku Khoza’a. Ketika dia tiba di perumahan Khoza’a,
masyarakat Khoza’a membunuhnya dan merampas barang dagangnya (ibid).
22
Pembunuhan pedagang Bakr ini mengakibatkan perang berdarah antara kedua suku tersebut dan
permusuhan terus terjadi ketika Perjanjian Hudaybiyah ditandatangani. Setahun setelah
Perjanjian ditandatangani “terjadi perang antara suku² Bakr dan Khoza’a, dan penulis² Muslim
menyalahkan suku Bakr … buku² Sira menyatakan: keadaan jadi lebih buruk ketika sejumlah
orang Quraish memberi bantuan senjata pada suku Bakr, dan beberapa orang Quraish mungkin
ikut berperang dengan suku Bakr melawan suku Khoza’a” (ibid: 474, mengutip dari Ibn Hisyam,
hal. 84-85). Ketika berita ini didengar Nabi, dia lalu mengumumkan perang melawan Quraish,
dan memerintahkan pasukannya untuk bersiap menyerang Mekah (ibid: 477).
Ketika pihak Quraish mendengar akan rencana penyerangan ini, “mereka mengirim ketua suku
Quraish dan pemegang bendera Quraish yakni Abu Sufyan Sakhar bin Harb untuk menemui
pemimpin Medina” (ibid: 475-476). Pemimpin Quraish meminta Nabi untuk tidak menyerang
karena Quraish tidak ikut campur dalam pertikaian kedua suku yang bermusuhan, dan masih
tetap memegang teguh Perjanjian Hudaybiyah. Akan tetapi Nabi menolak permintaan Abu
Sufyan. Nabi bahkan tidak mau bicara dengan pemimpin Quraish. Karena itu, Abu Sufyan
mendatangi Abu Bakr dan Umar bin al-Khattab dan meminta mereka untuk mencegah perang.
Tapi Abu Bakr dan Umar tidak bersedia melakukan itu sehingga pemimpin Quraish pergi ke
rumah ‘Ali bin Talib dan meminta dia untuk mencegah perang, tapi ‘Ali pun tidak mau
melakukannya. Setelah itu Abu Sufyan mendatangi Fatima, istri ‘Ali dan juga putri Nabi, dan
memohon Fatima untuk mencegah perang. Meskipun Abu Sufyan telah memohon dengan
menyinggung perihal putranya yakni al-Hussein, Fatima tetap tidak mau membantu Abu Sufyan
(ibid: 476-477).
Pemimpin Quraish terus mengunjungi satu rumah ke rumah lainnya di Medina sampai dia
bertemu dengan al-‘Abass, paman Muhammad. Akan tetapi al-‘Abbas berkata padanya,
“Hati²lah kau, terima Islam dan bersaksilah tiada tuhan selain Allâh, dan Muhammad adalah
Rasul Allâh, sebelum lehermu dipotong. Seketika itu pula pemimpin Quraish mengucapkan
Syahadah [22] dan menjadi Muslim” (ibid: 480, mengutip Ibn Hisyam, hal. 99). Menurut al-
Qimni, pemimpin Quraish mengucapkan Syahadah karena takut dibunuh, tapi dalam hati dia
tetap mengikuti agama kakek moyangnya (ibid). Setelah Abu Sufyan mengucapkan Syahadah,
dia bertanya pada Nabi, “Apa yang harus kulakukan dengan Dewiku ‘Uzza? Umar bin Khattab
mendengar pertanyaan Abu Sufyan karena dia berada di sebelah tenda Nabi. Umar menjawab
Abu Sufyan dengan suara keras penuh ejekan, “Kami akan buang hajat di atas Dewi itu.” Abu
Sufyan berkata, “Hati²lah kau Umar. Kau adalah orang keji. Biarkan aku bersama dengan
saudara sepupuku, karena dengan dialah aku berbicara” (ibid: 481, mengutip Ibn Hisyam, hal 99).
[22] Syahada adalah pengakuan “aku bersaksi tiada illah lain selain Allâh, dan Muhammad adalah Rasul
Allâh.”
Sebelum kembali ke Mekah, Abu Sufyan ingin menyelamatkan masyarakat Quraish dari
pembantaian oleh tentara Muslim yang bergerak mendekat. Karenanya, dia meminta paman Nabi
yakni al-‘Abass untuk menghadap Muhammad untuk menjamin keselamatan masyarakat Mekah.
Nabi menjawab permintaan ini sebagai berikut, “Siapapun yang masuk rumah Abu Sufyan akan
selamat, siapapun yang menutup pintu rumahnya dan diam di dalam rumahnya akan selamat, dan
siapapun yang masuk Mesjid suci akan selamat” (ibid: 481). Dengan demikian, sewaktu pasukan
Muslim masuk Mekah, kota itu tampak kosong. Nabi langsung mengunjungi Ka’bah dan
memerintahkan penghancuran patung² berhala di sekitarnya. Selain itu, dia memerintahkan
pembunuhan beberapa pria dan wanita yang dulu menyakiti hatinya ketika dia masih tinggal di
Mekah (ibid: 487). Sesuai dengan perintah Nabi, orang² ini tidak boleh diampuni, “bahkan jika
mereka kedapatan bersembunyi di balik tirai² Ka’bah” (ibid). Akan tetapi, karena beberapa orang
diampuni atas permintaan sahabat Nabi.
Menurut al-Qimni, belas kasihan Nabi terhadap masyarakat Quraish di Mekah mengejutkan
umat Muslim, terutama Muslim Ansar atau “pembantu²nya” dari Medina.
23
Dengan demikian, Muslim Ansar terkejut, dan masyarakat Quraish pun terkejut, ketika mereka
melihat Nabi menahan tangan² Muslim Ansar terhadap masyarakat Mekah, dan menahan tangan
orang² terhadap satu sama lain, mengumumkan kesucian Ka’bah untuk selamanya,
membebaskan masyarakat Quraish tanpa syarat, dan boleh beribadah semua agama di Mekah,
bahkan juga menghormati dan mengakui kesucian Batu Hitam (ibid: 489, mengutip Ibn Hisyam,
hal. 94-95).
Setelah menaklukkan Mekah tanpa pertumpahan darah, Nabi kembali ke ibukotanya yakni
Medina, dan di sana dia terus mengirimkan Sariha-nya atau “penyerangan militer Islam” untuk
menyerang suku² Arab lainnya dan memaksa mereka tunduk dengan pedang di bawah kekuasaan
negara Islam. Dengan begitu, suku² Arab tak punya pilihan kecuali bergabung dengan negara
Islam yang kuat dan menyelamatkan nyawa mereka dari ancaman bunuh tentara Muslim, dan
juga menyelamatkan wanita² mereka agar tidak jadi Sabaia atau “tawanan perang wanita
sebagai bagian dari jarahan perang.” Karena itulah tahun penaklukkan Mekah dikenal sebagai
tahun pelaksanaan (ibid: 543). Banyak suku² Arab yang mengirimkan wakil² mereka untuk
menyatakan ingin bergabung dengan negara baru Islam dan memeluk Islam. Al-Qimni
menyimpulkan dalam bukunya Hurub Dawlat Al Rasul (Peperangan Negara Nabi) melalui
perkataan Nabi yang dikatakannya di hari² menjelang kematiannya, “Allâh memberikan
kemenangan² bagiku melalui teror (usaha membuat takut), dan memberikan padaku harta²
jarahan perang” (ibid: 553, mengutip dari Ibn Kathir, hal. 197).
24
Bab 3 – Peperangan di Masa Awal Negara Islam
Jumlah peperangan di masa awal Negara Islam adalah banyak. “Ibu dari Segala Sumber Literatur
Islam” menjabarkan dengan detail setiap perang. Untuk menghindari detail² mengerikan, maka
kucantumkan daftar perang keji yang dilakukan Muhammad dan umatnya. Muhammad berkata,
“Aku telah diperintahkan untuk memerangi orang² sampai mereka berkata “tiada illah lain selain
Allâh dan Muhammad adalah Rasul Allâh”, melakukan sholat, dan bayar zakat. Jika mereka
melakukan itu, maka nyawa dan harta mereka selamat.” (Sahih Muslim, #0033, dan Sahih al-
Bukhari, volume 1, #387).
Ini adalah isi surat Nabi Muhammad pada Julanda bersaudara yang disampaikan oleh utusan
Nabi yakni ‘Amr bin al-‘As al-Sahmi dan Abu Zaid al-Ansari:
Damai beserta dia yang mengikuti jalan yang benar! Aku memanggil kau untuk memeluk Islam.
Terimalah panggilanku, dan kau tak akan dilukai. Aku adalah Rasul Allâh bagi umat manusia,
dan dunia harus bebas dari para pengacau. Jika kau menerima Islam, aku akan beri kau
kekuasaan. Tapi jika kau menolak Islam, kekuasaanmu akan hilang, kuda²ku akan bertambat di
daerahmu dan nubuatku akan terjadi terhadap kerajaanmu.
• 623 – Perang al-Nakhala
• 623 - Perang Waddan
• 623 - Perang Safwan
• 623 - Perang Dul-Ashir
• 624 - Muhammad mulai menyerang kafilah², suku² Arab dan Yahudi
• 624 - Perang Badr
• 624 - Perang Bani Salim
• 624 – Perang Zee Amr
• 624 - Perang Bani Qainuqa
• 624 - Perang Sawiq
• 624 - Perang Ghatfan
25
• 624 - Perang Bahran
• 625 - Perang Uhud
• 625 – Perang Dumatul Jandal.
• 625 - Perang Humra-ul-Asad
• 625 - Perang Banu Nudair
• 625 - Perang Dhatur-Riqa
• 626 - Perang Badru-Ukhra
• 626 - Perang Banu Mustalaq
• 627 – Perang Parit/Khandaq
• 627 - Perang Ahzab
• 627 - Perang Bani Quraiza
• 627 - Perang Bani Lahyan
• 627 - Perang Ghaiba
• 627 - Perang Khaibar
• 628 – Perang Humain.
• 628 - Muhammad menandatangani Perjanjian Hudaybiyah dengan suku Quraish.
• 630 - Muhammad menaklukkan Makka.
• 630 - Perang Hunayn
• 630 – Usaha menyerang Tabuk
• 632 - Muhammad wafat
• 632 - Abu-Bakr, Kalifah pertama, bersama dengan Umar, Kalifah kedua, meneruskan
penyerangan militer untuk menaklukan Arabia di bawah Islam.
• 633 - Perang Oman
• 633 - Perang Hadramaut
• 633 - Perang Kazima
• 633 - Perang Walaja
• 633 - Perang Ulleis
• 633 - Perang Anbar
• 634 - Perang Basra
• 634 - Perang Damascus
• 634 - Perang Ajnadin
• 634 - Kalifah Abu Bakr wafat. Umar Ibn al-Khattab jadi Kalifah kedua
• 634 - Perang Namaraq
• 634 - Perang Saqatia
• 635 - Perang Jembatan
• 635 - Perang Buwaib
• 635 - Penaklukan Damascus
• 635 - Perang Fahl
• 636 - Perang Yermuk
• 636 - Perang Qadsiyia
• 636 - Penaklukan Madain
• 637 - Perang Jalula
• 638 - Perang Yarmouk
• 638 – Tentara Muslims menaklukan tentara Romawi dan masuk ke Yerusalem
• 638 - Penaklukan Jazirah
• 639 - Penaklukan Khuizistan dan Usaha Menyerang Mesir
• 642 - Perang Sinar di Persia
• 643 - Penaklukan Azarbaijan
• 644 - Penaklukan Fars
• 644 - Penaklukan Kharan.
• 644 - Umar dibunuh. Uthman Ibn ‘Affan jadi Kalifah ketiga
• 647 - Penaklukan pulau Cypress
26
• 648 – Perang terhadap Byzantium
• 651 – Perang Naval melawan Byzantium.
• 654 - Islam menyebar ke Afrika Utara
• 656 - Uthman dibunuh. Ali jadi Kalifah keempat
• 658 - Perang Nahrawan
• 659 – Perang Mesir
• 661 - Ali dibunuh
• 662 - Mesir jatuh dalam kekuasaan Islam
• 666 - Sisilia diserang Muslim
• 677 - Pengepungan atas Constantinople
• 687 - Perang Kufa
• 691 - Perang Deir ul Jaliq
• 700 - Perang Afrika Utara
• 702 - Perang Deir ul Jamira
• 711 – Muslim menyerang Gibraltar
• 711 – Penaklukan Spanyol
• 713 - Penaklukan Multan
• 716 - Perang Konstantinopel
• 732 - Perang Tours di Perancis
• 740 - Perang Nobles.
• 741 - Perang Bagdoura di Afrika Utara
• 744 - Perang Ain al Jurr.
• 746 - Perang Rupar Thutha
• 748 - Perang Rayy.
• 749 - Perang Isfahan
• 749 - Perang Nihawand
• 750 - Perang Zab
• 772 - Perang Janbi di Afrika Utara
• 777 - Perang Saragossa di Spanyol
PEPERANGAN NEGARA NABI SETELAH KAFILAH
UTHMAN [23]
[23] Timeline of Islamic History, 7th Century, “Wikipedia” Answers.com
http://www.answers.com/topic/timeline-of-islamic-history-7th-century
• 656 - Uthman dibunuh. Ali ibn Abi Talib menjadi Kalifah keempat.
• 656 - Perang Onta. (Tentara Ali vs. tentara Aisyah).
• 657 - Ali memindahkan ibukota dari Medina ke Kufa di Iraq, 170 km sebelah selatan Baghdad.
• 657 - Perang Siffin
• 658 - Perang Nahrawan.
• 659 - Mesir ditaklukkan oleh Muawiyah I.
• 660 - Ali menguasai kembali Hijaz dan Yemen dari kekuasaan Muawiyah.
Muawiyah I mengumumkan sebagai Kalifah di Damascus.
• 661 - Ali dibunuh. Digantikan oleh anaknya Hasan bin Ali dan pengikutnya. Muawiyah jadi
satu²nya Kalifah.
• 662 - Muslim Kharijit memberontak
• 666 - Penyerangan atas Sicily
• 670 - Maju terus ke Afrika Utara. Uqba bin Nafe menemukan kota Qairowan di Tunisia.
Penaklukan atas Kabul.
• 672 - Penaklukan kota Rhodes. Penyerangan atas Khurasan.
• 674 - Tentara Muslim menyebrang ke Oxus. Bukhara menjadi negara kapal.
27
• 677 - Penaklukan Samarkand dan Tirmiz. Pengepungan atas Konstantinopel.
• 680 - Muawiyah wafat. Yazid I jadi Kalifah.
• 680 - Perang Karbala dan Husayn bin Ali dibunuh.
• 682 - Dari Afrika Utaram Uqba bin Nafe menyebrang samudra Atlantis dan diserang tiba² dan
dibunuh di Biskra. Muslim meninggalkan Qairowan dan mundur ke Burqa.
• 683 - Yazid wafat. Muawiya II jadi Kalifah.
• 684 - Abd Allah ibn Zubayr mengumumkan diri sebagai Kalifah di Mekah. Marwan I jadi
Kalifah di Damaskus. Perang Marj Rahat.
• 685 - Marwan I wafat. Abd al-Malik jadi Kalifah di Damaskus. Perang Ain ul Wada.
• 686 - Mukhtar mengumumkan diri sebagai Kalifah di Kufa.
• 687 - Perang Kufa antara pasukan Mukhtar and Abd Allah ibn Zubayr. Mukhtar dibunuh.
• 691 - Perang Deir ul Jaliq. Kufa jatuh ke tangan Abdul Malik.
• 692 - Mekka jatuh. Kematian ibn Zubayr. Abdul Malik jadi satu²nya Kalifah
• 695 - Muslim Kharijite memberontak di Jazira dan Ahwaz. Perang
Karun. Penyerangan atas Kahina di Afrika Utara. Tentara Muslim lagi² mundur ke Barqa.
Tentara Muslim memasuki Tranoxiana dan menduduki Kish.
• 700 - Penyerangan terhadap kaum Berber di Afrika Utara.
• 711 - Muslim mulai menaklukan Sindh di Afghanistan.
• 717 - Muslims berusaha menguasai ibukota Byzantium dan gagal.
• 732 - Di Perang Poitiers, serangan Islam ditahan di Perancis, tapi terus masuk ke Asia dan
Afrika.
28
Bab 4 – Kalifah Abu Bakr Al-Sidiq
Abu Bakr merupakan Kalifah pertama yang menggantikan Muhammad. Dia adalah ayah dari
Aisyah, istri favorit Nabi Muhammad. Al-Qimni menulis tentang Abu Bakr dalam bukunya yang
berjudul: Shukran … Ibn Laden (Terima kasih … Ibn Laden), di bawah artikel yang berjudul
“Murtad dalam Islam.” Dia ingin membuktikan bahwa aturan murtad adalah hasil karangan
Kafilah pertama Abu Bakr untuk menyingkirkan para saingan politiknya yang menentang
kepemimpinannya. Para Muslim ahli Islam jaman sekarang bersikeras bahwa aturan murtad sah
berdasarkan hadis Sahih Al-Bukhari, dengan demikian Abu Bakr hanyalah mengikuti apa yang
ditetapkan Nabi, yakni membunuh Muslim yang murtad meninggalkan Islam. Dalam artikel ini,
al-Qimni membantah pandangan itu.
Sumber pertama bagi para ahli Islam adalah hadis di mana Nabi berkata, “Siapapun yang
meninggalkan agamanya, bunuh dia” (Qimni 2004:202). Ini adalah hadis Sahih Bukhari [24] dan
merupakan hadis terpercaya bagi umat Muslim dan para ahli Islam. Sumber kedua adalah kisah
di mana para sahabat Nabi membunuh seseorang yang meninggalkan Islam. ‘Umar Ibn Al-
Khatab protes terhadap pembunuhan itu karena para sahabat tidak memberi makan orang
tersebut selama tiga hari dan tidak memintanya untuk kembali memeluk Islam sebelum mereka
membunuhnya. Sumber ketiga, yang bahkan lebih dipercaya para ahli Islam adalah Perang
Murtad yang terkenal di mana Abu Bakr sebagai Kalifah Pertama memerangi beberapa suku
Arab yang tidak mau bayar zakat setelah kematian Nabi. Al-Qimni mempertanyakan ketiga
sumber ini dan juga mempermasalahkan penafsiran baru akan murtad yang diciptakan para ahli
Islam dari Pusat Riset Islam Universitas Al-Azhar.
Tafsir Baru Murtad
Beberapa ahli Islam Al-Azhar yang terkenal dan terpandang mengeluarkan anjuran baru akan
hukum murtad dalam Islam. Menurut anjuran ini, jika seorang Muslim murtad dan meninggalkan
umat Islam maka nasibnya terserah pada walinya. Jika kemurtadannya tidak membahayakan
29
umat Muslim maka walinya harus selalu memintanya bertobat sepanjang hidupnya dan
karenanya dia tidak usah dibunuh. Tapi jika kemurtadannya membahayakan umat Muslim maka
walinya diperbolehkan untuk membunuhnya (ibid: 199)
Penafsiran murtad yang baru ini bertentangan dengan aturan klasik Hudd [125] tentang murtad
yang disetujui oleh semua aliran Islam. Berdasarkan Syariah Islam, Muslim melakukan murtad
jika dia meninggalkan Islam dan memeluk agama lain. Murtadin harus diberi waktu tiga hari
untuk bertobat dan dibunuh di hari keempat. Dalam penafsiran lama, murtadin diberi waktu tiga
hari untuk bertobat dan kembali memeluk Islam dan jika tak mau maka akan dibunuh di hari
keempat. Tapi dalam penafsiran baru terdapat dua jenis tindakan murtad dan masing² jenis
mendapat penanganan yang berbeda. Dalam kasus pertama: Muslim meninggalkan Islam dan
memeluk agama lain tapi tindakannya tidak membahayakan Islam dan umat Muslim sehingga
walinya tidak perlu membunuhnya. Tapi jika murtadin membahayakan Islam dan umat Muslim,
maka walinya harus membunuhnya. Bagi Qimni, penafsiran baru oleh ilmuwan Al-Azhar ini
bertujuan untuk menyingkirkan para pemikir liberal sekuler di Mesir dan menghalalkan
pembunuhan atas Faraj Foda.
Sumber aturan murtad pertama berasal dari Sahih Bukhari yang “dianggap sebagai buku Islam
yang paling dipercaya setelah Qur’an” (ibid:202). Al-Qimni menolak hadis ini atas beberapa
alasan. Pertama, jika memang betul Nabi yang mengatakan isi hadis itu maka mengapa Kalifah
Abu Bakr tidak menyinggung hal ini tatkala ‘Umar Ibn Al-Khattab dan beberapa sahabat Nabi
lainnya tidak setuju dengan keputusan Abu Bakr melakukan Perang Murtad? (ibid: 205).
Terlebih lagi, jika hadis itu memang benar² ada mengapa para sahabat tersebut berani menentang
perintah Nabi bunuh murtadun? Dari pemikiran ini, Qimni mengambil kesimpulan bahwa isi
hadis ini hanyalah hasil karangan di masa selanjutnya. Qimni juga menolak sumber kedua yang
berdasarkan kisah ‘Umar, dengan alasan yang sama.
Tentang Peperangan Murtad di jaman Kalifah Pertama Abu Bakr, ‘Umar Ibn Al-Khattab berkata,
“Kekalifahan Abu Bakr merupakan suatu kesalahan, semoga Allâh melindungi umat Muslim
dari kejahatan kekalifahan tersebut dan jika ada orang lain yang mencoba mengulangi kesalahan
kekalifahan itu, maka dia harus dibunuh” (ibid: 213). Tampaknya, ‘Umar menentang tindakan
Abu Bakr membunuhi masyarakat suku² Arab yang menolak kepemimpinannya dan caranya dia
dipilih jadi Kalifah pertama. Menurut Qur’an, pemilihan pemimin harus dilakukan melalui Shura
(setiap suku ditanyai pendapatnya dan harus mendapatkan persetujuan mereka). Sewaktu Abu
Bakr jadi Kalifah pertama, banyak suku² yang tidak diberitahu dan mereka yang menolak
dituduh sebagai murtad dan lalu dibunuh. Al-Qimni menyinggung satu kejadian di mana ketua
suku² Khazrig yang sangat tua dan tidak bisa jalan lagi, tidak mau mengakui kekalifahan Abu
Bakr. ‘Umar jadi jengkel terhadap ketua suku tersebut dan menginjak tubuhnya sewaktu dia
berbaring di lantai saat berbicara bersama ‘Umar dan Abu Bakr. Ada pula pemimpin lain yang
menolak mengakui kekalifahan Abu Bakr dan melarikan diri ke Syria. Abu Bakr mengirim
seseorang untuk membunuhnya. Beberapa sumber Islam lain mengatakan bahwa jin telah
membunuhnya karena dia buang air kecil di sebuah tembok dan berdiri di atas kaki jin itu. Al-
Qimni mengatakan banyak Muslim ahli Islam jaman sekarang yang masih percaya cerita
takhayul seperti itu.
Menurut al-Qimni, peperangan yang dikobarkan Abu Bakr bertujuan untuk menundukkan suku²
Arab yang tidak mau menerimanya sebagai Kalifah setelah kematian Nabi karena mereka tidak
diminta pendapatnya terlebih dahulu dan karenanya mereka berhenti bayar zakat. ‘Umar dan
beberapa sahabat protes terhadap peperangan ini karena masyarakat suku² tersebut masih
Muslim dan membunuh mereka tentunya bertentangan dengan Hadis Nabi di mana dia
mengatakan “Aku telah diperintahkan untuk memerangi orang² sampai mereka mengaku tiada
illah lain selain Allâh dan Muhammad adalah Rasul Allâh” (ibid: 214). Selama Perang Murtad,
30
para tentara Kalifah “melakukan perbuatan kriminal mengerikan karena menenggelamkan para
Muslim di dalam sumur², mendorong mereka dari gunung² yang tinggi, dan membakar yang lain
dengan api” (ibid). Al-Qimni mengisahkan bagaimana komandan tentara Islam yakni Khalid
Ibn Al-Walid, salah satu orang yang dijanjikan surga oleh Nabi, telah membunuh ketua
suku Kana’a karena memiliki istri yang cantik jelita. Ketua suku dan masyarakatnya
memberitahu Khalid bahwa mereka adalah Muslim. Untuk membuktikan bahwa mereka beriman
pada Islam, mereka memberitahu Khalid bahwa mereka baru saja melakukan sholat maghrib.
Khalid memerintahkan mereka untuk menyerah dan meletakkan pedang² mereka dan berjanji
untuk negosiasi setelah itu. Ketika masyarakat Kana’a telah menyerah, Khalid memerintahkan
tentaranya untuk membunuh mereka. Menurut al-Qimni, tujuan Khalid membunuh ketua suku
Kana’a adalah karena dia menginginkan istrinya yang cantik. Khalid meniduri wanita ini di
malam yang sama Khalid membunuh suaminya dan ini berarti dia melanggar Qur’an karena
dia tidak menunggu masa ‘Ida (tiga bulan dan sepuluh hari). Ketika Khalid kembali ke Medina,
‘Umar menemuinya dan berkata padanya, “Kau telah membunuh Muslim dan mengambil
istrinya. Aku bersumpah demi Allâh aku akan merajam kamu sampai mati” (ibid: 217). Akan
tetapi, Kalifah Abu Bakr tidak menganggap Khalid berzinah dan karenanya Khalid tidak perlu
dirajam. ‘Umar tidak menerima keputusan Abu Bakr dan berkata pada Khalid, “Kau adalah
musuh Allâh karena kau telah membunuh seorang Muslim dan memperkosa istrinya” (ibid).
Bagi al-Qimni, orang² seperti Khalid dan Abu Bakr tidak layak dihormati karena pelanggaran²
yang mereka lakukan. Al-Qimni lalu menjelaskan bahwa sejarah peperangan ini lalu dipalsukan
dan diajarkan pada anak² sekolah sebagai peperangan yang benar (ibid 219). Peperangan ini
merupakan peperangan politik dan bertujuan untuk memaksa suku² Arab mengakui Kalifah Abu
Bakr, yang sebenarnya dipaksakan pada mereka. Dengan begitu, Muslim manapun yang protes
terhadap kepemimpinan Abu Bakr lalu dituduh sebagai murtadin dan layak dibunuh, istrinya
dirampas, uangnya dirampok, dan anak²nya dijual sebagai budak di pasar budak (ibid 248).
Keputusan Abu Bakr ini “sangat mengerikan dan merupakan hukum teroris yang sampai hari
tetap berlaku di Syariah Islam dengan merampas iman orang², mencekik leher² mereka,
mempermalukan wanita² mereka, menghancurkan kehormatan mereka, memperbudak anak²
mereka, dan merampas uang dan kekayaan mereka” (ibid: 250). Tiada ahli Muslim yang berani
mengatakan pada para Muslim bahwa “para sahabat Nabi protes terhadap keputusan Kalifah, dan
diantara mereka adalah ‘Umar Ibn Al-Khatab meskipun ‘Umar menarik kembali protesnya
ketika dia mengucapkan “Aku melihat Allâh meletakkan keputusan dalam hati Abu Bakr dan
aku lalu tahu itu merupakan hal yang benar” (ibid:251). Al-Qimni menyimpulkan bahwa,
“kebanyakan keputusan dibungkus sebagai perintah illahi untuk menjadi pedang bagi leher para
Muslim, padahal keputusan itu dibuat oleh manusia biasa saja. Contohnya, Al-Bukhari memilih
sebagian hadis sebagai Sahih dan menolak hadis lainnya karena berdasarkan alasan perasaannya
menentukan yang mana hadis yang benar dan yang salah. Dengan demikian, al-Bukhari telah
berperan sebagai tuhan dan pengarang buku illahi yang disetujui semua ahli Islam sebagai buku
yang paling dipercaya setelah buku Allâh”(ibid).
Penafsiran baru Hukum Murtad oleh ilmuwan Al-Azhar berarti, “dapat mengartikan hasil
penyelidikan ilmiah ahli Islam manapun sebagai tindakan kriminal, melarang pemikiran baru
apapun, sehingga akal ini tidak boleh berpikir, dan ketika kau melakukan penyelidikan dan
mendapatkan kesalahan dalam Syariah, maka kau dengan cepat lalu dituduh murtad dan darahmu
jadi halal, hanya karena kau telah menemukan kesalah dari hukum itu dan kesalahan penerapan
hukum dan juga hakim pelaku hukum” (ibid: 252). Al-Qimni menunjuk pada tiga peristiwa baru²
ini di mana para ahli Islam menggunakan Hukum Murtad untuk mencegah para pemikir Islam
mengulas pandangan mereka akan Islam.
Kejadian pertama adalah pembunuhan pemikir liberal Muslim Mesir yakni Dr. Faraj Foda.
31
Salah seorang ahli Islam Al Azhar bernama Dr. Mahmoud Mazroat berkata “siapapun yang
mencoba mencegah Syariah Allâh dan ingin menerapkan hukum buatan manusia adalah seorang
murtad dan halal bagi umat Muslim untuk memilih siapapun untuk melaksanakan Hudd bagi
murtadin tersebut” (ibid: 208). Karena Fatwa ini dan banyak Fatwa lainnya yang dikeluarkan
para ahli Al-Azhar, Dr. Faraj Foda dibunuh di tahun 1992 oleh sekelompok Muslim fanatik.
Kejadian kedua terjadi pada diri al-Qimni sendiri. Sebuah Fatwa dari editor koran Islam The
Truth (Kebenaran) dikeluarkan bagi al-Qimni di tanggal 8 Mei, 1999. Fatwa ini menyatakan,
“Dr. Sayyid Al-Qimni berani menciptakan keraguan akan kewajiban Syariah atau kepercayaan
yang penting dalam Islam yang tidak akan diragukan oleh Muslim manapun, kecuali jika orang
itu adalah murtadin. Dia menyangkal Sunnah Nabi dan orang yang berani menyangkal hal itu
adalah Kafir dan hal ini disetujui oleh berbagai ahli Islam” (ibid: 209). Karena Fatwa ini al-
Qimni mengalami banyak penindasan dan penyerangan dari pihak hukum, Muslim fanatik, dan
para ahli Islam Al-Azhar.
Kejadian ketiga berhubungan dengan ahli Islam Al-Azhar Nasr Hamid Abu Zayd yang berbeda
dengan kebanyakan ahli Islam Al-Azhar dalam segala hal. Nasr Hamid Abu Zayd merupakan
seorang Mujtahdin (ahli Islam, dipercaya layak menafsirkan Syariah) terbaik diantara para ahli
Islam Al-Azhar. Akan tetapi, karena pandangan barunya akan Islam, maka “polisi menyerang
rumahnya dan merampas semua tulisan dan penanya karena dianggap berbahaya bagi
ketenangan negara Mesir” (ibid).
Al-Qimni menyimpulkan penjelasannya yang panjang lebar tentang murtad dengan mengatakan
“berdasarkan apa yang kami ungkapkan, menuduh Muslim sebagai murtadin karena dia
menyangkal satu dari kewajiban Islam, merupakan tindakan hukum teror, di tangan teroris,
digunakan oleh teroris, dan dilakukan oleh teroris” (ibid: 239). Dengan demikian, al-Qimni
menganggap bahwa Hukum Murtad Islam adalah hukum teroris untuk mengontrol dan meneror
siapapun yang berani menolak sebagian hukum fundamental Islam dalam Syariah. Pada
kenyataannya, banyak pandangan fundamental yang tidak berasal dari Islam karena tidak
terdapat dalam Qur’an atau Sunah. Aturan fundamental Islam ini diciptakan oleh para Kalifah
dan diterapkan oleh para ahli Islam untuk menghalalkan pembunuhan terhadap siapapun yang
tidak setuju dengan mereka. Oleh karenanya, tindakan mereka bertentangan dengan Islam itu
sendiri.
Al-Qimni menyalahkan Abu Bakr, Kalifah Pertama, karena tidak mengijinkan Fatima
putri Nabi mewarisi kekayaan ayahnya setelah Nabi wafat. Abu Bakr mengaku mendengar
Nabi berkata, “Kami para Nabi tidak menyerahkan harta warisan kami pada keluarga kami” (Al-
Qimni 2004: 242). Selain Abu Bakr, tiada seorang pun yang mengaku mendengar hadis ini
dari Nabi. Jadi satu²nya sumber hadis ini adalah Abu Bakr sendiri. Al-Qimni berkata secara
sarkastik bahwa mungkin Abu Bakr mendengar hadis ini ketika dia berduaan saja dengan Nabi
dalam sebuah gua. Selain hadis ini, Abu Bakr mengisahkan hadis satu lain yang menghalalkan
keputusannya untuk mewarisi tanah² milik Nabi sebelum Nabi wafat. Ketika Ali dan Fatima
datang menemui Abu Bakr untuk meminta tanah² milik Nabi sebagai warisan bagi mereka, Abu
Bakr mengaku mendengar Nabi berkata, “jika Allâh memberi makan seorang Nabi, Dia
menyerahkan makanan bagi orang yang berkuasa setelah Nabi itu” (ibid, hal. 243). Dan orang
yang berkuasa setelah Nabi wafat tentunya adalah Abu Bakr. Al-Qimni mengutip perdebatan
antara Fatima dan Kalifah Abu Bakr, yang tercantum dalam kitab Tabaqaat dari Ibn Sa’ad [26]:
[26] Kitab Tabaqaat dari Ibn Sa’ad merupakan salah satu tafsir Qur’an, kumpulan Hadis yang paling
terpercaya dalam literatur Islam. Ibn Sa’ad hidup di jaman Kalifah² dan pemimpin awal Islam.
Fatima: Siapakah yang mewarisi harta milikmu setelah kau mati?
Abu Bakr: Putraku dan keluargaku.
32
Fatima: Kalau begitu, mengapa kau mewarisi harta Nabi dan bukan kami yang mewarisinya?
Abu Bakr: Wahai putri Rasul Allâh, aku tidak mewarisi emas dan perak dari ayahmu.
Fatima: Dan bagianmu dari Khaybar dan tanah² milik ayahku.
Abu Bakr: Aku mendengar Nabi berkata, “Kami para Nabi, tidak mewariskan harta kami pada
keluarga kami.”
Fatima: Allah telah berkata dalam bukuNya “Sulaiman mewarisi harta Daud.”
Ketika Fatima menyadari bahwa Abu Bakr tidak akan menyerahkan harta Nabi padanya, Fatima
datang ke mesjid untuk menghadapi Abu Bakr di depan para Muslim Al-Ansar atau Muslim
Medina dan mengucapkan pesan yang panjang lebar dan berakhir dengan kata² “perangi imam²
Kafur [27] yang tak beriman sampai mereka tobat” (ibid, hal. 244). Yang dimaksud Fatima
sebagai imam² adalah Abu Bakr dan ‘Umar karena mereka tidak mengijinkan Fatima mewarisi
harta dan tanah Nabi.
[27] Kafur = kafir, yakni orang² yang tak beriman pada Islam.
Al-Qimni menerangkan bahwa Fatima wafat di usia 30 tahun, hanya enam bulan setelah
kematian ayahnya. Fatima tidak pernah mengeluh sakit apapun sebelumnya, dan penyebab
kematiannya pun tak diketahui. Karena alasan ini, al-Qimni menduga bahwa Abu Bakr
membunuh Fatima sama seperti yang dilakukannya terhadap pemimpin² suku² Arab
Muslim yang menentangnya.
====================================
Ini tambahan keterangan tentang pertikaian Fatima dan Abu Bakr berkenaan tentang harta
warisan Nabi.
Sahih Bukhari Volume 4, Book 53, Number 325
Dikisahkan oleh Aisyah:
Setelah kematian Rasul Allâh, Fatima putri Rasul Allâh meminta Abu Bakr As-Siddiq untuk
memberikan bagian warisannya yang diterima Rasul Allâh dulu sebagai Fai (jarahan perang
yang didapat tanpa peperangan karena kafir melarikan diri) yang diberikan Allâh pada Nabi. Abu
Bakr berkata pada Fatima, “Nabi suci SAW berkata, ‘Kekayaan kami tidak boleh diwariskan,
apapun yang kami (para Nabi) tinggalkan adalah Sadaqa (digunakan jadi sedekah).” Fatima,
putri Rasul Allâh jadi marah dan tidak mau lagi berbicara pada Abu Bakr, dan terus berlaku
demikian sampai dia mati. Fatimah tetap hidup sampai enam bulan setelah kematian Nabi suci
SAW.
33
Bab 5 – Kalifah ‘Umar ibn al-Khattab
Muhammad wafat sebelum mampu mewujudkan impiannya untuk merampok dan menjarah
kekayaan, wanita² dan anak² di luar wilayah Arabia. Pengganti Muhammad yang pertama yakni
Abu Bakr juga wafat sebelum bisa mewujudkan impian Nabi. Kalifah Abu Bakr menghabiskan
dua tahun masa kekuasaannya untuk menaklukkan suku² Arab yang dituduh murtad dari Islam
setelah Nabi wafat. Akan tetapi, di masa Kekalifahan Kedua ‘Umar bin Al-Khattab (10 tahun)
dan masa Kekalifahan Ketiga Uthman ibn ‘Affan (13 tahun), dunia non-Arab diserang tentara
Muslim dan para sahabat Nabi mewujudkan impian Nabi.
Di masa pemerintahan Kalifah Umar, tentara Muslim menyerang banyak negara dan mencapai
daerah Asfahan di Iran sampai Tripoli di Libya.
1. Di tahun 14 H (14 Hijriah = 635 M), Damaskus, Hams, Balabak dan al-Basra diserang
dan ditaklukan.
2. Di tahun 15 H (636 M), Yordania diserang dan tentara Muslim mengalahkan tentara
Romawi di Perang al-Yarmuk, dan menaklukan Persia di Perang al-Qadisia.
3. Di tahun 16 H, tentara Muslim menyerang al-Ahwaz dan al-Madain di Perang Jawala,
dan Kaisar Persia kalah dan melarikah diri di Perang Yazidiger. Di tahun yang sama
Takrit di sebelah selatan Irak diserang, dan tentara Muslim juga menyerang Qansarin,
Halab, Antakia, Soroog, dan Qirqasa.
4. Di tahun 18 Hijriah, Jawan, al-Rahad, Simisa, Haran, Nasibien, al-Mawsil, dan al-Jazeera
diantara Iraq and Syria diserang dan dijarah.
5. Di tahun 19 Hijriah, sebagian tanah kekuasaan Caesar ditaklukan.
6. Di tahun 20 H, tentara Muslim menyerang sebelah barat Mesir dan kota Tastar di Iran.
7. Di tahun 21 H, tentara Muslim menyerang Alexandria di Mesir, Nahawand di Iran, dan
Barqah di Libya.
8. Di tahun 22 H, tentara Muslim menyerang Azerbaijan, al-Dinior, Masibzank, Hazan, al-
Rai, dan Asker dan Qamwams di Asia Tengah, dan Tripoli di Libya.
9. Di tahun 23 H, Kalifah Umar dibunuh, tentara Muslim menyerang Kerman, Sajistan,
Makran, dan Isfahan.
34
Dalam pertempuran berdarah ini, ribuan kafir dibunuh oleh tentara Muslim. Banyak para wanita
yang diperkosa dan banyak anak² yang diperbudak. Banya rumah² yang dibakar, dijarah, dan
ribuan keluarga dihancurkan. Para Muslim merampoki dan menjarahi kekayaan daerah² tersebut,
membagi-bagi kekayaan, para wanita, dan anak² diantara mereka sendiri. Mereka tidak ingin
berkhotbah tentang Islam, tapi hanya ingin merampok, memperbudak, dan memperkosa. Hal ini
mengingatkan kita akan perkataan Yesus tentang Setan di mana dia berkata, “Pencuri (Setan)
datang hanya untuk mencuri, untuk membunuh dan untuk merusak. Tetapi Aku datang untuk
memberi kehidupan dan hidup yang berkelimpahan.” Untuk mengetahui seberapa besar
kerusakan dan kehancuran yang dilakukan para Mulsim Mujahidin terhadap negara² yang
mereka serang, mari baca keterangan penulis sejarah Islam al-Tabari di buku²nya yang berjilidjilid
banyaknya, yang berjudul al-Tarik atau Sejarah. Salah satu tentara Muslim Arab yang
bernama Mahafaz mengisahkan pengalamannya dalam peperangan itu. Di tahun 16 H, dia ikut
dalam Perang Jawala di Iran. Dia berkata, “Kami memasuki kota dan aku melihat wanita yang
bagaikan seekor kijang dalam kejelitaannya dan wajahnya bercahaya bagaikan matahari. Aku
ambil dia dan bajunya dan dia jadi Jariah atau ‘budak wanita’ milikku.” (al-Tabari, volume 4, hal.
26-27).
Tujuan peperangan dan penyerangan ini tidak hanya untuk memperbudak dan memperkosa para
wanita di negara² tersebut, tapi juga untuk merampok harta kekayaan. Dalam beberapa tahun saja,
para sahabat Nabi jadi begitu kayaraya sehingga kekayaan mereka berjumlah jutaan dinar.
Beberapa contoh berikut menunjukkan berapa banyak harta yang dirampas para sahabat Nabi
dari negara² yang mereka serang.
1. Ketika Kalifah ketiga Uthman dibunuh, dia memiliki ‘ribuan atas ribuan’ dan lima ratus
rib dirham dan seratus ribu dinar. Hal ini sama dengan kekayaan jaman modern jutaan
dollar AS.
2. Al-Ziabri ibn al-Awam memiliki harta sebanyak limapuluh dari ribuan atas ribuan dirham
dan dua ratus ribu dinar. Selain itu dia punya banyak perumahan di Alexandria, Basra,
dan Kufa. Ketika dia mati, dia meninggalkan sebuah taman yang besar yang berharga
ribuan atas ribuan dan enam ratus ribu dinar.
3. Abd el-Rahman ibn Awof ketika wafat meninggalkan emas yang dipecah-pecahkannya
dengan menggunakan kampak.
4. Sa’ad ibn Abi Waqas meninggalkan harta sebanyak dua ratus dan limapuluh ribu dirham.
5. Ibn Masood meninggalkan harta sebanyak sembilan puluh ribu dirham.
6. Talha bin Abdi Allâh memiliki cincin emas yang bertakhtakan berlian. Nafkahnya seharihari
datang dari tanahnya di Irak yang menghasilkan uang sebanyak seribu dirham atau
empat ratus atau lima ratus dirham setiap tahun. Ketika dia wafat, dia meninggalkan dua
ribu dan dua ratus ribu dirham dan dua ratsu ribu dinar. Selain itu, dia memiliki ratusan
kendi penuh dengan emas.
7. Umar bin al-A’as meninggalkan harta sebanyak tujuh puluh kendi berisi emas murni.
Ketiak dia hampir mati, dia menawarkan emasnya pada putra²nya tapi mereka
menolaknya karena yakin harta itu dimiliki melalui cara yang tidak benar.
8. Ketika Zayd wafat, dia meninggalkan emat yang dipotong-potong dengan kampak.
(Tabaqat dari ibn Sa’ad, hal. 53, 76, 77, 157; al-Masoodi dalam buku Murouj al-Zahab,
volume 1, hal. 544-545, Khitat al-Maqarizi, volume 1, hal. 140, 564).
Pembunuhan Kalifah ‘Umar
‘Umar seringkali memperingatkan gubernur² Muslimnya untuk tidak mengirim budak apapun
atau mualaf manapun ke ibukota negara Islam di Medina. Dia takut bahwa orang² yang
kehilangan istri, anak, dan sanak keluarga gara² diserang Muslim akan balas dendam
terhadapnya. ‘Umar menyebut orang² non-Arab dengan sebutan ‘Alwoj yang berarti kotor atau
35
najiz. Di dalam setiap suratnya pada para gubernurnya, dia memerintahkan agar mereka
menjauhkan para ‘Alwoj dari dia. Meskipun demikian, salah satu ‘Alwoj ini berhasil datang ke
Medina dan membunuh ‘Umar dalam usaha balas dendam atas kehancuran keluarganya.
Abu Loloa adalah seorang Persia yang jadi tawanan perang Muslim di kota Nahawand,
Persia. Tentara Arab Muslim menghancurkan rumahnya, keluarganya, anak²nya, dan negaranya,
padahal masyarakat Iran tidak pernah mengganggu umat Muslim sama sekali. Setelah Abu Loloa
kehilangan segalanya, dia dijadikan budak milik majikan Muslimnya yakni al-Muqirah bin
Sha’ba. Untuk alasan tertentu, al-Muqirah mengirim Abu Loloa ke Medina. Ketika Abu Loloa
masuk Medina, dia sedih sekali melihat anak² Persia dan negara² lain memenuhi jalanan Medina.
Dia mencari anak²nya sendiri diantara mereka tapi tak mendapatkannya. Tangisan anak² ini
membuat hatinya semakin hancur. Menurut Ibn Sa’ad, “Abu Loloa sering menemui anak²
tawanan perang dan dia menangis tiap kali dia melihat mereka dan mengusap kepala mereka
dengan tangannya, dan dia berkata, ‘Orang² Arab memakan hatiku.’ Maka dia membunuh ‘Umar
atas pembalasan bagi yang dilakukan ‘Umar terhadap para tawanan perang.” (Ibn Sa’ad, al-
Tabaqat al-Kubara, volume 3, hal. 271). Abu Loloa membunuh Kalifah ‘Umar di dalam mesjid
saat sholat subuh. Dia berpura-pura jadi Muslim dan masuk mesjid untuk sholat di belakang
Kalifah ‘Umar. Saat Kalifah ‘Umar dan umat Muslim sedang berlutut dalam bersholat,
Abu Loloa maju dan menusuk mati ‘Umar.
Setelah pendahuluan singkat tentang kepemimpinan ‘Umar, mari kita kembali pada al-Qimni dan
apa pendapatnya tentang ‘Umar. Al-Qimni menyalahkan ‘Umar ibn al-Khattab, sang Kalifah
kedua, karena melarang apa yang diijinkan dalam Qur’an. Qur’an mengijinkan praktek nikah
Muta’a (nikah sementara atau nikah untuk senang² saja) (Q 4:24), tapi Kalifah ‘Umar
melarangnya dan mengancam menghukum siapapun yang berani melakukan hal itu (Al-Qimni
2004: 236). Ketika Nabi hampir meninggal, Nabi meminta pengikutnya untuk memberinya
sebuah kertas agar dia menulis surat untuk mencegah umat Muslim menyeleweng dari aturan
Islam. ‘Umar berkata, biarkan dia sendirian, dia itu gila (ibid) (*). Selain itu, setelah berkuasa
‘Umar terkenal suka menyuruh pengikutnya memata-matai rumah² orang di malam hari.
=================
(*)Adadeh: Keterangan 'Umar menuduh Muhammad xintink ini bisa dilihat pula di sini:
Succession to Muhammad (Penggantian Jabatan Muhammad).
http://en.wikipedia.org/wiki/Succession_to_Muhammad
Penyakit Muhammad yang Terakhir
Muhammad meminta ijin dari istri²nya untuk boleh menghabiskan hari² terakhirnya bersama istri
favoritnya Aisyah dan dia mati dalam keadaan kepalanya berbaring di pangkuang Aisyah.
Dikisahkan bahwa sebelum dia mati, Muhammad memberi kepercayaan besar pada Ali dengan
meminta Ali memimpin sholat² di mesjid sebagai imam - ini merupakan peranan besar dan
penting yang ditunjukkan Muhammad sendiri. Berdasarkan sejarah Islam, imam mesjid selalu
merupakan pemimpin umat Muslim; Muhammad meminta sebuah secarik kertas dan pena tapi
Umar menolaknya dan mengatakan Muhammad mengalami gangguan di kepalanya.
Keterangan lain akan hal ini bisa juga dilihat dalam berbagai hadis Sahih:
Sahih Muslim Book 013, Number 4016:
Ibn Abbas reported: When Allah's Messenger (may peace be upon him) was about to leave this
world, there were persons (around him) in his house, 'Umar b. al-Kbattab being one of them.
Allah's Apostle (may peace be upon him) said: Come, I may write for you a document; you
would not go astray after that. Thereupon Umar said: Verily Allah's Messenger (may peace be
36
upon him) is deeply afflicted with pain. You have the Quran with you. The Book of Allah is
sufficient for us. Those who were present in the house differed. Some of them said: Bring him
(the writing material) so that Allah's Messenger (may peace be upon him) may write a document
for you and you would never go astray after him And some among them said what 'Umar had
(already) said. When they indulged in nonsense and began to dispute in the presence of Allah's
Messenger (may peace be upon him), he said: Get up (and go away) 'Ubaidullah said: Ibn Abbas
used to say: There was a heavy loss, indeed a heavy loss, that, due to their dispute and noise.
Allah's Messenger (may peace be upon him) could not write (or dictate) the document for them.
terjemahan:
Ibn Abbas melaporkan: Ketika Rasul Allâh hampir meninggal dunia, ada beberapa orang di
sekitarnya di dalam rumahnya, dan 'Umar bin al-Khattab adalah salah satu dari mereka. Rasul
Allâh berkata: Mari, aku akan menulis sebuah keterangan bagi kalian, agar kalian tidak sesat
setelah ini. Mendengar itu 'Umar berkata: Sudah jelas Rasul Allâh sangat terganggu karena sakit.
Kalian sudah punya Qur'an. Buku Allâh itu sudah cukup bagi kita. Orang² di rumah itu saling
berbeda pendapat. Sebagian dari mereka berkata: Ambilkan alat² tulis agar Rasul Allâh bisa
menulis keterangan bagimu dan kamu tidak jadi sesat setelah dia wafat dan sebagian yang lain
setuju dengan apa yang dikatakan 'Umar. Tatkala mereka mulai bertengkar di hadapan Rasul
Allâh, Rasul Allâh berkata: Pergi kalian. 'Ubaidullah berkata bahwa Ibn Abbas sering
mengatakan: Ini merupakan kehilangan yang besar, benar² kehilangan yang besar karena terjadi
keributan dan pertikaian itu. Rasul Allâh tidak jadi menulis keterangan bagi mereka.
Sahih Muslim Book 013, Number 4014:
Sa'id b. Jubair reported that Ibn 'Abbas said: Thursday, (and then said): What is this Thursday?
He then wept so much that his tears moistened the pebbles. I said: Ibn 'Abbas, what is
(significant) about Thursday? He (Ibn 'Abbas) said: The illness of Allah's Messenger (may peace
be upon him) took a serious turn (on this day), and he said: Come to me, so that I should write
for you a document that you may not go astray after me. They (the Companions around him)
disputed, and it is not meet to dispute in the presence of the Apostle. They said: How is he
(Allah's Apostle)? Is he talking nonsense? Try to learn from him (this point). He (the Holy
Prophet) said: Leave me. I am better in the state (than the one in which you are engaged). I make
a will about three things: Turn out the polytheists from the territory of Arabia; show hospitality
to the (foreign) delegations as I used to show them hospitality. He (the narrator) said: He (Ibn
Abbas) kept silent on the third point, or he (the narrator) said: But I forgot that.
terjemahan:
Sa'id bin Jubair mengisahkan bahwa Ibn 'Abbas berkata: Kamis dan lalu berkata: Apakah
sekarang hari Kamis? Dia lalu menangis tersedu-sedu sampai air matanya jatuh membasahi
kerikil². Aku berkata: Ibn 'Abbas, memangnya ada apa dengan hari Kamis? Ibn 'Abbas berkata:
Penyakit Rasul Allâh jadi tambah parah di hari itu, dan dia berkata: Mari ke sini, agar aku bisa
menuliskan padamu sebuah keterangan yang mencegahmu sesat setelah aku mati. Mereka (para
sahabat di sekelilingnya) bertengkar, dan seharusnya mereka tidak bertengkar di hadapan Rasul.
Mereka berkata: Bagaimana keadaan Rasul Allâh? Apakah dia menceracau (ngomong ngawur)?
Coba belajar dari dia sekarnag. Sang Nabi berkata: Tinggalkan aku. Keadaanku lebih baik
(daripada keadaan kalian). Aku membuat tiga keinginan: Singkirkan masyarakat pagan dari
daerah Arabia; bersikap ramahlah terhadap para utusan asing seperti yang biasa kulakukan.
Penyampai kisah berkata bahwa: Ibn Abbas diam saja tentang hal yang ketiga, atau dia
(penyampai kisah) berkata: Tapi aku lupa pesan yang ketiga.
37
Sahih Muslim Book 013, Number 4015:
Sa'id b. Jubair reported from Ibn Abbas that he said: Thursday, and what about Thursday? Then
tears began to flow until I saw them on his cheeks as it they were the strings of pearls. He (the
narrator) said that Allah's Messenger (may peace be upon him) said: Bring me a shoulder blade
and ink-pot (or tablet and inkpot), so that I write for you a document (by following which) you
would never go astray. They said: Allah's Messenger (may peace upon him) is talking nonsense.
terjemahan:
Sa'id bin Jubair melaporkan dari Ibn Abbas bahwa dia berkata: Kamis, dan ada apa sih di hari
Kamis? Lalu airmatanya berjatuhan sampai membasahi pipinya bagaikan untaian permata. Dia
(pengisah) berkata Rasul Allâh berkata: Bawa padaku tulang bahu dan botol tinta (atau meja tulis
dan tinta), agar aku bisa menulis keterangan yang bisa diikuti kalian agar kalian tidak sesat.
Mereka berkata: Rasul Allâh menceracau (ngomong ngawur).
Peraturan ‘Umar
Ketika tentara Islam menyerang daerah² Kristen seperti Mesir, Yordania, Syria, Palestina, dan
Lebanon, Kalifah kedua yakni 'Umar ibn al-Khattab memaksa penduduk daerah itu untuk
menandatangani peraturan dengan Pemerintah Muslim yang menjajah mereka:
1. Kami tidak akan membangun dalam kota kami dan lingkungan perumahan kami, biara²
baru, gereja² baru, tempat² ibadah baru, dan kami pun tidak akan memperbaiki di siang
atau malam hari bangunan² itu jika rusak atau jika terletak di daerah umat Muslim.
2. Kami akan membiarkan pintu pagar kami terbuka bagi orang yang bertamu atau
pengelana. Kami akan menyediakan tempat tinggal bagi semua Muslim yang melewati
jalanan kami selama tiga hari.
3. Kami tidak akan menyediakan tempat persembunyian bagi mata² yang dicari Muslim di
dalam gereja² atau rumah² kami.
4. Kami tidak akan mengajar Qur’an kepada anak² kami.
5. Kami tidak akan menyebarkan agama kami di muka umum atau mengajak siapapun
memeluk agama kami. Kami tidak akan menghalangi siapapun anggota keluarga kami
memeluk Islam jika mereka menghendakinya.
6. Kami akan menunjukkan rasah hormat pada Muslim, dan kami akan berdiri dari tempat
duduk jika Muslim ingin duduk di situ.
7. Kami tidak akan meniru Muslim dalam memakai pakaian, turban, sepatu, atau cara
menyisir rambutnya. Kami tidak boleh bicara seperti cara mereka berbicara, dan kami
pun tidak boleh meniru cara Muslim memberi julukan hormat (kunya).
8. Kami tidak akan naik pelana, tidak akan mengasah pedang, atau mengenakan atau
membawa senjata.
9. Kami tidak akan menorehkan tulisan Arab pada tanda cap/stempel kami.
10. Kami tidak akan menjual minuman beralkohol.
11. Kami akan mencukur bagian depan kepala kami (tanda Arab yang berarti hinaan)
12. Kami akan pakai pakaian dengan cara sama dan akan selalu mengikatkan zunar di
sekeliling pinggang kami.
13. Kami tidak akan menunjukkan salib² kami atau buku² kami di jalanan atau di pasar
Muslim. Kami akan bertepuk tangan perlahan dalam gereja² kami. Kami tidak akan
menangis keras² jika ada anggota kami yang mati. Kami tidak akan menggunakan
penerang di jalanan atau pasar Muslim. Kami tidak akan mengubur jenazah kaum kami
dekat umat Muslim.
14. Kami tidak mengambil budak yang telah disediakan bagi Muslim.
15. Kami tidak akan membangun rumah yang lebih tinggi daripada rumah² Muslim.
38
16. (Ketika aku membawa surat ini pada Umar, semoga Allâh berkenan padanya, dia
menambahkan, “Kami tidak akan menyerang Muslim.”)
17. Kami menerima keadaan² ini bagi kami dan bagi masyarakat kami, dan sebagai imbalan
kami menerima keamanan.
18. Jika kami melanggar peraturan ini, kami kehilangan status dhimmi, dan kami akan
dihukum.
19. ‘Umar ibn al-Khattab memerintah: Tandatangani pernyataan mereka, tapi tambahkan dua
hal dan tetapkanlah mereka dengan tambahan persyaratan ini: “Mereka tidak boleh
menebus siapapun yang dijadikan tawanan oleh umat Muslim,” dan “Siapapun yang
menyerang Muslim dengan sengaja akan kehilangan perlindungan yang disetujui dalam
perjanjian ini.”
‘Umar Ibn dikenal umat Muslim sebagai sebagai hakim atau penguasa yang paling bijak yang
pernah ada di muka bumi. Karena alasan inilah maka dia dijuluki ‘Umar al Faruq yang berarti
‘Umar yang Bijak. Akan tetapi Aturan ‘Umar di atas tidak sesuai dengan julukan itu. Al-Qimni
mengutip keterangan Ibn Kathir bagaimana ‘Umar memutuskan masalah tuduhan zinah.
Ini merupakan kasus penting yang menunjukkan bagaimana ‘Umar ibn al-Khattab menerapkan
hukum rajam dalam kasus zinah … Kisah ini merupakan kisah sejarah terkenal dalam sejarah
Arab. Kisah ini terjadi di tahun 17 Hijriah. Tiada buku Islam yang tidak memuat kisah ini. Tiga
sahabat Nabi yang penting yakni Abi Bikra, Nafi ’a bin al-Harith, dan Shibal binMa’abad
mengaku di hadapan ‘Umar ibn al-Khattab bahwa mereka menyaksikan al-Mughirah ibn
Shu`bah berzinah dengan Um Jamil sewaktu al-Mail masuk ke dalam al-Mukahal. Para tiga
sahabat mengaku melihat perzinahan tanpa rasa malu atau takut. Ketika sahabat Nabi yang
keempat yakni Zaiad ibn Shamalah muncul, Kalifah ‘Umar meyakinkannya bahwa dia tidak
akan mengecewakan al-Mughirah ibn Shu`bah. Lalu dia menanyakan apa yang dilihat Zaiad.
Dia menjawab, “Aku melihat mereka, dan mendengar dengusan nafas yang kuat, dan kulihat dia
telungkup di atas perut dan payudara Um Jamil.”
‘Umar berkata, “Apakah kau melihat dia memasuk-keluarkan penisnya saat al-Mail masuk ke
dalam al-Mukahal?”
Dia menjawab, “Tidak. Tapi aku melihat dia mengangkat kedua kaki Um Jamil dan tubuhnya
naik turun diantara kedua kaki Um Jamil. Dan aku melihat dia melakukannya dengan sepenuh
tenaga dan aku mendengar dengusan nafas yang keras.”
‘Umar bertanya, “Apakah kau melihat dia memasuk-keluarkan penisnya saat al-Mail masuk ke
dalam al-Mukahal?”
Dia menjawab, “Tidak.”
‘Umar berkata, “Allahu Akbar.[28] Panggil al-Mughirah ibn Shu`bah kemari dan beri ketiga
saksi delapan puluh cambukan.” (ibid: 2001, mengutip dari Ibn Kathir, al-Bedyia wa al-Nihaia,
hal. 83-84).
[28] Allah Maha Besar
Untuk membuktikan tuduhan zinah dalam Islam, harus ada empat saksi yang mengaku di
pengadilan bahwa mereka menyaksikan pelaku melakukan perzinahan. Sebelum istri favorit
Nabi yakni Aisyah dituduh berzinah dengan pemuda Muslim tampan Safwan bin Al-
Muatal Al-Sulami, perzinahan bisa dibuktikan cukup dengan saksi 2 Muslim saja atau 1
Muslim + 2 Muslimah saja. Akan tetapi, setelah kasus Aisyah dan Safwan, Qur’an lalu
menambahkan jumlah saksi jadi 4 Muslim. [29]
[29] Lihat kasus “Aisyah Dituduh Berzinah” di hal. 131 → belon diterjemahin.
39
Qur’an, Sura An-Nuur (24), ayat 4:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali
dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah
orang-orang yang fasik.
Meskipun demikian, setelah kasus al-Mughirah ibn Shu`bah dan Um Jamil, Kalifah ‘Umar ibn
al-Khattab memperkenalkan penggunaan benang sebagai metoda penting dalam membuktikan
tuduhan zinah. Jadi, selain harus ada 4 saksi, Syariah menuntut saksi membawa sebuah benang
dan memasukkan benang itu diantara tubuh pezinah wanita dan tubuh pezinah pria. Jika benang
tidak berhasil melalui kedua tubuh mereka, maka hal ini membuktikan penis pria masuk ke
dalam vagina wanita. Beginilah bukti yang diminta Kalifah ‘Umar dari keempat saksi yang
memang melihat al-Mughirah ibn Shu`bah dan Um Jamil bersetubuh. Melihat cara ‘Umar
menangani kasus zinah ini, apakah ‘Umar itu layak dijuluki sebagai hakim yang paling bijak
yang pernah ada di muka bumi?
40
Bab 6 – Kalifah Uthman Ibn ‘Affan
Uthman merupakan Kalifah ketiga diantara mereka yang disebut umat Muslim sebagai Empat
Kalifah Teladan, yakni Abu Bakr, ‘Umar, Uthman, dan ‘Ali. Dalam bukunya yang berjudul Rab
Al-Zaman (Tuhan Masa Kini), di bawah artikel yang berjudul “Kita Tidak Boleh Melupakan
Sejarah dan Harus Memiliki Hikmat dan Kesadaran”, Al Qimni meluruskan tuduhan yang
mengatakan seorang Yahudi bernama Ibn Saba'a membunuh Kalifah Uthman ibn ‘Affan (ibid:
105). Menurut al-Qimni, ibn Saba'a tidak bersalah atas darah Uthman. Kalifah Utham sendirilah
yang bersalah atas kematiannya. Al-Qimni bertanya “Jikalau negara Islam itu merupakan negara
terhebat di dunia di saat Kalifah ketiga yang telah menerapkan Syariah Islam dan Hudud, dan
menegakkan ibadah dan aturan Islam, maka mengapa dia lalu dibunuh?” (Al-Qimni 1996: 105).
Al-Qimni menjawab artikel Islam yang diterbitkan di koran Al-Ihram yang menyatakan “pada
jaman Uthman, terdapat kekayaan berlimpah-ruah di Medina, sampai² Jariya (budak wanita)
dijual dengan jumlah emas yang sama dengan berat badannya” (ibid: 107). Menurut al-Qimni,
majikan Jariya yang cantik jelita itu membayar sangat mahal karena mengharapkan wanita itu
dapat memuaskannya di ranjang. Akan tetapi, pertanyaan al-Qimni yang terpenting adalah:
dari mana emas sebanyak itu dimiliki Muslim? Untuk menjawab
pertanyaan ini, al-Qimni berkata, “Emas itu datang dari negara² yang diserang dan dijarah tentara
Muslim. Sebelum emas² itu dimiliki majikan Jariya, emas² itu tersebar dalam harga seekor
kambing milik petani Mesir miskin, dalam harga gandum milik orang Iraq yang hidup dalam
gubug, dalam harga kambing milik orang Syria yang menggembalakan ternaknya di padang
rumput” (ibid). Dengan kata lain, tentara Muslim merampoki ternak dan gandum milik para
penggembala, petani, dan buruh miskin di negara² yang mereka serang dalam nama Islam. Hasil
ternak dan gandum rampokan ini dibawa ke Medina dan dijual dan hasilnya berupa emas yang
digunakan untuk membeli Jariya atau budak wanita. Dengan demikian, keringat para petani
Mesir, pedagang Irak, dan penggembala Syria dikumpulkan dan dijual dan “dituangkan dalam
satu wadah timbangan dan di wadah timbangan lainnya berdiri seorang Jariya yang
cantik jelita” (ibid). Buku² sejarah Islam menjelaskan bahwa “salah satu sahabat nabi
meninggalkan harta sebanyak lebih dari 5 juta dinar setelah dia mati dan sahabat lainnya
meninggalkan emas yang dibagi-bagi dengan kampak.” (ibid).
41
Kalifah Umar terkenal akan sikap nepotismenya. Dia mengambil harta dari perbedaharaan sosial
umat Muslim dan menyogok orang² yang menentang kekuasaannya (ibid). Dia mengirim dua
sahabat Nabi – Aba Zar al-Jaifari dan Yasir ibn Amar – ke pengasingan karena keduanya berani
menegur kebijaksanaannya (ibid). Sebelum diasingkan, Uthman terlebih dahulu menginjak-injak
Yasir dengan kakinya sampai Yasir pingsan. Yasir adalah salah seorang dari orang² Muslim yang
dijanjikan surga oleh Nabi. Uthman menunjuk Ibn Abi al-Sarah sebagai gubernur (penguasa)
Mesir sedangkan semua umat Muslim pada saat itu mengetahui bahwa ada ayat Qur’an yang
menuduh Ibn Abi al-Sarah sebagai kafir. Al-Qimni tidak menyebut apa ayat Qur’an ini, tapi
tampaknya dia mengetahui ini dari salah satu tafsir Qur’an. Dalam buku²nya, al-Qimni mengutip
penulis² Muslim terkenal dalam Umaha’at al-Kitab al-Islamia atau Ibu dari Segala Sumber
Literatur Islam, seperti misalnya Ibn Kathir, al-Tabari, Ibn Sa’ad, Al-Qurtubi, Al-Sira Al-
Halabiyah, Sirat Ibn Hisyam, Sahih Al-Bukhari, dan Sahih Muslim. Ketika al-Qimni diajukan ke
pengadilan gara² bukunya yang berjudul Rab al-Zaman (Tuhan Masa Kini), pihak penuntut
pengadilan tidak bisa menyerangnya karena semua yang ditulis al-Qimni bersumber dari buku²
literatur Islam, yang diakui kesahihannya oleh Universitas Al-Azhar.
Kembali pada kisah Uthman, al-Qimni menjelaskan bahwa ketika beberapa orang Mesir datang
ke Medina dan mengeluh pada Uthman tentang Ibn Abi al-Sarah, Uthman menghardik mereka
dan membunuh salah seorang dari mereka. Uthman juga menunjuk saudara laki tirinya yang
bernama Al-Walid Ibn Agaba sebagai gubernur Kufa, padahal umat Muslim sudah mengetahui
Al-Walid telah pernah menipu Nabi dan jadi murtadin setelah Nabi wafat. Al-Walid Ibn Agaba
sering memimpin umat Muslim sholat di Kufa dalam keadaan mabuk berat (ibid: 109). Kelakuan
Al-Walid Ibn Agaba yang tidak Islamiah ini membuat Ibn Al-Ashtar menegur Uthman dengan
keras, “Dari Malik Ibn al-Harith pada Kalifah yang korup, berdosa, benci akan Sunnah Nabi, dan
diam² menyangkal aturan Qur’an, jauhkan kami dari Walid dan Sa’ad milikmu dan dari siapapun
yang kau kirim dari rumahmu pada kami.” (ibid: 108).
Pemberontakan Muslim Mesir dikobarkan oleh Muhammad Ibn Abi Huzifa, Mohammad ibn Abi
Bakr al-Sadiq (putra Abu Bakr, Kalifah pertama), dan Yasir ibn Amar (ibid: 109). Ketiga sahabat
Nabi ini berangkat dari Medina ke Mesir untuk menggerakkan massa melawan Uhtman. Di
42
samping semua pertentangan ini, Uthman juga mengumpulkan Musahaf atau buku² berbagai
versi Qur’an (ibid: 109-110). Terdapat banyak jenis Qur’an di jaman Uhtman, yang masing²
berisi berbagai Sura dan ayat² yang berbeda dengan yang lain. Contoh singkatnya, ada Musahaf
versi Aisyah, versi Hafsa, dan versi Ibn Masud. Uthman memilih Musahaf milik Hafsa, putri
Abu Bakr sang Kalifah pertama, dan membakar semua Musahaf lainnya [30]. Perbuatan Uthman
ini menyebabkan “Ibn Masud, yang disebut sebagai sahabat sejati dan tercinta Nabi, protes berat
terhadap apa yang dilakukan Uthman pada firman Allâh” (ibid: 110). Sebagai jawabannya,
Uthman mengusir Ibn Masud keluar dari mesjid dan memerintahkan pemukulan atas dirinya
sampai tulang iganya patah (ibid). Ali bin Abi Talib, sang Kalifah keempat dan suami Fatima
(putri Nabi), tidak mau menyerahkan Musahaf miliknya, tapi Uthman merampasnya dengan
paksa. Al-Qimni menulis kesimpulan dalam artikelnya dengan pertanyaan, “Apakah peranan Ibn
Saba’a dalam hal ini dan siapakah sebenarnya yang melawan Allâh?” (ibid: 110). Apa yang
dimaksud al-Qimni adalah kebijaksanaan Uthman yang korup, nepotis, dan tercela menyebabkan
dirinya tertimpa bencana, sampai akhirnya dia dibunuh.
[30] Hal ini berhubungan dengan penjelasan al-Qimni tentang Nasikh dan Mansukh.
43
Bab 7 – Nasikh dan Mansukh
Dalam bukunya yang berjudul Al-Islamiat (Para Islamis), Al-Qimni mulai membahas Nasikh
dan Mansukh atau “Aturan Pembatalan” ayat dalam Qur’an dengan menerangkan kisah Ayat²
Setan (al-Qimni 2001: 563). Menurut al-Qimni, Nabi Muhammad berharap Allâh tidak
mewahyukan firman apapun yang bisa menyebabkan masyarakat Mekah menolaknya. Ketika
Muhammad, umat Muslim, dan para pemimpin masyarakat pagan Mekah sedang sholat di
Mesjid al-Haram, Muhammad menerima wahyu dari Allâh yang dibacakannya keras² sebagai
berikut:
Qur’an, Sura An-Najm, ayat 53: 19-20
[19] Apakah kau telah melihat Lat dan ‘Uzza?
[20] Dan yang lainnya, yang ketiga yakni (dewi) Manat?
Sang Nabi meneruskan wahyunya:
“Mereka adalah dewi² atau pemimpin² ibadah tertinggi dan berkah² mereka diharapkan”
Setelah Muhammad membacakan ayat² ini, “tiada seorang pun yang tetap berada dalam Mesjid,
baik Muslim maupun kafir yang tidak bersujud bersama sang Nabi” (ibid). Lalu Muhammad
berkata bahwa malaikat Jibril datang dan menegurnya sambil mengatakan padanya bahwa dia
melafalkan pada orang² ayat yang tidak diwahyukan Allâh padanya.
Qur’an, Sura Al-Isra’a (17), ayat 73-74
Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu
tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia.
Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit
kepada mereka,
44
Karena itu, Nabi memperbaiki ayatnya di Sura An-Najm sebagai berikut:
Qur’an, Sura An-Najm, ayat 19-22
[19] Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza,
[20] dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?
[21] Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan?
[22] Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.
Al-Qimni menjelaskan dengan terperinci reaksi para Muslim dan non-Muslim terhadap ayat²
tersebut, yang dikenal pula sebagai ayat² Gharaniq [32]. Akan tetapi, yang lebih terpenting lagi
adalah bahwa ayat² ini merupakan ayat² Qur’an, yang dirubah dan diganti oleh ayat² lain dan
sebagian ayat² tersebut hilang. Qur’an sendiri mengakui kenyataan tersebut dalam ayat² berikut:
Qur’an, Sura Al-Nahl (16), ayat 101
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal
Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: "Sesungguhnya kamu adalah
orang yang mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tiada mengetahui.
Qur’an, Sura Al-Baqarah (2), ayat 106
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Qur’an, Sura Ar-Ra’d (13), ayat 39
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di
sisi-Nya-lah terdapat Umulkitab (Lohmahfuz).
Dengan demikian, ayat² Gharaniq atau ayat² Setan itu dikatakan oleh Nabi karena niatnya sendiri
dan juga karena godaan Setan.
Qur’an, Sura Al-Hajj (22), ayat 52
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi,
melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan
terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah
menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,
Kisah ayat² Gharaniq dan sebagian ayat² Qur’an yang bertentangan satu sama lain, menyebabkan
para Muslim ahli Islam awal menetapkan aturan Nasikh (membatalkan) dan Mansukh
(dibatalkan). Terdapat tiga jenis Nasikh dan Mansukh dalam Qur’an:
1. Aturan hukum dari ayat dibatalkan tapi pelafalannya tetap berlaku.
2. Pelafalan ayat dibatalkan, tapi aturan hukumnya tetap berlaku.
3. Aturan hukum dan pelafalan ayat dibatalkan.
(ibid: 570)
1. Aturan hukum sebuah ayat dibatalkan tapi pelafalannya
tetap berlaku
Contoh terkenal dari pembatalan jenis ini adalah ayat Rajam dan ayat Menyusui Pria Dewasa.
Sebagian besar Muslim ahli Islam setuju bahwa ayat Rajam diwahyukan pada Nabi dan
kemudian diambil kembali ke surga. Dikatakan bahwa Kalifah ‘Umar ibn al-Khattab berkata,
“Kami dulu sering membaca ayat yang mengatakan jika Al-Syeikh atau orang tua dan Al45
Syeikha atau wanita tua berzinah maka rajmalha mereka sampai mati karena kenikmatan yang
mereka telah dapatkan … dan jika aku tidak khawatir orang² akan berkata ‘Umar telah
menambah ayat Qur’an, tentunya aku sudah mencantumkan ayat itu dalam Qur’an” (ibid: 573).
Akan tetapi, ayat² Qur’an yang berkenaan dengan hukum zinah saat ini tidak mengatakan hukum
rajam bagi pezinah pria atau wanita.
Qur’an, Sura An-Nisa (4), ayat 15
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi
di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian,
maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau
sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya.
Qur’an, Sura An-Nuur (24), ayat 2
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
Meskipun demikian, hukum Syairan tetap menetapkan hukuman rajam bagi pria/wanita yang
telah menikah jika mereka melakukan zinah, karena ucapan Kalifah ‘Umar.
Ayat tentang menyusui pria dewasa berdasarkan pada laporan Aisyah di mana dia berkata, “Ayat
Rajam dan ayat Menyusui Pria Dewasa telah dinyatakan Nabi, dan ketika dia jatuh sakit, kami
terlalu sibuk mengurus penyakitnya. Seekor hewan ternak memakan naskah yang berisi ayat²
tersebut. Sang Nabi wafat dan ayat² tersebut dulu dibaca sebagai bagian dari Qur’an” (ibid: 580).
Pertanyaan yang dianggap al-Qimni sukar untuk dijawab adalah: “Apakah ayat menyusui pria
dewasa telah dibatalkan sebelum binatang ternak memakannya, atau apakah ayat itu
dipertimbangkan sebagai ayat yang dibatalkan karena ayat itu tidak ditemukan dalam jilid²
Qur’an yang dikumpulkan Kalifah ketiga Uthman bin ‘Affan karena seekor binatang telah
memakannya?” (ibid: 581). Kisah menyusui pria dewasa disampaikan dalam sebuah hadis oleh
Aisyah:
Suatu hari, Sahla binti Suhail datang menemui Nabi dan berkata pada Nabi, “Aku melihat wajah
Abi Huzifa (suami Sahla, dan ini berarti Sahla melihat suaminya marah) setiap kali Salim datang
ke rumah kami.”
Nabi berkata padanya, “Persilakan dia menetek (menyusui) padamu.”
Sahla berkata, “Bagaimana mungkin aku bisa menyusuinya sedangkan dia adalah pria dewasa?”
Nabi berkata, “Memangnya aku tak tahu bahwa dia adalah pria dewasa?”
Sahla datang lagi pada Nabi di lain waktu dan berkata, “Aku bersumpah demi Allâh wahai Nabi
Allâh bahwa aku tidak melihat lagi kemarahan di wajah Abi Huzifa.” (ibid: 580)
Dengan mengikuti nasehat Nabi pada Sahla binti Suhail, “Aisyah sering menyuruh saudara
perempuannya yakni Um Kalthum dan anak² perempuan saudara lakinya untuk meneteki
(menyusui) lelaki dewasa manapun yang dipersilakan masuk rumah mereka” (ibid).
Pertanyaannya adalah: bagaimana mungkin wanita dewasa atau gadis remaja menyusui pria
dewasa? Bukankah hal seperti itu bisa membuat pria itu terangsang secara seksual? Dan
bagaimana dengan wanita tersebut? Apakah wanita itu bisa tenang² saja saat bibir pria
dewasa mengulum putting payudaranya? Menurut al-Qimni, ayat Menyusui Pria Dewasa
seharusnya diperlakukan sama seperti ayat Rajam terhadap al-Syeikh dan al-Syeikha
(pria dan wanita tua) yang melakukan zinah. Akan tetapi, para Muslim ahli Islam, tanpa
alasan yang jelas, mempertahankan hukuman rajam dan tidak mengindahkan aturan para
Muslimah menyusui pria dewasa yang dipersilakan datang berkunjung ke rumah mereka. Aturan
46
menyusui pria dewasa terus dilakukan sampai kematian Nabi dan selama itu Aisyah terus
melakukannya dan menasehati saudara² dan keponakan² perempuannya untuk melakukan hal
yang sama. Sebagian Muslim ahli Islam mengatakan bahwa ayat Menyusui Pria Dewasa ini telah
dibatalkan. Tapi pertanyaan al-Qimni berikutnya adalah: kapan, bagaimana, dan oleh siapa
ayat Menyusui Pria Dewasa ini dibatalkan? Al-Qimni tidak menerima keterangan bahwa ayat
ini dibatalkan, karena tiada pembatalan ayat Qur’an apapun setelah Nabi wafat. Prinsip ini diakui
umat Muslim. Sekali lagi, orang tentunya membayangkan bagaimana Aisyah istri favorit
Muhammad yang muda dan cantik seringkali menyusui pria² muda dewasa yang
dipersilakan datang memasuki rumahnya. Ketika Muhammad wafat, Aisyah masih berusia 18
tahun dan dalam usia semuda ini tentunya Aisyah masih punya hasrat sex.
47
Bab 8 – Sayyid Mahmoud al-Qimni
Sayyid Mahmoud al-Qimni adalah “penulis progressive dan dosen Universitas Cairo dalam
bidang Sosiologi Agama” (The Middle East Media Research Institute, September 27, 2004: 1).
Al-Qimni lahir pada tanggal 13 Maret, 1947, di kota Al-Wasita, yang terletak di propinsi Selatan
Mesir (Abd al-Gadir, 2 Feb., 2004). Ayahnya adalah Syeikh Mahmoud al-Qimni, lulusan
Universitas Al-Azhar. Syeikh al-Qimni adalah orang Azharite yang sangat relijius dan
tradisional dan selalu mengenakan pakaian sesuai tradisi lama. Di rumahnya yang besar Syeikh
al-Qimni menyelenggarakan perkumpulan ibadah agama seperti ketika dia dulu masih aktif di
Al-Azhar. Kebanyakan perkumpulan diselenggarakan di bulan Ramadan. Meskipun Syeikh al-
Qimni sangat relijius, dia tetap terbuka terhadap pendapat orang lain. Karena itu pula dia
menerima gagasan reformasi Islam dari ahli Islam Mesir bernama Muhammad Abduh.
Putra Syeikh al-Qimni yakni Sayyid dibesarkan di rumah yang penuh nuansa agama Islam. Dia
menderita penyakit gangguan jantung sejak kecil (Mahmoud 2001: 1); al-Qimni menjelaskan
dalam wawancara dengan Asharif Abd Al-Gadir (2004) bahwa masa kecilnya tidak bahagia
karena penyakitnya. Meskipun begitu, dia berhasil lulus dari Universitas A’in Shams di Cairo,
dari Jurusan Filosofi. Setelah belajar Filosofi, al-Qimni meneruskan kuliah di Universitas Al-
Azhar dan belajar tentang Sejarah Islam. Kekalahan Mesir terhadap Israel di tahun 1967 menjadi
titik balik perubahan hidupnya. Dia ingin tahu mengapa Mesir bisa kalah dan hal ini
membuatnya membaktikan hidupnya mempelajari Islam dan agama² lain. Dia melakukan
penyelidikan akan ilmu ibadah Islam seperti fiqh, filosofi Islam, dan kalam dalam beberapa
aliran Islam, tapi dia baru menjadi penulis di tahun 1985. Tulisannya terpusat pada penelaahan
dan diskusi kritis akan Islam. Akan tetapi, penyerangan tentara Sadam Hussein (Iraq) terhadap
Kuwait di tahun 1991 merubah sikap al-Qimni yang asalnya adalah seorang Nasarit yang
percaya akan perlunya kesatuan masyarakat Arab menjadi seorang yang memusatkan perhatian
pada kepentingan masyarakat Mesir saja. Dengan kata lain, Mesir sebagai negara harus
menggantikan Mesir sebagai negara Arab, begitu pendapatnya. Sejak itu, al-Qimni percaya akan
paham dan dogma liberalisme. Meskipun al-Qimni tidak menyatakan dengan tegas, dari
48
wawancara dengan Asharif Al-Abd Al-Gadir dan tulisan²nya yang awal, tampaknya al-Qimni
sedang bekerja di Kuwait saat tentara Saddam mengambil alih kekuasaan Kuwait. Banyak orang²
Arab yang melarikan diri dari Kuwait, meninggalkan harta dan kekayaan mereka.
Al-Qimni ingin mengetahui penyebab keterbelakangan Mesir. Tentang hal ini dia berkata, “Apa
yang paling menggangguku adalah keterbelakangan negaraku dan kekalahan
masyarakatku. Setiap proyek yang kutangani bertujuan untuk mencari penyebab
mengapa Mesir jadi negara terbelakang dibandingkan negara² beradab tinggi lainnya”
(Abd Al-Gadir, Feb., 2004). Pada saat yang bersamaan, dia ingin menulis kembali Sira Nabi
(biografi Nabi Muhammad) sesuai dengan perkembangan sejarah saat itu, yang mendasari
terbentuknya Negara Politik Islam di jaman Nabi Muhammad. Dia membahas hal ini dalam jilid
bukunya yang berjudul al-Islamiat (Paham Islamisme), yang terdiri dari dua buku yakni Al-Hizb
Al-Hashmi Wa Tasis Al-Dawla Al-Islamyia (Kelompok Hashmit dan Fondasi Negara Islam) dan
Hurub Dawlat al-Rasul (Peperangan di Negara Nabi). Dalam buku²nya yang berjudul Al-Ustora
Wa Al-Turath (Dongeng dan Warisan) dan Kisat Al-Khalik (Kisah Penciptaan), al-Qimni
menelusuri asal-usul dan akar berbagai dongeng yang akhirnya tercantum dalam agama
Yudaisme, Kristen, dan Islam.
Salah satu proyek yang ditangani al-Qimni saat ini adalah menyusun kembali Qur’an dalam
kronologi yang benar. Menurut al-Qimni, Qur’an yang sekarang disusun Kalifah Uthman
bagaikan menyusun tembok saja, yakni dimulai dari Sura terpanjang sampai Sura terpendek.
Karena penyusunan seperti ini, ayat² Nasikh yang membatalkan jadi berdekatan letaknya dengan
ayat² Mansukh yang dibatalkan, dan ayat² bebas beragama tercampur baur dengan ayat² yang
membuat Islam sebagai agama wajib dan tak menerima agama lain. Karena penyusunan ini,
Muslim pada umumnya tidak mengerti Qur’an tanpa penjelasan dari seorang Mufassir atau
penafsir Qur’an. Al-Qimni yakin inilah alasan monopoli tafsir Qur’an oleh sekelompok ahli
Islam yang merasa tafsir mereka adalah tafsir yang terbenar. Tafsir lainnya mereka anggap
sebagai tafsir kafir. Dalam wawancara dengan Abd al-Gadir, al-Qimni menjelaskan pendapatnya
sebagai berikut:
1. Qur’an perlu disusun ulang dan ditinjau dengan lebih seksama.
2. Tiada badan resmi keagamaan (majelis para imam) dalam Islam.
3. Tak ada hukuman murtad dalam Qur’an.
4. Ahli² Muslim ingin menghargai hak² azasi wanita tapi di saat yang bersamaan, mereka
menuduh kaum wanita kurang beragama dan bodoh, hal ini jelas merupakan kontradiksi.
5. Konsep Jihad merupakan hal yang rasis dan tidak berlaku lagi di jaman modern.
6. Apa yang dilakukan oleh para Muslim Mujahidin atau pejuang² Islam terhadap negara² yang
dulu mereka serang perlu dimaafkan di jaman modern. (Abd al-Gadir 2004:4)
Al-Qimni berpendapat bahwa penjajahan Mesir oleh bangsa Arab harus dianggap sebagai
penjajahan orang asing terlama di seluruh dunia (al-Muhsin, 26 Feb., 2004:1). Kemunduran
Mesir terjadi karena, menurutnya, Mesir menerima saja penjajahan yang dilakukan
bangsa Arab dan malah menyerap budaya Arab. Pandangan al-Qimni ini tentu saja membuat
marah para Muslim ahli Islam moderat dan radikal di Mesir. Dalam bukunya yang berjudul Al-
Fashun wa al-Watan (Kaum Fasis dan Negara), al-Qimni menjelaskan pandangannya tentang
efek dari budaya Arab pada Mesir sebagai berikut:
Terdapat tiga budaya di Mesir, dan tiada satu pun dari ketiganya yang boleh dianggap lebih
tinggi dari yang lain. Budaya² ini adalah budaya Mesir kuno, budaya Koptik yang tertulis
dalam huruf² Yunani, dan budaya Arab Islam yang berasal dari Arabia. Usaha budaya Arab
berkuasa di atas budaya² lain bertentangan dengan prinsip negara Mesir. Siapapun yang ingin
budaya Arab berkuasa di Mesir tidak melihat budaya lain Mesir sebagai budayanya
sendiri, dan ini berarti dia tidak menganggap dirinya sebagai orang Mesir, tapi sebagai
49
antek penjajah Arab. Karena itu, kami ulangi, pengertian kesatuan umat Muslim selalu diikuti
dengan pembatalan kesatuan konsep bernegara, dan lebih jelek lagi, hal ini akan menghancurkan
negera itu sendiri. (al-Qimni 1999: 49).
Maka dari itulah, al-Qimni beranggapan bahwa “identitas orang Muslim Mesir haruslah
orang Mesir dan bukan orang Afghani atau orang Hijazi, dan identitas orang Kristen
Mesir haruslah orang Mesir dan bukan orang America atau Perancis” (ibid). Jika
identitas Mesir berdasarkan pada Arabia dan persekutuan
Islamiah, maka “orang Muslim Mesir lebih merasa bersaudara
dengan Muslim Bosnia dibandingkan dengan orang Mesir
Kristen Koptik. Dengan begitu, mencurahkan darah orang
Mesir Koptik dianggap halal, dan orang Mesir Kristen Koptik
ini dibunuh karena apa yang terjadi terhadap Muslim di Bosnia
dan Hursik” (ibid: 51).
Karena pidato yang diucapkan al-Qimni di Pertunjukan Buku Internasional di Cairo pada tanggal
4 Januari, 2004, koran Muslim Bersaudara “al-Akhwan al-Muslimun” berkata bahwa pidato itu
dimaksudkan untuk menghancurkan pillar² Islam (“al-Akhwan al-Muslimun”, 1 Januari, 2004:1).
Koran ini mengatakan bahwa al-Qimni berkata Muslim yang pertama telah mencuri segala harta
benda Mesir dan karenanya Mesir tidak boleh lagi disebut sebagai negara Arab dan negara
Muslim lagi. Islam tidak perlu jadi agama resmi Mesir dan Hukum Syariah tidak usah dijadikan
dasar utama UUD Mesir. Dalam artikel yang berjudul Buku² Meragukan (Doubtfull Books), di
koran al-Watan, Abd Allah al-Samti berkata, “Penulis² seperti Khalil Abd al-Karim, Sa’id al-
Ashmawi, Sayyid al-Qimni, al-Sadiq Nihum, and Nawal al-Sa’adawi menginginkan orang untuk
percaya bahwa Qur’an tidak diwahyukan berdasarkan perkataan Muhammad” (al-Samti, 15
Maret, 2002: 1). Bagi para penulis ini, Muhammad itu hanya sekedar tokoh besar dan bukan
merupakan Nabi terakhir (ibid). Dalam wawancara lain yang diadakan oleh Hala Mahmoud
untuk koran “Middle East Times”, pewawancara mengatakan:
Sayyid Al Qimni menelaah sejarah awal Islam dengan keberanian yang tidak pernah ditunjukkan
oleh sejarawan Mesir manapun. Dia selamat dari tuduhan murtad atau antek Barat karena dia
menggunakan semua sumber yang diakui oleh Al Azhar, tapi banyak dari kesimpulannya yang
bisa membuat Nasr Hamid Abu Zayd pucat pasi. Tulisannya² dalam buku² Al Hizb Al Hashimi
(Kelompok Hashimit), Al Dawla Al Mohamadiya (Negara Nabi Muhammad), and Hurub Dawlat
Al Rasul (Peperangan Negara Nabi), menyelusuri Islam sebagai tekanan politik dan bukan
sebagai wahyu illahi, sedangkan bukunya yang berjudul Al Nabi Ibrahim (Nabi Ibrahim)
menyatakan penjelasan sekuler atas dongeng² di jaman Nabi² awal (Mahmoud, Middle East
Times, hal. 1).
Ketika ditanya oleh Hala Mahmoud apakah dia pernah menghadapi serangan fisik atau verbal
dari kelompok radikal Islam, al-Qimni menjawab:
Ya, secara ideologi dan fisik. Pertama-tama hal ini dilakukan oleh Fahmi Howiedy di Al Ahram.
Dia berkata aku ini lebih berbahaya daripada Salman Rushdie dalam artikelnya yang berjudul
“Pluralisme Tanpa Keluar Batas” di bulan Maret, 1989. Dia menulis, ‘Mereka berbeda dengan
buku² Rushdie dalam hal penghinaan, tapi tidak dalam hal pesannya’; buku² itu melukai hal²
yang sakral’; dan ‘kita harus menghentikan tulisan² seperti ini.’ Dia hanya menyebut dirikku
sebagai SQ tapi dia menyebut judul² bukuku. Empat tahun yang lalu, dalam
[img]Al%20Islam[/img] Watan (Islam adalah Sebuah Negara), seorang jendral dari Departemen
50
Kementrian yang bernama Essam Eddin Abdel Azayem menulis, ‘Oh Tuhan, cegahlah siapapun
yang seperti orang ini untuk hidup di tanah kami. Mereka menghancurkan agama kami dan
melahirkan para kafir.’ Dr. Muhammad Ahmed Al Musayyar di Al Nour, bulan Juli dan Agustus,
1992, menulis ‘Harus ada orang yang membungkam mulut orang ini.’ Di tahun 1989, setelah
Howeidy artikel, aku sedang menyetir mobil di kampung Giza di Badrshein ketika seseorang
menembakku dengan senapan Kalashnikov. Anak²ku saat itu ada bersamaku. Ini merupakan
peringatan. Jika mereka ingin membunuhku, mereka tentu bisa saja melakukannya. (ibid: 11).
Al-Qimni disebut oleh Samir Sarahan sebagai pemikir yang paling provokatif (membangkitkan
reaksi) di Mesir karena “tulisan²nya yang menelaah ulang sejarah Nabi” (Sarahan, 5 Feb., 1998:
1). Dalam perdebatan panjang di Radio Al-Jazira dengan radikalis Islam bernama Kamal Habib,
Al-Qimni berkata, “Kita berada dalam dasar laut terdalam karena kita mengajarkan anak² kita di
sekolah tentang agama Islam dan bahasa Arab saja” (ibid: 15). Dengan kata lain, sistem
pendidikan di Mesir dan negara² Arab lainnya hanya menghasilkan orang² yang hanya tahu
bagaimana melakukan sholat dan bagaimana berbicara bahasa Arab. Sealin itu, Al-Qimni yakni
kurikulum pendidikan di negara² Muslim menghasilkan teroris² (ibid: 11).
Menurut Sayyid Mahmoud Al-Qimni, pemimpin agama Islam di Mesir menuduh berbagai
Muslim atau Muslimah sebagai murtadun yang layak dibunuh karena melakukan hal di daftar
berikut (di sini al-Qimni mengutip daftar ahli Islam dari Al-Azhar yang bernama Syeik Sabiq):
1. Menghalalkan apa yang diharamkan dan mengharamkan apa yang dihalalkan.
2. Mengumumkan kemurtadan, atheisme, dan mengaku menerima wahyu dari Allâh.
3. Menghina Nabi atau Islam.
4. Menyerang Qur’an dan Sunna.
5. Membuang buku² Hadis atau Fiqh ke tong sampah dan meludahinya.
6. Menyangkal kemungkinan melihat Allâh di Hari Kiamat.
7. Menyangkal kemungkinan adanya siksaan kubur dan mempertanyakan Munkir dan Nakir (dia
tidak menyebut Al-Su’aban Al-Aqr’a atau ular botak walaupun ini merupakan hal yang wajib
dalam agama).
8. Menyangkal Sirot [34] dan pengadilan Hari Kiamat.
9. Menyatakan tidak percaya pada penyampai cerita dalam hadis.
10. Menyatakan percaya pada penyampai cerita dalam hadis, tapi meragukan hadis tertentu.
11. Mengatakan pada Muslim penafsiran atau pendapat yang tidak pernah didengarnya
sebelumnya.
12. Meninggalkan hukum dalam Qur’an dan Sunna dan lebih memilih hukum buatan manusia.
(Al-Qimni 2004: 235).
[34] jembatan kecil yang harus dilalui Muslim di alam baka.
Rab Al-Zaman (Tuhan Masa Kini) dan Kasus Pengadilan
Pada tanggal 18 Agustus, 1997, berdasarkan laporan dari Badan Riset Islam Universitas Al-
Azhar (Islamic Research Academy of Al-Azhar University (IRA)) “polisi menyerbu perusahaan²
percetakan buku untuk menyita buku Rab Al-Zaman (Tuhan Masa Kini) yang ditulis oleh Sayyid
al-Qimni” (Engel 1998: 1). Berhubungan dengan dikeluarkannya UU Darurat di tahun 1981
berkenaan dengan pembunuhan Presiden Anwar Sadat “pihak Jaksa penuntut diperbolehkan
untuk menyita material sebelum keputusan pengadilan” (ibid: 3). Akan tetapi, untuk membuat
penyitaan ini tampak lebih sah, Jaksa menuntut pertanggunganjawab Al-Qimni di Pengadilan
Cairo Utara. Pengadilan diadakan pada tanggal 15 September, 1997, “di bawah pimpinan Pak
Salama Selim” (“Riset Sah dan Pusat HAM” (Legal Research and Resource Center for Human
Rights) 1998: 1). Laporan ini menyatakan:
51
Sebuah buku yang ditulis oleh pemikir Islam Sayyid Al Qimni telah disita polisi pada tanggal 16
Agustus, 1997, tanpa perintah dari pihak Pengadilan, setelah para ahli dari Badan Riset Islam
Universitas Al-Azhar menetapkan buku ini melanggar hukum dan norma agama. Di tanggal 15
September, pihak Pengadilan membatalkan keputusan tersebut dan mengijinkan penerbitan
semua kopi buku Tuhan Masa Kini.
Riset Sah dan Pusat HAM mewakili Pak Al-Qimni di pengadilan (ibid).
Pihak Jaksa Penuntut bagi keamanan negara meminta Pengadilan melarang penerbitan buku itu
“berdasarkan hukum butir 198 Kode Hukum mengenai propaganda dan prejudis melalui tulisan
– semua pesan yang menolak agama Islam, berdasarkan laporan dari Badan Riset Islam
Universitas Al-Azhar” (ibid). Andrew Hammond memberi komentar tentang buku itu dan sidang
pengadilan:
Buku Pak Al-Qimni hanyalah koleksi artikel² yang telah diterbitkan dalam beberapa tahun
terakhir di berbagai koran² Mesir. Pak Al-Qimni dituduh “menghina agama … Para penuntutnya
adalah orang² yang telah berdebat tatap muka melawan Pak Al-Qimni di siaran² TV. Meskipun
begitu, sebuah badan khusus dari Al-Azhar yang merupakan badan Sunni paling kolot telah
melarang penerbitan buku Sayyid Al-Qimni yang berjudul Rabb Al Zaman (Tuhan Masa Kini)
sebagai satu dari 196 lainnya yang dilarang karena mewakili gagasan sekulerisme yang semakin
berkembang (Hammod 1997: 1).
Tuntutan terhadap Buku Rabb Al Zaman
Badan Riset Islam Universitas Al-Azhar mengeluarkan tuntutan sebagai berikut terhadap buku
Al-Qimni:
1. Buku ini mengandung sarkasme dan hinaan terhadap ulama Islam dan ‘orang yang
terbaik yang pernah dikirim pada umat’ (Adadeh: maksudnya adalah Nabi Muhammad)
di negara ini.
2. Di hal. 32, berdasarkan Taurat dinyatakan tentang Ibrahim, putranya Ishmael dan Ishak
dan putranya Yakub, dan cucu²nya. Ditanyakan pula perihal lain di hal. 32-41 dan
membandingkannya dengan kisah dari Taurat.
3. Di hal. 66 dinyatakan bahwa Firaunlah yang membangun Ka’bah.
4. Di hal. 67 dinyatakan bahwa Nabi² berkunjung Mesir dan belajar monotheisme di sana
dan berkhotbah tentang monotheisme setelah kembali ke negara masing².
5. Di hal. 80, penulis mengisahkan kisah Senubia (Ratu Tadmor) dan Setan dan hal ini
menghina hukum Nabi Sulaiman.
6. Di hal. 84, dia menulis tentang dewa Marduk, yang adalah salah satu berhala yang
disembah di Iraq di jaman Abraham, yang merupakan salah satu berhala yang
dihancurkan Ibrahim. Pernyataan ini membutuhkan penyelidikan yang seksama.
7. Dia mengatakan di hal. 107 dan 109 beberapa kejadian berkenaan dengan Kalifah
Uthman Ibn ‘Affan yang diragukan kebenarannya.
8. Di hal. 111, 112, dan 115, dia menulis hinaan terhadap dua tokoh Islam utama yakni
Muhammad al-Ghazali dan Abu Azayem.
9. Di hal. 141-149, dia menghina Syeikh Abdel Sabur Shanin. Di hal. 147-148 dia
menyinggung kasus Dr. Nasr Abu Zayd dan sikap Syeikh Shanin terhadap Abu Zayd. Di
hal. 151 dia menghina badan hukum.
10. Di hal. 154, dia berkata ‘Umar Ibn al-Khattab telah mengharamkan apa yang dihalalkan
bagi wanita dan ibadah haji’ (ibid: 1-2).
52
11. Laporan menyatakan buku ini menghina Nabi Yusuf dan Kalifah Uthman Ibn ‘Affan
(Warr 1997: 2).
Sikap Al-Qimni yang berhati-hati sewaktu menulis buku Al-Hizb Al-Hashimi (Kelompok
Hashimit) ternyata tidak cukup untuk menghindarkan dirinya dari serangan Badan Riset Islam
Universitas Al-Azhar terhadap bukunya yang lain Rab Al-Zaman (Tuhan Masa Kini). Di buku
Al-Hizb Al-Hashimi, dia menggunakan berbagai sumber literatur Islam yang diakui Universitas
Al-Azhar dan karenanya para ulama tidak punya cukup bukti untuk melarang buku itu. Akan
tetapi di buku Rab Al-Zaman, Al-Qimni tidak hanya mengritik para ahli Islam Al-Azhar,
tapi juga mengritik ahadis Nabi Muhammad dan Al-Qur’an.
Keputusan Pengadilan
Keputusan Pengadilan tampaknya ditetapkan berdasarkan sanggahan² Al-Qimni terhadap
tuduhan² atas bukunya. Hal ini tampak jelas dari pendapat para pembaca buku itu dan laporan
Pengadilan. Sampai sekarang aku belum membaca laporan Pengadilan, tapi aku terus mencoba
mendapatkannya untuk mengetahui bagaimana Al-Qimni sukses membatalkan tuntutan atas
bukunya. Aku telah menerima sebuah e-mail dari pihak penerbit buku yang mengatakan bahwa
buku itu, laporan Pengadilan, dan pembahasan dari media telah dikirimkan padaku di tanggal 23
Mei, 2004. Akan tetapi, aku akan memberikan kesimpulan keputusan Hakim Pengadilan atas
buku ini, yang telah diterangkan secara singkat oleh Riset Sah dan Pusat HAM mewakili Pak Al-
Qimni di pengadilan.
Tentang tuduhan mengenai cara buku ini mengisahkan Nabi² Yahudi Ibrahim, Ishmael, Ishak,
dan Yusuf di hal. 32-42, pak Hakim berkata, “Penulis menyampaikan kritiknya terhadap film
yang disutradarai oleh Yusuf Shahin karena penulis menganggap cara film itu menyampaikan
keterangan, keadaan, nama² dari Taurat tidak ilmiah dan salah.” (Riset Sah dan Pusat HAM,
1998: 2). Al-Qimni membahas mengenai kakek moyang bani Israel dalam film Yusuf Shahin
yang berjudul Al-Muhagir (Para Imigran). Menurut al-Qimni, Yusuf Shahin tidak jujur dalam
flimnya karena menyembunyikan fakta bahwa kisah Yusuf dalam film itu bersumber dari Taurat
dan bukan dari Qur’an. Kata al-Qimni, “Produser film membuat poster film dalam bahasa Arab
yang menyatakan film ini tiada hubungannya dengan kisah Nabi Yusuf, tapi dia juga membuat
poster film dalam bahasa Perancis yang menyatakan film ini mengisahkan tentang Keturunan
Nabi Yusuf.” (ibid: 32). Ketika tokoh pahlawan film ini masuk Mesir, narator mengisahkan
kisah Yusuf, dan ketika tokoh ini meninggalkan Mesir, narator mengisahkan kisah Musa.
Tentang pernyataan bani Yahudi tentang nubuat dan Tanah Perjanjian, al-Qimni menulis:
Ada satu negara yang dipilih Tuhan di atas negara² lainnya, terdapat sejumlah Nabi² suci
cendekiawan, ayah mereka adalah seorang Nabi dan melahirkan seorang Nabi, dan mereka terus
mendapatkan wahyu illahi sewaktu mereka mewarisi tanah Palestina, mereka adalah keturunan
terbaik dari kaum terbaik, mereka lebih unggul dalam beribadah suci dibandingkan negara² lain,
kakek moyang mereka adalah Ibrahim teman Tuhan, dan ayah² mereka adalah Ishak, dan Yakub
yang dijuluki sebagai Israel, dan anak²nya merupakan keturunan terhormat, dan dari mereka
munculah Yusuf yang tampan dan menjadi menteri yang mengurus semua harta di Mesir … dan
setelah dia munculah Musa Nabi terbesar Israel … lalu Raja Daud dan anaknya Raja Sulaiman,
dan Raja ini mendirikan kerajaan besar yang dipuji-puji melalui nyanyian oleh berbagai buku
agama dan legenda, dia berkuasa atas para binatang, Al-Hoam, Jinn, dan Al-Afariat (setan), dan
di masa pemerintahannya Israel jadi negara terkaya sampai² perak berserakan di jalanan
bagaikan pasir (menurut Taurat [35]) dan menurut Islam dia merupakan satu dari empat raja²
dunia yang berkuasa dari ujung bumi ke ujung bumi lainnya (ibid: 37-38).
53
[35] Taurat bagi Muslim adalah Buku yang diwahyukan pada Musa, tapi kadangkala juga berarti Kitab
Perjanjian Lama.
Di hal. 41, al-Qimni berkata, “Sebenarnya, jika kita mengukur kebesaran kejayaan
Tatmosis ketiga atau Ramses kedua atau Nebukadnezzar, kekuasaan Sulaiman jadi
tampak sangat kecil.” Tentang pernyatan ini, Hakim menyimpulkan “dalam riset ilmiah tak ada
pelanggaran apapun terhadap para Nabi dan juga terhadap apa yang dikatakan Taurat … Laporan
ini tidak berbahaya dan tidak melanggar Islam” (Riset Sah dan Pusat HAM, 1998: 2).
Pengadilan juga membatalkan tuduhan bahwa al-Qimni menghina Kalifah Uthman Ibn ‘Affan.
Menurut Hakim, yang dinyatakan al-Qimni tentang Uthman hanyalah kutipan dari sumber²
literatur Islam terkenal dan dipercaya:
1. Al Bedaya wal nehaya (Awal dan Akhir) oleh Sheikh Emad Ibn al-Nedaa Ishmael Ibn
Omar Ibn Kathir. Lihat hal. 190 dan 251, bagian 7, volume 4, edisi al-Ghad al-Arabi.
2. Al Tabakat al Kobra oleh Mohammed Bin Sa’ad, disahkan oleh Prof. Hamza al Nasharti,
Prof. Abdel Hafiz Faraghali dan Abdel Hamid Mustafa. Lihat hal. 623, vol. 11 distribusi
Al Ahram.
3. Tarikh al Islam al Zahabi (Jaman Emas Islam), vol. 11, hal. 123 (diterbitkan oleh al-
Ghad al Arabi).
4. Zoamaa al Islam (Pemimpin² Islam) oleh Dr. Hassan Ibrahim, diterbitkan oleh Egyptian
Book Organization, Religious Works, edisi tahun 1997, hal. 401 (Ibid: 3-4).
Mengenai apa yang dikatakan al-Qimni tentang Syeikh Muhammad Al-Ghazali dan Jendral
Essam Eddin Abul Azaym, Hakim berkata, “Meskipun dinyatakan dengan kata² keras, hal ini
merupakan kritik yang boleh dinyatakan melalui perdebatan diantara para ahli dan pemikir
terkemuka, dan hal ini lumrah dalam sejarah kritik dan debat intelektual” (ibid: 4). Tentang apa
yang ditulis al-Qimni tentang peran Syeikh Abd Sabur Shahin dalam pengadilan Nasr Hamid
Abu Zayd, Hakim menetapkan, “Hal ini bisa dilihat sebagai perdebatan antara penulis dan
pandangan Shahin” (ibid). Pendeknya, Hakim membatalkan semua tuduhan terhadap penulis dan
pelarangan bukunya. Hakim menyimpulkan keputusannya dengan berkata, “Karena semua
alasan tersebut, kami membatalkan penyitaan buku Rab Al Zaman wa Derasaat Okhra oleh
penulisnya Pak Sayyid Mahmoud al-Qimni, dan mempersilakan buku itu dicetak” (ibid: 5).
Analisa al-Qimni tentang Sejarah Awal Islam
Dalam kebanyakan tulisannya, al-Qimni mencoba membuktikan bahwa sejarah Islam telah
dirubah dan diganti. Untuk membuktikan hal ini, al-Qimni menulis tiga buah buku yang
kontroversial (mengundang banyak pertentangan), yakni:
1. Al-Hizb Al-Hashmi Wa Tasis Al-Dawla Al-Islamyia (Kelompok Hashmite dan Dasar
Negara Islam), (1989)
2. Hurub Dawlat al-Rasul (Peperangan Negara Nabi), (1996)
3. Rab Al-Zaman (Tuhan Masa Kini), ( 1996 )
Bukunya yang pertama, Al-Hizb Al-Hashmi Wa Tasis Al-Dawla Al-Islamyia, membuat dirinya
diserang para ulama Universitas Al-Azhar Al-Sharif. Menurut Sivan, “Di tahun 1989, al-Qimni
menerbitkan bukunya yang menggemparkan, Al-Hizb Al-Hashmi, di mana dia membahas hal
tabu seperti kehidupan Nabi Muhammad (al-Qimni membahas perjuangan Nabi di Mekah
sebagai usaha meraih kekuasaan politik). Seorang ahli Islam terkemuka menyebut al-Qimni
sebagai “Salman Rushdie Arab” (Sivan 2003: 39). Dalam bukunya, al-Qimni mencoba
54
membuktikan bahwa kakek Nabi Muhammad yakni Abd al-Mutalab telah menyiapkan
jalan bagi terwujudnya Negara Islam. Implikasi dari pandangan ini menyiratkan bahwa
pendiri utama Negara Islam bukanlah seorang Nabi, tapi sang Nabi hanya mewujudkan
apa yang telah dirilis oleh kakeknya. Selain itu, buku ini mencoba membuktikan bahwa
banyak doktrin Islam dalam Qur’an ternyata meminjam gagasan dari para umat Hanafiya,
Yudaisme, Sabian, dan agama pagan Arab. Buku ini juga menyebut beberapa ayat² puisi
yang disusun oleh para penyair Arab yang hidup di jaman sebelum Islam atau hidup di
jaman Muhammad, yang dijiplak persis ke dalam Qur’an dan jadi bagian dari buku suci
Islam. Pernyataan seperti ini dianggap Muslim sebagai penyangkalan terhadap keaslian
firman illahi dalam Qur’an dan dengan begitu menuduh Nabi Muhammad mencontek
atau melakukan plagiarisme. Dengan begitu, Qur’an hanyalah menjadi
“produk budaya” dan “kitab Qur’an yang asli di surga”
dianggap omong kosong saja (Najjar 2002: 194). Meskipun begitu, para Muslim
ahli Islam dari Al-Azhar tidak bisa menyangkal al-Qimni karena kritiknya bersumber dari
literatur Islam yang dianggap sahih oleh para ulama. Mengutuk al-Qimni bisa juga berarti
menyangkal kebenaran literatur Islam sahih. Buku² utama yang digunakan al-Qimni adalah
tulisan² al-Tabari, al-Qurtubi, al-Suyuti, Ibn Kathir, al-Bihaqi, al-Halabi, Ibn Hisham, dan Ibn
Sa’ad. Salwa Ismail memberi komentar atas tulisan kontroversial Sayyid al-Qimni dan Khalil
Abd al-Karim:
Ini adalah sumber² Islam yang diakui Al-Azhar. Hal ini tidak bisa disangkal, karena penulis²
menyatakan keterangan tentang masyarakat Mekah dan Medinah melalui sumber² terpercaya.
Penulis² ini tidak mempertanyakan kesahihan sumber, tapi justru menggunakan sumber² ini
untuk menyerang pihak² yang menentang mereka. Jika pihak Al-Azhar menyatakan materi
tulisan itu salah, maka mereka harus menelaah kembali buku² sahih Islam, dan memang
begitulah yang diinginkan para penulis tersebut (Ismail 2004: 114).
Dalam buku keduanya, Hurub Dawlat al-Rasul (Peperangan Negara Nabi), al-Qimni lagi²
melanggar batas tabu yang ditetapkan oleh para ulama Islam dengan membahas kehidupan
politik Nabi Muhammad. Dia tidak hanya mengritik sejarah Islam saja, tapi juga mengritik
kehidupan politik Nabi Muhammad. Penelaahannya menunjukkan bahwa Nabi bersikap
licik dan penuh tipu daya terhadap kaum Yahudi. Ketika dia masih lemah dan
membutuhkan dukungan kaum Yahudi, dia memuji-muji agama dan Nabi² mereka.
Ketika tidak lagi membutuhkan dukungan kaum Yahudi untuk mendirikan Negara Islam,
sang Nabi mencari-cari kesempatan untuk menyingkirkan mereka semua. Hal ini
menunjukkan Nabi sebagai politikus licik yang melakukan segala cara untuk meraih
cita²nya. Dalam bahasa modern, sang Nabi mengikuti prinsip “the end justifies the means”
(yang penting hasil akhrinya saja). Contoh lain adalah sikap Nabi terhadap agama kakek
moyang masyarakat Mekahnya. Di awal karirnya, sang Nabi menolak dan mengutuki
agama pagan yang merupakan agama kakek moyang Arabnya. Pada waktu itu, dia
bersikap damai dan memberi hak pada siapapun untuk menerima dan menolak pesannya.
Tapi pada akhir hidupnya, literatur Islam menunjukkan bahwa sang Nabi ternyata
kembali memeluk agama pagan kakek moyangnya dan memasukkan semua ibadah pagan
ke dalam Islam, terutama ibadah Haji. Di masa ini, Qur’an menyangkal hak bebas
beragama, dan Islam merupakan pilihan satu²nya bagi pagan Arab. Para ahli Islam
mencoba mengatasi segala kontradiksi dalam Qur’an melalui doktrin Nasikh dan Mansukh atau
“pembatalan.” Akan tetapi, al-Qimni menganggap doktrin ini tidak memecahkan masalah. Solusi
yang lebih baik dan jujur adalah dengan mempertimbangkan berbagai konteks politik yang
dialami Muhammad. Melalui penelaahan kehidupan politik Nabi dan doktrin Islam, tulisan² al-
Qimni menceraikan diri dari penafsiran tradisional Islam.
55
Dalam bukunya yang ketiga, Rab Al-Zaman (Tuhan Masa Kini), al-Qimni mendapat masalah
dari ahli² Islam Al-Azhar. Mereka tidak bisa lagi menolerir dirinya lebih jauh. Mereka meminta
Pemerintah melarang bukunya dan membawa al-Qimni ke Pengadilan. Mereka mengira dengan
begitu al-Qimni akan dihukum. Akan tetapi, al-Qimni malah menang di Pengadilan karena dia
menggunakan sumber² Islam yang diakui Al-Azhar. Dengan begitu, tulisan² al-Qimni tetap tidak
bisa dibantah para ahli Islam.
Dalam bukunya Rab Al-Zaman, al-Qimni mencoba membuktikan sejarah Islam penuh
pemalsuan. Dia menggunakan contoh kasus peperangan terhadap kaum murtadun yang
dilakukan Abu Bakr terhadap suku² Arab. Menurut al-Qimni perang ini tiada hubungannya
dengan agama. Abu Bakr mengobarkan perang terhadap siapapun yang menolak menerimanya
sebagai Kalifah umat Muslim. Untuk menghalalkan perang itu, Abu Bakr menyelubunginya
dengan pesan illahi. Dia mengarang hadis yang menghalalkan pembunuhan para Muslim Arab
dan mengatakan hadis itu diucapkan oleh Nabi. Al-Qimni mengatakan sejarah Perang Murtadun
ini dipalsukan dan diajarkan pada Muslim di berbagai sekolah Islam dan dianggap sebagai
perang suci. Al-Qimni juga mengritik Kalifah ketiga Uthman Ibn ‘Affan sebagai pemimpin yang
korup dan akibatnya dia dibunuh. Untuk membuat Uthman tampak baik, para penulis sejarah
Muslim menutupi fakta dan mengganti kisah sejarah dan mengatakan Uthman dibunuh oleh
orang Yahudi!
Dalam tulisannya, “Al-Qimni menunjukkan persaingan politik dan penggulingan kekuasaan
untuk meraih kedudukan dalam Islam” (Ismail 2004: 102). Tujuan utama al-Qimni adalah untuk
menghapus “anggapan periode awal Islam sebagai keadaan sosial dan politik yang ideal” (ibid:
103). Akan tetapi, tulisan al-Qimni menimbulkan kebencian Muslim terhadapnya. Para Muslim
tentunya tidak bisa menerima kenyataan simbol² Islam dipertanyakan. Para ulama al-Azhar
mengajukan dua alasan mengapa simbol² Islam tidak boleh dipertanyakan:
Pertama-tama, simbol² Islam itu merupakan bimbingan yang benar sekali. Setiap usaha
mempertanyakan kekuasaan dan otoritas Islam harus disingkirkan. Kedua, sebagai pembimbing,
mereka lebih benar dibandingkan penilaian atau pertanyaan Muslim awam. Dengan begitu,
Muslim tidak perlu mempertanyakan. Dia hanya akan bisa bereaksi penuh emosi saja, dan tidak
mampu menelaah dalam level intelek (ibid).
Pernyataan al-Azhar ini diajukan ke Pengadilan Rendah Cairo Utara dalam laporan yang
dipersiapkan oleh Badan Riset Islam Universitas Al-Azhar. Laporan juga menyatakan, “Tulisan
buku itu mengandung kesalahan dan pemlintiran dan salah tafsir akan apa yang dimengerti
sebagai Islam yang sebenarnya” (ibid: 117). Tapi karena tidak bisa membuktikan tuduhan dan
karena kalah di Pengadilan, maka para ulama mengganti taktik dan mulai menuduh al-Qimni
sebagai taksir atau tak beriman pada Islam dan nyawa al-Qimni jadi terancam. Al-Qimni lalu
menyembunyikan diri di tahun 1998. Para penyerangnya termasuk Dr. ‘Abd al-Mu’ti Bayumi,
dosen Universitas Al-Azhar dari Fakultas Dasar Agama, dan juga banyak ahli Islam terkemuka
Azhari lainnya.
Al-Qimni Menarik Kembali Tulisannya
Pada tanggal 17 Juli, 2005, Dr. Sayyid Mahmoud al-Qimni menerima surat dari al-Qaida cabang
Irak yang dipimpin oleh al-Zarqawi. Surat ini mengatakan al-Qimni akan dibunuh jika dia tidak
mengganti tulisan²nya dan berjanji untuk tidak menulis lagi.
Pujian hanya bagi Allâh saja, dan doa dan damai bagi dia yang tiada lagi Nabi setelah dia.
56
Kau harus tahu, kau kafir jahanam yang bernama Sayyid al-Qimni, bahwa lima Muslim Tauhid
dan singa² Jihad telah mengincar untuk membunuhmu. Mereka bersumpah pada Allâh yang
Maha Tinggi bahwa mereka akan mendekatkan diri padaNya untuk memukul kepalamu, dan
menyucikan dosa mereka dengan cara mengucurkan darahmu. Dengan melakukan hal itu,
mereka memenuhi perintah Nabi tertinggi, doa² Tuhanku dan salam baginya yang mengatakan,
“siapapun yang mengganti agamanya harus dibunuh.”
Kau penuduh palsu, kami tidak main², silakan mau percaya atau tidak, kami tidak akan
mengulang ancaman kami. Tiada guna bagimu untuk melapor pada pihak keamanan Mesir.
Mereka tidak bisa melindungi kamu. Mereka mungkin bisa melindungimu untuk sesaat tapi
setelah itu mereka akan meninggalkanmu untuk dijadikan korban para singa Islam. Ini pun jika
mereka setuju untuk melindungimu. Tiada pengawal pribadi yang bisa melindungimu.
Pengawal²mu tidak akan mampu menghentikan peluru yang ditembakkan dari mobil yang
melaju atau dari teras rumah tetangga. Tiada yang bisa menghentikan bom meledak di mobilmu
atau cara pembunuhan lainnya. Ingat orang² yang kami kirim ke liang kubur padahal lebih sukar
membunuh mereka daripada membunuh kamu. Orang bijak belajar dari kesalahan orang lain.
Ini menjernihkan kesadaran kami dan mendirikan kembali al-Mugah [36] dalam dirimu, kami
beri kamu waktu satu minggu untuk menyatakan pertobatan dan tarik semua tulisanmu yang
murtad. Kau harus mengumumkan penarikan tulisan di majalah “Rose-al-Yusif” di mana kau
selalu menerbitkan semua tulisan² kafirmu.
Jika kau ngotot, kau bodoh dan terpedaya, tetap keras kepala dan terus murtad dan atheis, Setan
terkutuk berbisik padamu bahwa kau pasti bisa menghindari kelompok Jihad, maka ketahuilah
bahwa pedang para Muslim akan memenuhi kewajibannya bagimu. Saat ini kau bagaikan mayat
berjalan diantara para Muslim. Sebaiknya kau cari lubang persembunyian karena Muslim setia
pasti akan memburumu.
Ini adalah peringatan bagimu, kebangkitan adalah janji kami, dan pada Pemilik Takhta Illahi saja
orang menemukan kebaikan.
Tertanda: Kelompok Jihad, Mesir.
[36] Untuk membuktikan sumpah seseorang yang bid’ah (sesat) dan yang murtad dari Islam.
Sayangnya, al-Qimni dipaksa menarik kembali tulisannya dan menerbitkan pertobatan di media.
Menurut laporan Caroline Kim, karena “menghadapi ancaman nyawa, maka penulis Mesir
terkenal Sayyid al-Qimni, di tanggal 16 Juli menarik kembali tulisannya dan bersumban untuk
tidak menulis lagi di media” (Kim, 15 Juli, 2005). Aku kira dunia Muslim dan Mesir terutama
tidak akan pernah lagi menghasilkan penulis sejujur, seberani, dan sejenius Dr. Sayyid Mahmoud
al-Qimni.
57
Bab 9 - Ajaran Muhammad tentang Wanita
Menurut Daniel Boyarin, “Agama jelas merupakan sistem utama dalam sebagian besar budaya
dalam menentukan peranan gender (lelaki dan wanita)” (Boyarin 1998: 117). Karena itulah,
untuk mengetahui peranan laki dan wanita dalam umat Muslim, kita harus mengetahui apa yang
dikatakan Qur’an tentang peranan Muslim dan Muslimah. Banyak tokoh feminis Muslimah di
jaman modern ini yang menelaah secara kritis dan menulis ulang permasalahan gender dalam
Islam. Kebanyakan dari mereka mengatakan Muslimah ditekan dan dilarang berkembang dalam
Islam. Akan tetapi, mereka membantah hal ini berasal dari ajaran Qur’an, tapi lebih merupakan
hasil tradisi/budaya yang menempatkan wanita di posisi rendah. Untuk menaikkan derajat wanita
sejajar dengan derajat pria, para feminis Muslimah ini meminta ahadis (hadis² akan perkataan
dan perbuatan Nabi) yang menjelekkan wanita harus disingkirkan. Mereka yakni ahadis sial ini
merupakan rekayasa para pemimpin Muslim dan ahli Islam generasi berikut setelah Nabi wafat
dan ahadis ini tidak mewakili pesan asli Qur’an, yang diakui mereka memberikan persamaan hak
antara laki dan wanita. Akan tetapi, banyak Muslim ahli Islam yang menyangkal tuduhan pihak
feminis Muslimah. Fundementalis Muslim yakin sekali ahadis itu merupakan perkataan Nabi
yang asli 100% dan menolaknya berarti menyangkal perkataan Nabi Muhammad. Selain itu,
mereka yakin pula bahwa tidak mungkin untuk benar² mengerti Qur’an tanpa penjelasan dari
hadis yang menerangkan isi Qur’an.
Dengan demikian, dalam dunia umat Muslim modern, hadis (cara hidup, perkataan dan
perbuatan Nabi Muhammad) menjadi bahan perdebatan diantara para ahli Islam. Di satu pihak,
kaum feminis Muslimah, reformis Islam, dan modernis Muslim meminta pesan² Islam yang jelek
yang mereka anggap bertentangan dengan pesan Islam yang asli untuk disingkirkan, sedangkan
pesan Qur’an tentang persamaan hak bagi laki dan wanita mereka dianggap sebagai pesant Islam
yang asli. Di lain pihak, kaum fundamentalis, tradisionalis, dan konservatif Muslim menerima
seluruh ahadis Islam, yang kemudian juga diterapkan dalam Hukum Syariah Islam [37].
Meskipun pihak terakhir ini juga berusaha membedakan mana hadis yang sahih dan mana yang
lemah, tapi perseteruan antara kedua pihak tetap berlangsung. Karena pengaruh² luar, jarak
perbedaan antara kedua pihak makin lama makin lebar. Pertentangan hal akademis dan masalah
58
Islam ini tidak berpengaruh banyak terhadap kedudukan Muslimah dalam umat Muslim.
Kebanyakan Muslim modern menerima saja ajaran Islam yang disampaikan pada mereka dari
generasi dulu ke generasi berikutnya dan dipertahankan dalam Hukum Syariah, yang bersumber
dari Qur’an dan Hadis.
[37] Hukum Islam dibentuk di dua ratus tahun pertama setelah kematian Muhammad.
Dalam tulisan ini, aku akan menelaah secara kritis pandangan² para feminis Muslimah dan
melihat apakah pandangan mereka bisa dipertahankan dalam menghadapi tradisi turun-temurun
Islam di mana Syariah Islam yang bersumber pada Qur’an dan Hadis mengatur semua norma dan
hukum kehidupan Muslim. Para Muslim ahli Islam setuju akan kesahihan dua koleksi Hadis
yakni Bukhari Sahih [38] dan Muslim Sahih. Selain itu, terdapat pula koleksi hadis lainnya
seperti Muwatta Malik, Sunan Abu Daud, dan Tirmizi yang juga diakui kebenarannya dan
banyak digunakan dalam Syariah. Umumnya, “Koleksi Hadis merupakan tulisan rinci tentang
apa yang dikatakan dan diperbuat Nabi. Bersama Qur’an, Hadis merupakan sumber hukum dan
acuan untuk membedakan mana yang haram dan halal, yang benar dan yang salah – sumber²
hukum ini membentuk etika dan nilai² moral Muslim” (Mernissi 1993: 1). Bagi kebanyakan
Muslim, “Hadis sahih merupakan tulisan yang sakral, yang kedua setelah Qur’an yang suci”
(Strowasser 1992: 1). Dalam membandingkan kesucian Qur’an dan Hadis:
[38] Sahih = Terpercaya.
Hadis Sahih dianggap sebagai ketetapan illahi tapi bukan sebagai seperti wahyu Allâh (karena
dalam Qur’an yang Muhammad berkata), “dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan” (Q 53:3-4).
Satu²nya perbedaan antara Qur’an dan Hadis adalah Qur’an disampaikan oleh malaikat Jibril dan
setiap kata berasal dari Allâh, sedangkan Hadis dinyatakan tanpa melalui huruf ataupun kata
(Haqq & Newton 1996:1).
Qur’an mendukung kesahihan Hadis dan Muslim dan Muslimah harus tunduk pada Qur’an dan
Hadis:
Q 33:36
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan
(yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.
Meskipun terdapat keyakinan kuat akan isi Hadis, di jaman modern ini kita dapatkan banyak
Muslim ahli Islam yang tidak ragu mempertanyakan keaslian Hadis, terutama kaum feminis dan
reformis Muslim. Mereka mengakui kedudukan penting Hadis dalam Islam tapi mereka ingin
membedakan Hadis yang sahih dan yang lemah. Mereka menggunakan Qur’an dalam
menentukan perbedaan ini. Hadis manapun yang bertentangan dengan pesan Qur’an tentang
kesamaan hak harus ditolak. Pandangan seperti ini tentunya menganggap Qur’an tidak
mengandung pesan yang jelek. Salah satu tokoh feminis Muslimah adalah Riffat Hassan yang
berkata, “Sudah jelas dalam ajaran Qur’an bahwa lelaki dan wanita punya kedudukan sama di
hadapan Allâh” (Hassan 2001: 63). Meskipun begitu, pesan kesamaan hak dalam Qur’an tetap
saja diperdebatkan. Sebagian feminis Muslimah melihat kontradiksi dalam Qur’an dan hal ini
tampak nyata bagi mereka dalam ayat² Qur’an yang mengajarkan pria lebih superior
dibandingkan wanita, poligami, cerai, dan pemukulan pada istri (Q 4: 34, 4: 3, 2: 228, 2: 282, 6:
10). Feminis Muslimah Nawal El-Saadawi merupakan salah satu feminis yang melihat
kontradiksi dalam Qur’an. Dia berkata, “Allâh berkata dalam buku sucinya bahwa Dia
menciptakan lelaki dan wanita dari satu jiwa yang sama; tapi di halaman lain, Dia mengatakan
yang sebaliknya, bahwa lelaki lebih superior dibandingkan wanita” (Saadawi 2001: 4). Dengan
demikian, pernyataan bahwa Qur’an mengatakan lelaki dan wanita berkedudukan sama tetap
59
merupakan masalah yang dipertentangkan. Yang mengakui kesamaan kedudukan lelaki dan
wanita dalam Qur’an akan sukar memenangkan perdebatan. Hal ini karena “para Muslim pada
umumnya tidak suka akan sikap mempertanyakan kesahihan ahadis dalam rangka mengartikan
kembali Qur’an untuk menciptkan wajah Islam yang baru” (Strowasser 1992: 1).
Contoh hadis yang merendahkan wanita:
Sahih Bukhari, Hadis no. 301 dan 856:
Rasul Allâh suatu saat berkata pada sekelompok wanita: ‘Aku belum pernah melihat seorang pun
yang lebih bodoh dalam berpikir dan beragama dibandingkan kalian. Orang yang bijak dan
waras bisa disesatkan oleh sebagian dari kalian.’ Para wanita bertanya, ‘Wahai Rasul Allâh, apa
sih kekurangan kami dalam berpikir dan beragama?’ Dia berkata, ‘Bukankah kesaksian dua
wanita sama nilainya dengan kesaksian satu pria?’ Mereka membenarkan akan hal itu. Dia
berkata, ‘Itulah yang merupakan kebodohanmu dalam berpikir.’ … ‘Bukankah wanita tidak
boleh sholat atau puasa saat sedang mengalami datang bulan?’ Para wanita membenarkan hal itu.
Dia berkata, ‘Itulah yang merupakan kebodohanmu dalam beragama.”
Kesahihan ahadis di atas sudah diakui dalam dunia Islam. Isi hadis ini diulang berkali-kali dalam
dua koleksi Hadis Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Ketika Bukhari dan Muslim menerima
hadis ini, mereka menyebut hadis ini sebagai “mutafagun ‘alayihi” yang berarti “disetujui”
(Haqq & Newton 1996: 3). Kalimat Arab “al-Nisa nagisatan ‘aglyan wa din” (wanita itu bodoh
dalam berpikir dan beragama) terdapat dalam ujung lidah setiap Muslim. Kalimat ini sering
digunakan oleh para Muslim ahli Islam dan Muslim awam dalam menjelaskan tentang wanita.
Ada sebuah peribahasa terkenal di negara² Arab, “Jika seorang wanita menjadi sebuah
kampak, dia tidak akan bisa membacok kepala.” Peribahasa ini menerangkan bahwa
wanita tidak saja lemah, tapi juga sama sekali tak berguna. Contoh hadis lain yang
menghina wanita:
Sahih Bukhari, vol. VII, no. 113
Wanita itu bagaikan tulang iga; jika kau mencoba meluruskannya, maka dia akan patah. Jadi jika
kau ingin memanfaatkan dia, lakukanlah meskipun dia bengkok.
Sahih Bukhari, vol. I, no. 28
Wanita itu tak tahu terima kasih pada suami² mereka dan tak berterima kasih pada pertolongan
dan kebaikan yang diberikan pada mereka. Jika kau selalu baik terhadap salah satu dari para
wanita itu dan dia lalu melihat sesuatu pada dirimu yang tidak disukainya, maka dia akan berkata,
‘Aku tidak pernah menerima kebaikan apapun darimu.’
Sahih Muslim, no. 3240
Ketika seorang wanita muncul, dia akan muncul dalam bentuk setan.
Sahih Bukhari, vol. I, no. 301
Nabi berkata, “Wahai kaum wanita! Beri zakat, karena aku melihat kebanyakan penghuni neraka
adalah kalian (kaum wanita).
Sahih Muslim, no. 6600
Diantara penghuni Surga, kaum wanita merupakan kelompok minoritas.
Mereka yang mempercayakan masalah mereka pada seorang wanita tidak akan pernah
mengalami kemakmuran (Mernissi 1993: 49).
60
Fatima Mernissi menulis bahwa:
Sebagian hadis dari kitab [39] Bukhari yang disampaikan oleh guru²ku menyakiti hatiku. Mereka
menyatakan bahwa Nabi berkata, “Anjing, keledai, dan wanita akan membatalkan sholat Muslim
jika mereka berjalan di hadapan Muslim, membatalkan sholat Muslim dan kiblat sholat.” [40]
Aku kaget sekali mendengar hadis seperti ini dan tidak pernah mengulang isi hadis itu lagi dalam
pikiranku dengan harapan aku bisa melupakannya. Aku bertanya, “Mengapa Nabi mengatakan
hadis seperti itu yang sangat menyakitkan hatiku … Bagaimana mungkin Nabi tercinta sanggup
menyakiti gadis cilik yang sedang tumbuh, dan yang berusaha mengidolakannya dalam impian²
romantisnya” (Mernissi 1991: 82).
[39] buku
[40] Arah sembahyang umat Muslim.
Muslimah dan Budaya
Mungkin penjelasan paling tepat tentang kedudukan Muslimah dalam dunia Islam terdapat
dalam tulisan² pemikir Muslim liberal Mesir Sayyid Mahmoud al-Qimni. Dalam bukunya Rab
Al-Zaman (Tuhan Masa Kini), di bawah artikel yang berjudul “Wanita dalam Warisan dan
Legenda² Agama,” dia menyampaikan isi artikel ini sebagai bahan kuliah pada Persatuan
Wanita Masyarakat Maju (People’s Progressive Women’s Union). Al-Qimni menunjuk Islam
sebagai pihak yang bertanggung-jawab atas rendahnya kedudukan Muslimah (al-Qimni 96: 219).
Menurutnya, warisan agama Islam membuat para Muslimah yakin “bahwa dia diciptakan dari
tulang rusuk yang bengkok, bodoh dalam berpikir dan beragama, kesaksiannya hanya
berharga separuh dibandingkan kesaksian pria, jatah warisannya hanya separuh jatah
warisan pria, dan dia tidak bisa menceraikan suaminya” (ibid: 220). Muslimah yakin
dirinya merupakan jelmaan Setan dan karena itu dia tidak bisa mengontrol nafsu
berahinya (ibid: 221). Menurut Islam, “Wanita hanya menuruti nafsu berahinya dan tidak
bisa berpikir, dia punya kecenderungan alami untuk mengkhianati suaminya, karena dia
merupakan satu dari empat hal yang tak bisa dipercaya, ‘duit, Sultan, waktu, dan wanita”
(ibid: 220). Wanita diciptakan untuk kenyamanan dan kesenangan suaminya saja. Dengan
begitu, Islam membuat Muslimah “yakin bahwa dirinya itu tak lebih daripada sekedar
vagina dan di luar itu dia adalah horma (tabu) dan haram. Karena itulah, jika dia
mempertahankan imannya dan vaginanya dan membuat senang suami dan majikannya,
maka dia akan masuk surga” (ibid: 220). Iman Muslimah “tidak bisa sempurna kecuali
jika dia tunduk dan taat sepenuhnya pada suaminya dan ketaatan seperti ini akan
memberinya tempat di surga sebagai seorang pelacur diantara banyak harem Muslim”
(ibid: 221). Gambaran nasib Muslimah menyedihkan yang diajukan al-Qimni membuat banyak
profesor² Muslimah dan para ulama atau ahli Islam Al-Azhar jengkel karena mereka yakin Islam
menghormati wanita dan meletakkan wanita di kedudukan yang terhormat.
Al-Qimni berkata Qur’an memberikan dua hak kontradiktif akan wanita (al-Qimni 2004: 170).
Beberapa ayat Qur’an menyatakan wanita berkedudukan sama dengan lelaki, misalnya Sura² al-
Imran: 195, al-Nahil: 97, al-Touba: 71, al-Ahzab: 35, and al-Maida: 38. Pandangan positif akan
kaum wanita ini dijungkirbalikkan dengan Sura al-Nisa 4:34 (pemukulan terhadap istri yang
tidak taat pada suami). Dalam sebuah hadis Bukhari, Nabi berkata, “setiap orang yang memilih
wanita sebagai pemimpin tidak akan makmur” (ibid). Al-Qimni mengutip banyak ayat² Qur’an
dan hadis² untuk menunjukkan kedudukan Muslimah yang rendah dalam Islam.
Dalam hal ini, al-Qimni menyebut kejadian di mana dia dituduh sebagai kafir oleh para profesor
dan doktor (S3) Muslimah dari Universitas Al-Azhar karena dalam bukunya yang berjudul Al-
Fashun wa Al-Watan, (Kaum Fasis dan Negara), dia menerangkan Islam menempatkan
Muslimah di kedudukanyang rendah – bahwa Muslimah kurang dalam segala hal dibandingkan
61
Muslim dan Muslimah diciptakan sebagai pemuas nafsu berahi Muslim. Alasan utama protes
mereka adalah karena al-Qimni menyatakan bahwa mereka “berlaku salah karena berani
menuntut hak² bagi wanita, padahal Islam hanya memberi hak seperti itu pada Muslim saja”
(ibid: 177).
Contoh² hadis² perendahan wanita dan penjelasan al-Qimni menunjukkan teori sebenarnya akan
Muslimah dalam Islam. Sudah jelas bahwa fakta menunjukkan Muslimah seringkali dianggap
sebagai ancaman dalam kestabilan masyarakat Muslim dan karenanya mereka harus di bawah
kontrol Muslim. Darlene M. Juschka menulis, “Jika kaum wanita dianggap jadi pembawa sial
suatu budaya – misalnya dianggap sebagai pembuat kekacauan, perilaku sex yang tak terhormat,
dan sikap tak masuk akal – maka masyarakat menganggap perlu mengambil tindakan untuk
menekan ancaman ini…” (Juschka 2001: 161).
Lelaki Lebih Superior Dibandingkan Wanita
Qur’an menyatakan bahwa lelaki dan wanita punya kesamaan dalam kewajiban beribadah,
pahala dan hukuman, dan kesatuan penciptaan (Q 3:195, 4:1). Akan tetapi, ayat² Qur’an lain
mengajarkan pria lebih superior dan satu derajat lebih tinggi daripada wanita (Q 4:34, 2:228).
Fadela M’rabat dari Aljeria mengomentari Q 4:34 sebagai berikut, “Apa yang sebenarnya ingin
disampaikan dari ayat ini adalah Allâh lebih suka pada pria daripada wanita, karena wanita lebih
lemah.” (Smith 1978: 526). Pria lebih superior daripada wanita di bidang pengetahuan, kekuatan,
kekuasaan dan ini karena Allâh lebih suka akan pria daripada wanita dan pria berkuasa atas
wanita. Lebih jauh lagi, wanita dianggap bodoh dalam berpikir dan beragama
Wanita bukan saksi yang baik dan tak tahu berterimakasih
Q 2:282
… Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada
dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang
kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. …
Sahih Bukhari, vol. I, no. 28
Wanita itu tak tahu terima kasih pada suami² mereka dan tak berterima kasih pada pertolongan
dan kebaikan yang diberikan pada mereka. Jika kau selalu baik terhadap salah satu dari para
wanita itu dan dia lalu melihat sesuatu pada dirimu yang tidak disukainya, maka dia akan berkata,
‘Aku tidak pernah menerima kebaikan apapun darimu.’
Wanita adalah ‘AURAT
Tiada definisi lain yang begitu banyak dipakai dan diterima Muslim selain definisi wanita adalah
AURAT. Ensiklopedia Islam menjelaskan bahwa Aurat adalah “ alat kelamin wanita atau
vagina” (Haqq & Newton 1996: 5). Kata ini diambil dari kata benda “telanjang”. Jadi artinya
“wanita adalah vagina.”
Hadis Tirmizi, vol. II, kitab Adab al-Nikah, hal. 65
Ali melaporkan bahwa Nabi berkata, ‘Wanita punya sepuluh aurat. Ketika dia menikah,
suaminya menutupi satu auratnya, dan ketika dia mati menutupi sepuluh auratnya.
62
Di hadis lain, Tirmizi melaporkan bahwa wanita adalah Aurat.
Tirmizi, vol. II, hal. 65
Seorang wanita adalah Aurat. Ketika dia keluar rumah, Setan menyambutnya.
Hadis ini mengatakan bahwa wanita selalu dirasuki setan². Dengan begitu, wanita dianggap
berbahaya bagi umat Muslim dan karenanya dia harus dipenjara di dalam rumahnya.
Kedua hadis ini berhubungan dengan pemaksaan wanita memakai kerudung. Tapi aturan
kerudung Muslimah pun berbeda-beda dan para tokoh pendiri empat aliran Islam utama tidak
memiliki aturan yang sama akan hal ini. Aliran² Islam Maliki dan Hanafi mengijinkan Muslimah
untuk menunjukkan tangan dan wajah, sedangkan seluruh tubuh dikerudungi. Aliran Shafi’i dan
Hanbali menganggap seluruh tubuh wanita sebagai aurat dan karenanya wanita wajib menutupi
seluruh tubuh, dari ujung kepala sampai ujung kaki. (Haqq & Newton 1996: 5). Sebagian
Muslim ekstrim pendukung Sunah Nabi malahan menganggap suara wanita sebagai aurat
sehingga wanita bahkan tidak boleh bicara di manapun.
Tambahan keterangan tentang Empat aliran utama Syariah Islam:
• Hanafi (Syria, Turkey, Pakistan, the Balkans, Asia Pusat, anak benua India, Iran, Afghanistan, China
dan Mesir)
• Maliki (Afrika Utara,daerah² di Afrika Barat, dan beberapa negara Arab di Teluk Persia)
• Shafi'i (Arabia, Indonesia, Malaysia, Maldives, Egypt, Somalia, Djibouti, Eritrea, Ethiopia, Yemen dan
India selatan)
• Hanbali (Arabia).
Wanita adalah Tulang Rusuk yang Bengkok
Bukhari dan Muslim setuju akan hadis² berikut:
Sahih Bukhari, vol. VII, no. 113
Wanita itu bagaikan tulang iga; jika kau mencoba meluruskannya, maka dia akan patah. Jadi jika
kau ingin memanfaatkan dia, lakukanlah meskipun dia bengkok.
Dalam kitab Adab al-Nikah, Tirmizi menyatakan di hal. 51:
Tiga orang jika kau menghormati mereka maka mereka akan menghinamu dan jika kau
menghina mereka maka mereka akan menghormatimu: wanita, budak, dan orang Nabasia [41].
[41] Nabasia = vegetarian.
Hak² Muslim akan Muslimah
Islam menetapkan hak² bagi Muslim dan Muslimah. Yang terpenting dari hak² ini adalah
ketaatan total pihak Muslimah terhadap suami² Muslim mereka.
Ketaatan
Banyak hadis yang menerangkan perihal ketaatan berhubungan dengan Q 4:34.
Mishkat al-Masabih, Buku I, hadis No. 74
Ada tiga orang yang sholatnya tidak akan diterima, atau amalnya tidak akan dihitung: budak
yang melarikan diri sampai dia kembali ke majikannya, wanita yang suaminya tidak puas akan
dirinya, dan orang mabuk sampai dia sadar kembali.
63
Mishkat al-Masabih, Buku I, hadis No. 60
Wanita yang mati dan suaminya puas akan dirinya, maka wanita itu akan masuk surga.
Mishkat al-Masabih, Buku I, hadis No. 61
Nabi Allâh berkata: Jika seorang pria memanggil istrinya untuk memuaskan nafsu berahinya,
wanita itu harus segera datang pada suaminya, meskipun dia saat itu sedang sibuk di dapur.
Sahih Bukhari, vol. VII, no. 121
Rasul Allâh berkata: Jika seorang pria memanggil istrinya ke ranjangnya dan istri itu menolak,
dan suami melalui malam hari dengan rasa marah, maka para malaikat akan mengutuki istri
sampai dia terjaga di pagi hari.
Muslim menyampaikan hadis serupa dengan isi yang agak berbeda:
Jika seorang pria memanggil istrinya ke ranjangnya, dan istri menolak, Dia yang di surga akan
marah pada sang istri sampai suaminya merasa puas dengannya. (Haqq & Newton 1996: 7).
Mishkat al-Masabih, Buku I, hadis No. 70
Jika saja aku harus memerintahkan orang untuk bersujud pada orang lain, maka aku akan
memerintahkan para wanita untuk bersujud di hadapan para suami mereka sesuai dengan hak
pria atas wanita yang telah ditetapkan Allâh.
Hadis ini dinyatakan pula oleh Abu Daud, Ahmad, Tirmizi, Ibn Magah, dan Ibn Haban.
Pemukulan atas Wanita
Qur’an 4:34 menyatakan:
… Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka.
Ayat di atas menjadi bahan perdebatan sengit diantara para ahli Islam modern. Kelompok²
feminis, reformis, dan Muslim liberal beranggapan ayat ini tidak berarti suami dapat memukul
istrinya jika istri berontak. Mereka mencoba mencari makna lain dari kata Arab “idribuhun” agar
tidak berarti memukul. Contoh dari usaha ini tampak di buku Asma Parl yang berjudul
“Muslimah dalam Islam.” Akan tetapi usaha² seperti ini sukar diterima tatkala kita melihat latar
belakang kejadian turunnya ayat. “Ayat di atas dinyatakan berkenaan dengan seorang wanita
yang mengeluh pada Muhammad bahwa suaminya menampar wajahnya (dan bekas pukulan
masih tampak jelas di wajahnya). Awalnya sang Nabi berkata padanya: ‘Balas pukul dia,’ tapi
lalu menambahkan: ‘Tunggu sampai aku memikirkan hal itu.’ Selanjutnya ayat di atas
dinyatakan, di mana Nabi berkata, ‘Kami menginginkan sesuatu tapi Allâh menginginkan hal
lainnya, dan apa yang diinginkan Allâh adalah yang terbaik.” (Haqq & Newton 1996: 9).
Memukul istri merupakan hal yang halal dalam Syariah jika termasuk dalam empat kasus berikut:
1. Jika istri tidak mau berdandan atau berhias diri padahal suaminya menghendaki begitu,
2. Jika istri tidak mau berhubungan sex dengan suami tanpa alasan yang diakui Islam,
3. Jika istri disuruh membersihkan diri untuk sholat dan dia tidak mau, dan
4. Jika dia pergi keluar rumah tanpa ijin dari suaminya.
64
Dalam hadis Muslim sahih, Aisyah mengatakan hadis yang panjang dimana Nabi memukul
dadanya sampai terasa sakit.
Hadis Sahih Muslim, buku 004, nomer 2127:
Muhammad b. Qais berkata kepada orang2: Haruskah aku menceritakan padamu (sebuah hadis
dari sang Nabi) berdasarkan wewenangku dan wewenang ibuku? Kami mengira dia mengatakan
ibunya yang melahirkan dia. Dia (Muhammad b. Qais) lalu melaporkan bahwa Aisha-lah yang
menceritakan ini: Haruskah aku menceritakan padamu tentang diriku dan Rasul Allah (SAW)?
Mereka berkata: Ya. Dia (Aisha) berkata: Waktu itu adalah giliranku untuk menghabiskan
malam hari bersama dengan sang Nabi. Dia membaringkan badannya, memakai baju hangatnya
dan melepas sepatunya dan lalu berbaring sampai dia mengira aku tertidur. Dia memegang baju
hangatnya perlahan dan pelan2 memakai sepatunya, dan membuka pintu dan ke luar dan
menutup pintu sedikit. Aku menutupi kepalaku, mengenakan kerudungku dan mengencangkan
kain pembungkus pinggangku, dan lalu ke luar mengikutinya sampai dia mencapai Baqi’. Dia
berdiri di sana dan dia berdiri untuk waktu yang lama. Dia lalu mengangkat tangan2nya tiga kali,
dan lalu kembali dan aku pun kembali. Dia mempercepat langkahnya dan aku pun mempercepat
langkahku. Dia berlari dan aku pun berlari. Dia tiba (di rumah) dan aku juga tiba (di rumah).
Akan tetapi aku datang lebih cepat dan aku masuk (rumah), dan selagi aku berbaring di tempat
tidur, dia (sang Nabi) masuk (ke rumah), dan berkata: Mengapa, O Aisha, kau terengah-engah
kehabisan nafas? Aku berkata: Tidak ada apa2. Dia berkata: Katakan padaku atau Sang
Pengamat dan Sang Maha Tahu akan memberitahukan padaku. Aku berkata: Rasul Allah,
semoga ayahku dan ibuku jadi tebusan bagimu, dan lalu kuceritakan padanya (semua hal). Dia
berkata: Apakah itu gelapnya (bayanganmu) yang kulihat di mukaku? Aku berkata: Ya. Dia
memukul dadaku sampai terasa sakit, dan berkata: Apakah kau pikir
Allah dan RasulNya akan bertindak licik terhadapmu? Aku berkata: Apapun yang
disembunyikan manusia, Allah akan mengetahuinya. Dia berkata: Gabriel datang padaku ketika
kau melihatku. Dia memanggilku dan dia tak tampak bagimu. Aku menjawab panggilannya, tapi
aku tidak memberitahumu (karena Gabriel tidak datang padamu), karena kamu tidak berpakaian
lengkap. Kupikir kau sudah tidur, dan aku tidak suka membangunkanmu, khawatir kau akan
takut ….
Hadis² yang membahas tentang wanita jumlahnya sangat banyak. Beberapa dari hadis² tersebut
menunjukkan sikap yang baik terhadap wanita, dan wanita dalam hal ini adalah seorang ibu
dan bukan seorang istri atau anak perempuan.
Abu Hurairah melaporkan bahwa seorang pria datang menghadap Rasul Allâh dan bertanya:
“Wahai Rasul Allâh, siapakah orang yang paling berhak untuk mendapatkan kebaikan dan
perhatian dariku?” Nabi menjawab, “Ibumu.” Pria itu bertanya lagi, “Setelah itu siapa?” Nabi
menjawab, “Ibumu.” Pria itu bertanya lagi, “Setelah itu siapa?” Nabi menjawab, “Ayahmu.
Surga terletak di bawah kaki para ibu.”
Dr. Suhaib Hasan memberi komentar terhadap hadis di atas:
Hadis itu merupakan hadis yang do’if [42], tapi isinya tercantum pula di hadis Ibn Majah dan al-
Nasa’i di mana seorang pria datang menghadap Nabi dan berkata, “Wahai Rasul Allâh! Aku
berniat pergi perang, tapi aku ingin meminta pendapatmu.” Nabi berkata, “Apakah ibumu masih
hidup?” Orang itu menjawab, “Ya.” Nabi berkata, “Tinggallah dengannya, karena Taman (surga)
terletak di bawah kakinya.” (Haqq & Newton 1996: 12).
[42] lemah.
Para feminis, reformis, dan liberal Muslim seringkali mengutip kedua hadis di atas untuk
mendukung pandangan mereka bahwa Islam mengajarkan kesetaraan kedudukan lelaki dan
65
wanita dan hadis² yang bertentangan merupakan karangan generasi Muslim berikutnya saja.
Akan tetapi, kedua hadis ini menasehatkan para putra untuk berbaik hati pada ibu²
mereka, tapi tidak menasehatkan para suami untuk berbaik hati pada istri² atau para ayah
pada anak² perempuan mereka. Terlebih lagi, kedua hadis ini tidak dianggap sebagai hadis
sahih karena Bukhari dan Muslim tidak memasukkan kedua hadis itu ke dalam koleksi mereka.
Hanya Ibn Majah dan al-Nasa’i saja yang menyatakan hal itu. Kedua hadis ini jarang sekali
dikutip para ulama dan ahli Islam.
Setelah melihat ayat² Qur’an dan ahadis, masih saja para ahli Islam ngotot menyatakan Islam
membela wanita dan memberi wanita kedudukan yang sama dengan pria. Pengakuan seperti ini
sukar dipercaya. Mereka berusaha percaya Islam itu egalitarian (menganggap kedudukan wanita
dan pria sama) dengan cara menyangkal ajaran²nya tentang perlakuan terhadap wanita. Hal ini
jelas hanyalah angan² mereka saja dan bukan fakta. Usaha² seperti ini tidak menguntungkan
pihak Muslimah. Para Muslimah yang tinggal di negara Barat tidak terangkat derajatnya karena
usaha ini, tapi karena masyarakat Barat memang memberi hak yang sama dan sederajat terhadap
pria dan wanita. Akan tetapi Muslimah yang hidup di lingkungan umat Muslim masih saja
terkekang dengan ajaran² Muhammad akan wanita.
66
Bab 10 – Ajaran Muhammad tentang Nikah
Setelah membahas kedudukan Muslimah dalam Islam, aku akan menelaah efek ajaran² ini pada
kehidupan Muslimah, terutama pada pernikahan secara umum, dan poligami secara khusus.
Tiada yang lebih banyak dikritik dalam Islam selain masalah poligami. Para pengritik Islam
menunjuk banyak alasan yang memperlihatkan Muslimah merupakan warga kelas dua di dunia
Islam, di mana mereka tak punya hak dan derajat yang sama tinggi dengan lelaki. Akan tetapi
para Muslim dan Muslimah ahli Islam tidak mengikutsertakan poligami sebagai bukti jelas akan
penindasan Islam terhadap wanita. Karena inilah maka para pengamat modern mengamati secara
khusus masalah poligami dalam penelitian² mereka. Praktek poligami dalam masyarakat Muslim
di jaman modern ini sangat banyak berkurang dibandingkan jaman dulu karena masalah ekonomi
(satu pria harus menafkahi lebih dari satu rumah tangga). Selain itu, beberapa negara Muslim
seperti Tunisia dan Turki melarang poligami. Negara² lain seperti Mesir membuat aturan ketat
akan poligami agar Muslim keberatan melakukannya. Akan tetapi, negara² Muslim lainnya tidak
melakukan pelarangan poligami.
Definisi Nikah
Pernikahan merupakan kontrak sipil yang bersifat permanen, berlaku seketika, dan tidak
tergantung perubahan keadaan, dilakukan oleh dua orang yang berlawanan sex sebagai
kebersamaan yang menguntungkan kedua belah pihak dan untuk memiliki keturunan.” (Verma
1988: 56). Dua orang yang harus menandatangi kontrak nikah tidak selalu harus pihak suami dan
istri. Menurut pandangan aliran Shaf’I dan Maliki, “Wanita itu sangat tidak mampu untuk
menandatangani kontrak nikah bagi dirinya sendiri atau bagi orang lain meskipun walinya telah
mengijinkannya untuk melakukan hal itu. Seorang ayah dapat menandatangani kontrak nikah
bagi putrinya yang perawan tanpa harus minta ijin dari putrinya terlebih dahulu, tidak peduli
berapapun usia ptrinya.” (Verma 1998: 24). Akan tetapi, aliran Hanafi dan Hanbali memberi
wanita hak untuk menyatakan persetujuan. Kebanyakan negara² Arab dan Afrika Muslim
mengikuti aliran Shaf’I dan Maliki, sedangkan negara² Pakistan, India, dan Afghanistan
67
mengikuti aliran Hanafi dan Hanbali. Tiada batas umur minimum dalam pernikahan Islam. Hal
ini karena Nabi Muhammad menikahi Aisyah di usia 6 tahun dan menidurinya di usia 9 tahun.
Para Muslim ahli Islam di jaman modern menetapkan batas usia nikah Muslimah karena
pengaruh budaya Barat di negara² Muslim. (Lois 1985: 61).
Tiga Jenis Pernikahan dalam Islam
Terdapat tiga jenis pernikahan dalam Islam:
1. Pernikahan Monogami: hubungan sah antara satu pria dan satu wanita.
2. Pernikahan Poligami: hubungan sah antara satu pria dan lebih dari satu wanita, tidak boleh
lebih dari empat istri dalam waktu yang sama.
3. Pernikahan Mut’ah [43]: hubungan nikah sah antara satu pria dan satu wanita. Jenis nikah ini
berbeda dengan nikah lainnya karena tidak bertujuan untuk menikah secara langgeng, tapi
hanya untuk pemuasan berahi secara halal saja. Hal ini diijinkan oleh Nabi, tapi dihapus oleh
Kalifah kedua Umar ibn al-Khattab. Mut’ah dianggap haram oleh Islam Sunni, tapi halal bagi
Islam Syiah dan tetap dilakukan sampai hari ini. Di Iran (mayoritas Muslim Syiah),
diperkirakan sekitar 70% istri mut’ah adalah pelacur. (Woodsmall 1983: 119).
[43] Mut’ah berarti kenikmatan. Ini juga termasuk dalam jenis pernikahan poligami.
Pernikahan Poligami
Islam tidak menciptakan pernikahan poligami, tapi “Islam mengkhususkan pernikahan poligami
hanya untuk Muslim saja” (Mernisi 1987: 80). Professor Maroko bernama Fatima Mernissi
berkata bahwa poliandri “pernikahan antara satu wanita dengan beberapa pria” lebih sering
dilakukan daripada poligami “pernikahan satu pria dengan beberapa wanita.” Nabi khawatir akan
nasib wanita yang dicerai, jadi janda, atau anak² yatim yang tak nikah, sehingga dia membuat
aturan di mana pria bisa melindungi mereka, tidak hanya sebagai saudara tapi juga sebagai suami
(Mernissi 1987: 80)
Poligami Sebelum Jaman Islam
Aisyah berkata: terdapat empat jenis pernikahan sebelum Islam. (al-Sabaq 1981: 18).
1. Pernikahan orang jaman sekarang: Pria melamar wanita, dan dia bayar mahar dan
menikahinya.
2. Seorang pria berkata pada istrinya, ketika istrinya sudah selesai datang bulan, mengirim
istrinya untuk ini dan itu dan berhubungan sex dengan pria lain. Pernikahan ini disebut
sebagai “al-Istipda’a”. [45]
3. Nikah al-Raht: seorang wanita memanggil sejumlah pria ke rumahnya dan berhubungan sex
dengan mereka. Jika wanita itu lalu hamil, dia akan memanggil semua pria itu ke rumahnya,
dan dia akan memberitahu mereka bahwa dia mengenal mereka semua dan jadi hamil dan
akan melahirkan bayi. Ini adalah anak pria yang ini atau itu.
4. Pernikahan keempat adalah di mana banyak pria berhubungan sex dengan satu wanita dan
wanita itu tidak akan membatasi siapapun yang ingin berhubungan sex dengannya. Wanita
seperti ini adalah pelacur yang memberi tanda bendera di depan pintu² rumah mereka sebagai
tanda ajakan mereka. Jika wanita ini melahirkan anak, orang² akan melihat anak itu mirip
siapa. Pria yang wajahnya mirip anak itu akan disebut sebagai ayahnya.
68
Semua jenis pernikahan di atas tidak ada yang serupa dengan pernikahan poligami Islam. Hal ini
membenarkan pendapat Fatima Mernissi bahwa Islam menciptakan poligami hanya untuk
Muslim saja.
[45] Hubungan sex.
Poligami dalam Islam
Qur’an 4:3 menyatakan:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya.
Ayat ini tidak hanya mengijinkan Muslim punya empat istri dalam waktu bersamaan, tapi juga
mengijinkannya untuk memiliki gundik atau budak sex sebanyak apapun yang dikehendakinya.
Ayat ini dinyatakan setelah Perang Uhud di mana banyak Muslim mati dan meninggalkan para
janda dan anak² yatim. Di Uhud, sekitar 70 Muslim terbunuh. Karena itulah, satu²nya alasan
tepat dilakukannya poligami adalah sebagai pemecahan masalah janda dan anak yatim karena
akibat perang. Akan tetapi, para Muslim ahli Islam kemudian mencari-cari alasan lain diluar
perang untuk menghalalkan penerapan poligami. Menurut al-Ghazali, poligami itu perlu karena
memuaskan naluri berahi manusia. (Mernissi 1987: 47). Bagi al-Ghazali, Muslimah tidak perlu
memuaskan naluri berahinya, “… karena pria terbeban dengan dorongan gairah sex yang besar
sehingga satu wanita saja tidak cukup untuk menjamin kesucian pria (suci dari tindakan zinah),
sehingga dianjurkan agara pria menambah istri lebih banyak. Akan tetapi jumlahnya tidak boleh
lebih daripada empat.” (Mernissi 1987: 47).
Dalam membahas Q 2:223, Mernissi berpendapat bahwa Islam mengijinkan Muslim untuk
menyodomi istrinya, meskipun istri tidak mau. Ayat ini dinyatakan ketika seorang Muslimah
Ansar (Medinah) tidak mengijinkan suaminya menyodomi dirinya. (Mernissi 1993: 145).
Muslimah ini mengunjungi Umm Salama (istri Nabi dan wakil para wanita) dan memintanya
untuk membahas masalah ini dengan Nabi. Ketika Umm Salama menyampaikan hal ini pada
Nabi, turunlah Q 2:223 dari surga yang menyatakan, “
Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat
bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk
dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya.
Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Ayat ini memberi hak pada pria untuk memilih posisi persetubuhan yang mereka inginkan dan
termasuk menyodomi istrinya tanpa ijin istri. (Mernissi 1993: 146).
Syd Qutub tidak menyatakan hal yang sama seperti al-Ghazali mengenai kesucian Muslim, tapi
menggunakan alasan wanita mandul sebagai penghalalan bagi Muslim untuk menambah istri.
Jika istri mandul, maka suami Muslim punya dua pilihan:
1. Menceraikan istri dan menikahi wanita lain untuk mengabulkan keinginan suami punya anak,
atau:
2. Tetap menikahi istri dan menikahi wanita lain. (Daagir 2002: 24).
69
Alasan Qutub ini seringkali digunakan banyak Muslim modern untuk melakukan poligami, tapi
alasan ini sangat lemah karena tidak mengikutsertakan kemungkinan bahwa suamilah yang
mandul dan bukan istri. Terlebih lagi, jika benar alasan poligami adalah agar punya anak, maka
seharusnya Qur’an juga menyatakan keterangan yang serupa sebagai syarat poligami.
Al-Sabuni yakin bahwa poligami mencegah wanita untuk melakukan pelacuran. Dia berpendapat
bahwa ketika Jerman menghadapi masalah jumlah wanita lebih banyak daripada jumlah pria di
akhir PD II, maka poligami dilakukan untuk memecahkan masalah. (Daagir 2002: 24). Pendapat
ini membenarkan ketetapan poligami dalam Qur’an, akan tetapi jika memang begitu, maka
poligami tidak bisa ditetapkan pada saat tiada masalah dalam perbandingan jumlah pria dan
wanita.
Alasan pembenaran lain akan poligami yang juga sering dipakai Muslim adalah jumlah wanita di
dunia empat kali lebih banyak daripada jumlah pria. Hal ini menimbulkan masalah dan poligami
merupakan cara tepat memecahkan masalah, begitu menurut mereka. Tapi faktanya jumlah pria
dan wanita di dunia adalah seimbang dan tiada data statistik apapun yang mendukung pendapat
Muslim tersebut. Terlebih lagi jumlah Muslim yang punya istri sampai empat lebih sedikit
daripada Muslim yang tidak berpoligami. Selain itu, masalah keuangan mencegah banyak
Muslim untuk menikahi lebih dari satu wanita.
Alasan lain yang juga sering diajukan Muslim masa kini adalah pria sanggup menghasilkan
keturunan di usia yang lebih lama daripada wanita. Wanita umumnya tidak bisa hamil lagi
setelah usia 50 tahun, sedangkan pria masih bisa menghasilkan keturunan sampai usia 70 tahun.
Rashi Radia, Muslim ahli Islam, secara terang²an menyatakan bahwa satu wanita saja tidak
mampu memuaskan nafsu berahirnya. Tapi dia tidak menerangkan mengapa pria butuh lebih
banyak wanita untuk memuaskan nafsu berahinya. (Daagir 2002: 25).
Poligami dalam Islam selalu berhubungan dengan kepercayaan bahwa wanita adalah sumber
kenikmatan dan hiburan bagi pria. Sejarah Islam menunjukkan bahwa para wanita digunakan
oleh partner prianya sebagai penghibur pria. Contohnya bisa dilihat di berbagai dongeng 1001
Malam Arabia, juga di Kitab al-Aghani yang ditulis oleh Abi Al-faraj al-Asfahani tentang
jariyah (budak sex wanita) milik para Kalifah Abbasid, dan kisah hadis Tirmizi tentang tujuh
puluh dua houri (bidadari perawan) di surga bagi Muslim. Qur’an menerangkan bahwa houri
adalah wanita² yang cantik, perawan abadi, dan menyenangkan Muslim. (Mernissi 1988: 71).
Penjabaran tentang huri di Qur’an berdampak besar pada hubungan antara pria dan wanita dalam
Islam. Pria memandang istrinya sebagai makhluk yang lebih rendah, sama seperti para huri yang
cantik, setia, dan senantiasa menawarkan kenikmatan sex.
Q 44:51-54
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman,
(yaitu) di dalam taman-taman dan mata-air-mata-air; mereka memakai sutera yang halus dan
sutera yang tebal, (duduk) berhadap-hadapan, demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka
bidadari.
Q 55:56-58
Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah
disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka)
dan tidak pula oleh jin.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.
70
Q 55:72
(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.
Q 78:33-34
dan gadis-gadis remaja berdada montok (kawa’iba) [46] yang sebaya, dan gelas-gelas yang penuh
(berisi minuman).
[46] Montok dan kencang, tidak melorot. (Haqq & Newton 1996: 16)
Mishakat al-Masabih, buku I, hadis no. 62
Pada wanita yang tidak membuat susah suaminya di dunia ini, istri huris bermata jernih
suaminya tidak akan berkata pada istri itu: ‘Jangan bikin suamimu susah. Semoga Allâh
menghancurkanmu. Suamimu hanyalah tamu lewat bagimu dan dalam waktu dekat dia akan
meninggalkanmu untuk datang pada kami.”
Sang Nabi ditanyai: ‘Apakah kami akan berhubungan sex di Surga?’ Nabi menjawab: ‘Ya, demi
dia yang memegang jiwaku dalam tanganNya, dan hubungan sex dilakukan secara dahman,
dahman (hubungan sex yang penuh sodokan dan suara ribut). Dan ketika hubungan sex selesai,
wanita akan kembali bersih dan perawan lagi.” (Haqq & Newton 1996: 17). [47]
[47] Ibn-Kathir, vol. VIII, hal. 11, tafsir Q 56:35-37, diterbitkan oleh Dar Ash-Sha’b, catatan kaki editor oleh pihak
penerbit yang menjelaskan arti kata ‘dahman.’
Hadis Tirmizi menjanjikan Muslim tujuhpuluh dua huri di Surga bagi ditambah istri²nya dari
dunia fana.
tambahan keterangan:
TIRMZI, vol. 2, hal. 138:
Setiap pria yang masuk surga akan diberi 72 houris; tidak peduli dalam usia berapa dia mati,
ketika dia masuk surga, dia akan berusia 30 tahun dan tidak akan pernah menjadi tua. Seorang
pria yang masuk surga akan diberi daya kejantanan (untuk ngeseks) yang sama dengan 100
orang.
Hadist yang sama juga dikutip oleh Ibn Kathir (meninggal tahun 1373 CE ) dalam tafsir
Qurannya tentang Surah Al-Rahman (55), ayat 72: "Nabi Muhammad terdengar berkata, “Hadiah
balasan terkecil bagi orang-orang di surga adalah tempat tinggal di mana ada 80,000 budak dan
72 istri, beratapkan mutiara, aquamarine dan ruby, selebar jarak antara Al-Jabiyyah [di
Damaskus] dan Sana’a [Yemen]’.”
Pertanyaan yang banyak mengganggu setiap Muslim ahli Islam adalah: Dapat apakah para
Muslimah yang wafat tanpa pernah nikah? Qur’an dan Hadis diam saja akan hal ini. Diamnya
kitab² Islam itu tentunya beralasan, dan para ahli Islam ortodox menganggap “para wanita tidak
punya jiwa/hati.” (Smith & Haddad 2001: 39). Dengan begitu, wanita dianggap sama seperti
binatang, yang hidupnya berakhir berakhir setelah mati. “Hubungan paling
mendasar dalam masyarakat Islam bukanlah hubungan antara
pria dan wanita, tapi antara pria dan Allâh: dan sama sekali
bukanlah antara wanita dan Allâh.” (ibid). Ajaran Islam tentang jawariyah,
houri, dan nikah menunjukkan dengan jelas bahwa Muslim menganggap poligami sebagai cara
untuk memuaskan nafsu berahinya. Muslimah yang kedudukannya lebih rendah dibandingkan
houri, dianggap sebagai obyek hiburan sementara dan kesenangan bagi pria di dunia fana ini.
Nanti setelah Muslim mati, dia akan menikmati kesenangan sex abadi bersama tujuhpuluh dua
houri perawan di Surga.
71
Qur’an, 4:129
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Ayat di atas dengan jelas berhubungan tentang perlakuan adil terhadap para istri dalam
pernikahan poligami. Ayat itu menyatakan bahwa suami tidak mungkin bisa berlaku adil
terhadap para istri, meskipun sudah berusaha untuk itu. Para ahli Islam modern menggunakan
ayat ini untuk menyatakan “perlakuan adil tidak mungkin bisa dilaksanakan.” (Yamani 1981: 99).
Di negara² Tunisa dan Turki, poligami dilarang dan ayat di atas digunakkan untuk melarang
poligami. Para modernis Islam mengajukan banyak faktor untuk menunjukkan poligami tak
layak lagi dilakukan di jaman modern. Alasan paling utama adalah faktor tak cukup uang untuk
membiayai lebih dari satu keluarga. Qur’an menuntut suami menafkahi istri²nya secara sama dan
adil. Dengan begitu, suami harus memberi setiap istri satu rumah, kekayaan sendiri, dan
memenuhi kebutuhan² lain seperti pendidikan bagi anak² setiap istri dan kehidupan yang lebih
baik bagi masing² istri. Di jaman sekarang, pada umumnya seorang pria tidak mampu melakukan
hal ini. Karena itulah di umat Muslim di jaman modern ini jarang melakukan poligami.
Fatima Mernissi mengatakan bahwa meskipun Qur’an menyatakan persyaratan untuk melakukan
poligami, tapi usuran poligami bersangkutan dengan “perasaan subyektif, yang sukar untuk
dibag-bagi secara adil.” (Mernissi 1987: 47). Nabi Muhammad sendiri mengakui dalam sebuah
hadis “Pilihan Hati” bahwa dia tidak dapat bertindak adil terhadap istri²nya. Menurut Hadis ini,
sang Nabi mencintai istrinya Aisyah lebih daripada istri²nya yang lain. Para ahli Islam mencoba
mengatakan hadis ini hanya menyatakan tentang cinta dan bukan bersikap adil.
Faktor² yang Mendorong Poligami dalam Masyarakat
Muslim
Selain aturan poligami halal dalam Syariah Islam, ada faktor² sosial lain yang mendorong
Muslim untuk melakukan poligami. Yang paling utama dari faktor² sosial ini adalah kehormatan,
istri mandul, dan sunat Muslimah. Mernissi menyatakan, “konsep keperawanan dan kehormatan
suami terletak diantara kedua kaki wanita.” (Mernissi 1988: 34). Jika istri tidak mengeluarkan
darah saat hubungan pertama pernikahan, maka istri dianggap tidak perawan lagi dan gagal ujian
sosial, “istri lalu ditolak suami dan keluarga suami, dan diserahkan kembali ke keluarga istri.”
(Yamani 1981: 149). Dalam beberapa kasus, suami tetap menikahi istri, tapi lalu cari istri lain
yang lulus ujian keperawanan. Dengan begitu tentunya istri kedua lebih berharga di mata
suaminya dibandingkan istri yang pertama.
Sunat Muslimah dalam Islam
Pemotongan kelamin wanita masih dilakukan di kebanyakan negara² Arab dan Afrika Utara
seperti Sudan, Mesir, Eritria, dan Somalia. Praktek sunat Muslimah ini dianjurkan oleh Nabi dan
tercatat sebagai Sunnah. Alasan utama penyunatan wanita, menurut para ahli hukum Islam
adalah untuk mengekang birahi dan dorongan sexual wanita itu. Mereka berdalih bahwa para
wanita jaman sekarang seringkali melihat begitu banyak godaan sex yang akhirnya akan
membuat masyarakat jadi rusak moral. Nabi Muhammad menyatakan, “Sunat merupakan
kewajiban bagi pria dan penjagaan kehormatan bagi wanita.” Muhammad juga menganggap
72
sunat Muslimah membuat wanita lebih enak untuk dinikmati asalkan tidak terlalu banyak bagian
kelamin wanita yang dipotong. Umm ‘Atiyya al-Ansarit mengisahkan bahwa seorang wanita
sering melakukan penyunatan di Medinah dan Nabi berkata padanya, “Jangan memotong terlalu
banyak, agar wanita lebih disukai dan lebih nurut pada suami.” (al-Bukhari, Libas 63, 64, Isti’
dsan 51; Muslim, Tahara 49, Shaltut, Khitan al-untha, dalam Liwa’ al-Islam, 1951: 55).
Sunat Firaun atau Sudan “memotong labia mayor dan labia minor setelah seluruh klitoris
dipotong.” (Lois, 1985: 115). Akibat dari pemotongan habis² ini adalah “wanita tidak bisa lagi
menikmati hubungan sex secara normal dan tidak bisa melahirkan anak. Dan jika wanita ini tidak
bisa lagi memuaskan nafsu berahi suami, maka suami akan menggantinya dengan istri yang lebih
muda dan sehat.” (ibid: 117). Dalam kasus lain, suami bisa tetap menikahi istrinya karena
sungkan dengan keluarga istri atau khawatir reputasinya jadi jelek dalam masyarakat, tapi dia
bisa menikahi wanita lain.
73
Bab 11 – Muhammad sang Poligamis
Kehidupan pernikahan Nabi Muhammad membuat banyak umat Muslim dan para ahli Islam
jaman modern bingung. Salah satu tugas utama setiap penulis Muslim adalah menghalalkan atau
membenarkan pernikahan² poligami sang Nabi. Setiap Muslim wajib meniru contoh perbuatan
Nabi di segala kegiatan hidupnya. Karena alasan ini, para penulis Muslim modern selalu saja
mencari-cari berbagai alasan untuk membenarkan pernikahan² sang Nabi. Penulis Muslim Mesir
bernama Al-Sabuni merangkum semua alasan pembenaran yang paling sering diajukan dalam
empat alasan utama (Daagir 2002: 23):
1. Alasan Pendidikan
Alasan utama mengapa sang Nabi memiliki banyak istri adalah untuk menghasilkan guru² wanita
untuk mendidik para Muslimah dalam hal hukum, sosial, dan spiritual. Para Muslimah sukar
untuk berkonsultasi dengan Nabi tentang masalah² pribadi, misalnya menstruasi, kehamilan,
kebersihan, dan perihal pernikahan.
2. Alasan Hukum
Untuk menghapus kebiasaan² Jahiliyah seperti pengangkatan anak atau adopsi. Nabi menikahi
istri anak angkatnya untuk membatalkan adopsi anak.
3. Alasan Sosial
Nabi menikahi anak² perempuan Kalifah pertama (Abu Bakr) dan Kalifah kedua (Umar), untuk
menyatukan keluarga² para sahabat dan penerusnya.
4. Alasan Politik
Nabi menikahi wanita² dari berbagai suku yang berbeda untuk mendirikan persekutuan antar
suku.
Ahli² Islam modern seperti Muhammad Abdu* dan Rashid Rida** menerima empat alasan
utama yang diajukan Al-Sabuni, dan menambahkan bahwa satu²nya wanita yang dinikahi Nabi
74
karena alasan ketertarikan pribadi adalah istri pertamanya yakni Khadija. Rida menulis bahwa,
“Jika sang Nabi, damai dan doa menyertainya, ingin mencari kenikmatan dan kepuasan sex
seperti yang diinginkan para raja dan pangeran, maka dia tentunya tidak akan menikahi janda²
tua dan wanita² cerai, tapi wanita² perawan dan muda.” (ibid: 24). Menurut Sabuni, satu²nya
wanita perawan yang dinikahi Muhammad adalah putri sahabat dan penerusnya Abu Bakr.
Muhammad melakukan ini sebagai hadiah bagi Abu Bakr karena perbuatan baiknya dan lalu
menunjuk Abu Bakr sebagai Kalifah pertama. (ibid).
* http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Abduh
** http://en.wikipedia.org/wiki/Rashid_Rida
Mernissi menolak anggapan kebanyakan pernikahan Nabi berlangsung untuk tujuan persekutuan
antar suku. (Mernissi 1987: 54). Dia menyatakan bahwa kebanyakan pernikahan Nabi
terjadi karena alasan rasa tertarik akan kecantikan dan keindahan wanita. Hal ini bisa
dilihat dari berbagai pernikahannya dengan Safiya bint Huyay (wanita Yahudi ningrat
suku Khaybar, yang sukunya diserang dan dijajah Muhammad), Rayhana bint Zaid
(wanita Yahudi sangat cantik dari suku Qurayza, yang sukunya dibantai dan diperbudak
Muhammad), Maria Kuptiah (wanita Kristen Koptik Mesir yang sangat cantik rupawan,
pemberian dari penguasa Mesir bagi Muhammad), Juwariya bint al-Harith (wanita
Yahudi ningrat suku Mustaliq, yang sukunya diserang dan dijarah Muhammad; Juwariya
sangat cantik dan siapapun yang melihatnya akan jatuh cinta padanya), Zainab bint
Jahash (pernikahan skandal, karena Zainab adalah istri Zaid, anak angkat Muhammad),
dan Aisyah putri Abu Bakr (pernikahan bermasalah karena Muhammad menikahi Aisyah
kala Aisyah masih berusia 6 tahun dan memerawaninya kala Aisyah berusia 9 tahun). [48]
[48] Muhammad berusia 53 tahun ketika memerawani Aisyah (9 tahun).
Hadis Sahih Bukhari, buku 7, volume 7, no. 89
Sang Nabi menulis (kontrak nikah) bersama Aisyah saat Aisyah berusia enam tahun dan
menyetubuhinya saat dia berusia sembilan tahun dan dia terus hidup bersama Nabi selama
sembilan tahun (sampai Nabi wafat).
Rida mengakui bahwa dia tidak menemukan alasan atau pesan moral apapun dalam pernikahan
Nabi denga Maimuna bint Al-Harith (istri Nabi yang terakhir). (Daagir 2002: 2). Jika kita
memasukkan Khadija ke dalam daftar, maka jumlah istri Nabi mencapai enambelas orang,
delapan diantaranya dinikahi dengan alasan yang berbeda dari yang diajukan para ahli Islam
modern. Tiada satu pun ayat Qur’an atau hadis yang mengatakan Nabi menikahi istri²nya dengan
tujuan mempersatukan berbagai suku. Sebaliknya banyak hadis yang menyatakan Nabi berkata
bahwa dia menyukai wanita dan parfum. (ibid: 44). Nabi menyukai parfum karena dia yakin
parfum meningkatkan nafsu berahi. Karena alasan inilah, maka Nabi melarang Muslimah
memakai parfum ketika pergi keluar meninggalkan rumah.
Sang Nabi memuji-muji cucunya yakni Hasan ibn Ali, karena Hasan doyan kawin cerai. Hasan
menikahi 200 istri (Mernissi 1987: 50). Dia seringkali menikahi empat istri dalam waktu yang
bersamaan dan lalu menceraikan keempat istrinya untuk menikahi empat istri lain. Sang Nabi
berkata padanya, “Kau mirip dengan aku secara fisik dan moral.” (ibid).
Nabi sendiri gagal untuk bersikap adil terhadap wanita. Contoh jelas bisa dilihat dalam kasus
Mariah Kuptiah yang menunjukkan tidak mungkin bagi seorang pria untuk bersikap adil
terhadap para istri. Sang Nabi tertangkap basah oleh istrinya Hafsa, ketika sedang bersetubuh
dengan Mariah di rumah Hafsa. Ketika Hafsa lalu berterika marah pada Nabi, “Wahai Nabi
Allâh, di dalam kamarku, di ranjangku, dan di hariku?” (ibid: 55).
75
Aisyah, istri kesayangan Nabi, mengakui bahwa dia membenci istri² Muhammad dan dalam
beberapa kejadian, dia berkelahi dengan mereka secara verbal dan fisik. Suatu hari, Aisyah
datang menemui Nabi dengan makanan di tangannya. Dia mendapati istri Nabi yang lain yakni
Saodah binti Zama’ah sedang bersama Nabi. Aisyah berkata pada Saodah, “Makan sebelum aku
melumuri wajahmu dengan makanan.” Ketika Saodah tak menjawab, Aisyah melemparkan
makanan pada wajahnya. Nabi tertawa dan menyuruh Saodah melakukan hal yang sama terhadap
Aisyah (al-Sabag 1981: 117).
Mernissi mengutip dua perkataan Aisyah yang mengakui poligami mendatangkan kebencian dan
kedengkian diantara para istri. (Menissi 1987: 55).
Aku tidak pernah merasa secemburu seperti yang kurasakan pada Maria. Hal ini karena Maria
adalah wanita berambut ikal yang sangat cantik jelita. Nabi sangat tertarik padanya. Awalnya,
Maria tinggal dekat kami dan Nabi menghabiskan waktu siang malam bersamanya sampai kami
protes dan Maria jadi ketakutan.
Nabi sedang berada di kamarku ketika Juwariyah datang untuk menanyakan tentang kontrak.
Demi Tuhan, aku benci dia ketika aku melihatnya datang ke arah Nabi. Aku tahu bahwa Nabi
akan melihat apa yang kulihat (kecantikannya).
Nabi juga mengakui bahwa poligami menyusahkan istri²nya. Ketika dia mengetahui bahwa
menantunya Ali ibn Abi Talib ingin menikahi wanita lain, dia berkhotbah di mesjid saat sholat
Jum’at dan berkata, “Aku tak akan mengijinkan Ali ibn Abi Talib, dan kuulangi, aku tak
akan mengijinkan Ali menikahi wanita lain kecuali jika dia menceraikan putriku. Putriku
adalah bagian dari diriku, dan apa yang menyakitinya, menyakitiku pula.” (ibid: 70).
(Lihat juga ini: Fatima Mau Dipoligami, Muhammad Kebakaran
Jenggot http://indonesia.faithfreedom.org/forum/fatima-mau-di-poligami-muhammadkebakaran-
jenggot-t29524/)
Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah binti Muhammad SAW, akan
dipoligami Ali bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar rencana itu, Nabi pun langsung masuk ke
masjid dan naik mimbar, lalu berseru: "Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah
meminta izin kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib. Ketahuilah,
aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan,
kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka.
Ketahuilah, putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah menggangguku
juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku juga." (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 162,
nomor hadis: 9026).
Penulis Muslim Modern Tidak Mendukung Poligami
Beberapa penulis Muslim modern seperti Dr. Nawal Al-Sa’dawi, Fatima Mernissi, dan Gasm
Amin, tidak mendukung praktek poligami. Fatima Mernissi berkata, “Poligami merupakan cara
bagi pria untuk menghina wanita dengan menganggapnya sebagai obyek sex.” (ibid: 48). Sudah
merupakan pandangan umum di Maroko bahwa suami melakukan penghinaan terhadap istri
dengan menikahi wanita lain. Masyarakat Sudan juga berpendapat sama karena mereka yakin
bahwa penghinaan terberat yang bisa dilakukan terhadap istri adalah dengan cara menikahi
wanita lain. Di Sudan dan Mesir, istri kedua disebut sebagai Aldara, yang berarti “Pelaku
Kejahatan”. Dr. Nawal Al-Sa’dawi melihat bahwa penindasan terhadap Muslimah bersangkutan
dengan sistem kelas patriarkhi di mana Muslim berhak untuk memperbudak, menindas, dan
76
menggunakan wanita untuk kesenangan pria saja. (Yamani 1985: 83). Gasm Amin menyatakan
bahwa sebenarnya Q 4:34 tidak menganjurkan poligami karena sikap adil terhadap para istri
tidak mungkin terpenuhi. (Daagir 2002: 25).
Nawaal el Saadawi
(http://www.nawalsaadawi.net), Muslimah feminis.
Fatima Mernissi
http://en.wikipedia.org/wiki/Fatema_Mernissi
Kehidupan pernikahan Nabi Muhammad menunjukkan pada kita bahwa poligami menyulut
kebencian, kedengkian, pertikaian, dan kekacauan dalam keluarga. Terlebih lagi, Nabi sendiri
tidak menganjurkan praktek poligami karena dia melarang menantunya (Ali) untuk menikahi
wanita lain selain istrinya fatima (putri Nabi). Jika Nabi adalah contoh ideal yang harus dituruti
semua Muslim, mengapa Muslim tidak mengikuti contoh Nabi melarang poligami? Bahkan ayat
Qur’an tidak bisa dipakai sebagai ijin untuk melakukan poligami karena ayat itu mencantumkan
kondisi yang tidak mampu dipenuhi bahkan oleh Nabi sendiri. Negara² Muslim seperti Tunisia
dan Turki menghukum berdasarkan hukum siapapun yang berani melakukan poligami. Hukum
Mesir yang dikenal sebagai Hukum Jihan Al-Sada’at menganjurkan istri untuk menceraikan
suami, mengambil hak milik rumah jika suami menikahi wanita lain saat istri sedang
mengandung (ibid).
Akan tetapi, umat Muslim tentunya tidak akan menyerah dan tak melakukan praktek poligami
dan perendahan wanita. Salah satu sebabnya adalah karena banyak sekali hadis² yang
merendahkan wanita dan bahkan menyamakan wanita sederajat dengan binatang. Selain itu,
bentuk pernikahan Islam sendiri adalah sama seperti sistem perbudakan. Ahli² Islam ternama
seperti Saadawi dan Ghazali juga mengakui bahwa pernikahan Islam merupakan bentuk
77
perbudakan. Dalam bukunya yang berjudul Hidden Face of Eve (Wajah Hawa yang
Tersembunyi), Sadaawi menulis, “Badan pernikahan berlaku sangat berbeda bagi pria dan bagi
wanita, dan hak² suami sangat berbeda dengan hak² istri. Malah sebenarnya tidaklah tepat untuk
menyebut ‘hak² istri’, sebab di bawah Syariah Islam, Muslimah tidak dianggap sebagai manusia
yang memiliki hak kecuali jika kita beranggapan bahwa seorang budak memiliki hak² di bawah
sistem perbudakan. Muslimah dalam pernikahan Islam sama halnya seperti budak dalam sistem
perbudakan, atau rantai pembelenggu budak bagi seorang budak.” (Haqq & Newton 1996: 22).
Al-Iman al-Ghazali, ahli Islam yang dianggap terbesar oleh umat Muslim setelah Nabi
Muhammad, menyimpulkan pernikahan Islam sebagai berikut, “Kata akhir yang paling
memuaskan adalah pernikahan merupakan suatu bentuk perbudakan (riq). Wanita adalah budak
pria dan, karena itu, tugas wanita adalah tunduk sepenuhnya pada suami terhadap apapun yang
diperintahkan suami padanya. Sebagaimana yang dikatakan Muhammad sendiri, ‘Seorang wanita
yang pada matinya mendapatkan penghargaan sepenuhnya dari suaminya, akan mendapatkan
tempatnya di Surga’.” (ibid: 22).
Buku Hidden Face of Eve (Wajah
Hawa yang Tersembunyi), oleh Nawal El Saadawi.
Sebagai kesimpulan, aku ingin mengingatkan bahwa masalah yang dihadapi Muslimah dalam
Islam tidak bisa diselesaikan melalui reformasi atau sikap mempertanyakan atas tradisi Islam.
Kedua sikap ini tidak akan memberi jalan keluar yang cepat pada masalah yang dihadapi
Muslimah. Kebanyakan wanita tidak akan meninggalkan agamanya atau setuju bahwa tradisi
budayanya tidak sesuai lagi dengan jaman modern. Kebanyakan Muslimah yakin bahwa Qur’an
dan ahadis merupakan wahyu dan perintah illahi. Meskipun begitu, kebanyakan Muslimah juga
ingin keluar dari kekangan hukum Syariah. Di negara² Tunisia dan Turki, Muslimah menikmati
banyak kebebasan dan persamaan hak dengan kaum pria karena Pemerintah kedua negara ini
tidak berdasarkan Syariah Islam, tapi berdasarkan hukum sekuler. Agama Islam di kedua negara
ini merupakan urusan pribadi warga saja, dan tidak menjadi bagian dari hukum negara.
Pemisahan unsur agama dengan badan Pemerintahan merupakan pemecahan masalah terbaik
bagi para wanita di dunia Muslim. Hukum Syariah memberikan hak bagi Muslim untuk
menceraikan istrinya kapan saja, memukul istri yang tidak taat, menikahi banyak istri, mencegah
78
pendidikan bagi kaum wanita, melarang wanita untuk memiliki kekuasaan di negara Islam, dan
bahkan membunuh wanita jika dianggap menodai kehormatan keluarga (honor killing). Penegak
hukum Syariah tidak menciptakan hukum² ini, karena semua hukum ini tercantum dalam Qur’an
dan Hadis. Tidak peduli bagaimana penafsiran Muslim, hukum itu tetap dilaksanakan untuk
membenarkan perlakuan tak manusiawi terhadap kaum wanita. Aku juga tidak yakin dunia
Muslim akan mau menyingkirkan ayat² dan hadis² penindasan wanita. Di mana Syariah Islam
berkuasa, Muslim bebas untuk menikahi lebih dari satu istri, memukul istrinya yang tak taat,
menceraikan istrinya kapan saja. Tiada hukum Syariah apapun yang akan menghukum suami
melakukan hal² tersebut. Hanya di bawah Pemerintahan sekuler saja Muslimah dilindungi dari
penerapan hukum² keji tersebut.
79
Bab 12 – Pernikahan² Nista Muhammad
Di bab ini aku akan membahas hubungan Muhammad yang penuh masalah dengan wanita²nya:
1. Maria Kuptiah, budak wanita Kristen Koptik Mesir, pemberian dari oleh Raja Maquoqis
dari Mesir kepada Muhammad.
2. Safiya bint Huyyay, gadis remaja Yahudi
3. Zainab bint Jahash, saudara sepupu Nabi dan istri dari putra angkat Nabi yakni Zaid;
4. Pernikahannya dengan Aisyah, putri sahabat dan pengganti Nabi pertama yakni Abu
Bakr;
Maria Kuptiah
Menurut para ahli Islam, Maria Kuptiah bukanlah istri Nabi atau “Ibu umat Muslim” karena
Maria tetap memeluk agama Kristen dan tetap berstatus budak. Mariah melahirkan seorang putra
bernama Ibrahim, yang meninggal dunia di usia 2 tahun. Buku² Sira (biografi Nabi)
mengisahkan nafsu berahi Nabi terhadap Maria secara dramatis. Hafsa, salah seorang istri Nabi,
menangkap basah Nabi sedang berhubungan sex dengan Maria di ranjangnya.
Hafsa menjerit, “Wahai Nabi Allâh, di kamarku, di hari giliranku?”
Adadeh: Tambahan keteranga bisa dilihat dari tafsir Qur'an dari Waqidi di sini:
http://www.altafsir.com/asbabalnuzol.asp?soraname=66&ayah=0&search=yes&img=a&languag
eid=2
80
(O Prophet! Why bannest thou that which Allah hath made lawful for thee…) [66:1].
terjemahan:
(Wahai, Nabi! Mengapa kau mengharamkan hal yang dihalalkan Allah bagimu…) (Qur’an 66:1)
Muhammad ibn Mansur al-Tusi informed us> 'Ali ibn 'Umar ibn Mahdi> al-Husayn ibn Isma'il
al-Mahamili> 'Abd Allah ibn Shabib> Ishaq ibn Muhammad> 'Abd Allah ibn 'Umar> Abu'l-
Nadr, the client of 'Umar ibn 'Abd Allah> 'Ali ibn 'Abbas> Ibn 'Abbas>
terjemahan:
Ini keterangan rantai penyampai cerita.
'Umar who said: “The Messenger of Allah, Allah bless him and give him peace, entered the
house of Hafsah along with the mother of his son, Mariyah.
terjemahan:
‘Umar berkata, “Rasul Allah, semoga Allah memberkati dan memberimu damai, masuk ke
rumah Hafsah bersama Mariyah, ibu anak lakinya.
When Hafsah found him with her [in an intimate moment], she said: 'Why did
you bring her in my house? You did this to me, to the exception of all your wives, only because I
am too insignificant to you'.
terjemahan:
Ketika Hafsah mendapatkan dia (Muhammad) bersama Mariyah [dalam keadaan
lagi bersetubuh], Hafsah berkata: ‘Mengapa kau membawanya masuk ke dalam
rumahku? Kau melakukan ini padaku, dan tidak pada istri2mu yang lain, hanya karena aku
terlalu hina bagimu.’
81
Karena takut membuat marah istri²ny yang lain, terutama istri kesayangannya yakni Aisyah,
Nabi bersumpah pada Hafsa untuk tidak akan pernah menyentuh Maria lagi, asalkan Hafsa tidak
menceritakan hal yang memalukan ini kepada istri² Nabi lainnya.
Tapi Hafsa ternyata menyampaikan hal ini pada Aisyah. Ketika Nabi mengetahui akan hal ini,
dia marah sekali dan menyatakan wahyu illahi pembatalan sumpah tidak menyentuh Maria lagi
di Qur’an, Sura 66, ayat 3.
Aisyah menjabarkan nafsu berahi Muhammad yang berkobar-kobar terhadap Maria sebagai
berikut:
“Aku tidak pernah merasa begitu cemburu seperti kepada Maria. Hal ini karena dia adalah
wanita berambut ikal yang sangat cantik jelita. Nabi sangat tertarik kepadanya. Pada mulanya,
Maria tinggal dekat kami dan Nabi menghabiskan waktu siang dan malam bersamanya sampai
kami protes dan Maria jadi ketakutan.”
(ref. Ibn Sa’d, al-Tabaqat, hal. 212).
Nabi lalu memindahkan tempat tinggal Maria ke tempat yang lebih nyaman dan jauh dari tempat
tinggal para istri² sahnya dan terus menyetubuhi Maria meskipun para istrinya protes.
Maria lalu hamil dan melahirkan bayi lelaki dan Muhammad memberinya nama Ibrahim. Ketika
Aisyah melihat bayi itu, dia mengatakan pada Nabi bahwa bayi itu tidak mirip dirinya. Nabi lalu
mendengar desas-desus bahwa Maria dihamili pemuda yang membawa Maria dari Mesir.
Muhammad marah sekali dan menyuruh Ali memancung pemuda tersebut. Hadis Sahih Muslim
nomer 4975 mengisahkan bahwa Ali melihat bukti bahwa pria ini ternyata pria kebiri (eunuch
atau kasim) dan Ali tidak jadi membunuhnya. Di kasus lain di mana Aisyah dituduh
berhubungan sex dengan pemuda Muslim bernama Safwan bin Mu’atal, Muhammad tidak
menerapkan perintah yang sama untuk memancung Safwan.
Safiya bint Huyayy
Safiya bint Huyayy adalah anak dari ‘Huyayy bin Akhtab (ketua suku Yahudi An-Nadir) yang
bersama sukunya mengungsi ke kota Yahudi Khaybar setelah Muhammad mengusir seluruh
suku An Nadir di Medinah. Muhammad memancung ‘Huyayy bin Akhtab dan 900 Yahudi
Quraish di Medina. Beberapa tahun kemudian, Muhammad menyerang Khaybar dan membunuh
suami, paman, dan sanak saudara laki Safiya. Suami Safiya adalah ketua suku Yahudi Khaybar
yang bernama Kinanah bin al-Rabi dan mereka berdua adalah pengantin baru. Muhammad
menyiksa Kinanah sampai mati dalam rangka mengorek keterangan di mana Kinana menyimpan
harta karun masyarakat Yahudi Khaybar.
Awalnya, Safiya diberikan sebagai budak/tawanan wanita untuk Muslim bernama Dahya al-
Kalib. Ketika sang Nabi mengetahui bahwa Safiya sangat cantik jelita, masih remaja, ningrat
keturunan ketua suku Yahudi, dia lalu mengambil Safiya dari tangan Dahya. Dahya protes, dan
Nabi lalu memberinya pengganti dua saudara sepupu wanita Safiya. Muhammad lalu meniduri
Safiya di hari yang sama dia membunuh suami baru Safiya . Di malam harinya, saat Muhammad
dan Safiya berada di dalam satu tenda, seorang Muslim bernama Abu Ayyub menjaga kemah
Nabi sepanjang malam. Ketika bangun di pagi hari, Nabi bertanya pada Abu Ayyub mengapa dia
berjaga-jaga sepanjang malam di kemahnya. Abu Ayyub berkata, “Wahai Rasul Allâh, Safiya
baru saja jadi pengantin baru, dan kau membunuh ayahnya, saudara lakinya, dan suaminya.
Karena itu aku khawatir ketika kau berada bersamanya.” Rasul Allâh tertawa dan berkata,
“Semuanya berlangsung dengan baik.”
82
Kisah Safiya tercantum secara detail di al-Sira al-Halabiyah, Sira dari Ibn Hisyam, dan Tabaqat
dari Ibn Sa’d. Sumber literatur Islam menyatakan Muhammad menikahi Safiya dan Safiya
memeluk Islam. Dengan begitu, Safiya termasuk diantara “para Ibu umat Muslim.”
Zainab bint Jahash
Fatima Mernissi beranggapan bahwa pernikahan Muhammad dengan Zainab merupakan
pernikahan yang memalukan karena Zainab adalah istri Zaid, anak angkat Muhammad. Dengan
begitu, Zainab adalah menantu Muhammad. Semuanya ini berawal ketika Muhammad
mengunjungi rumah Zaid. Saat itu Zaid sedang keluar dari rumah.
Menurut sebagian Sira (buku² biografi Nabi), Allâh mengirim angin yang meniup tabir pintu
kamar dan Muhammad melihat Zainab berbaring di ranjangnya dalam keadaan hampir telanjang.
Sira mengisahkan bahwa Zainab adalah wanita cantik jelita dengan tubuh yang menggairahkan.
Ketika Zaid mendengar hal ini dari Zainab, Zaid menawarkan pada Muhammad bahwa dia
bersedia menceraikan Zainab, tapi Muhammad khawatir orang² akan mencelanya sehingga dia
menasehati Zaid untuk tetap menjaga keutuhan pernikahannya.
Pada saat itu, Allâh menyampaikan Qur’an 33:36-40 yang mencela Muhammad karena berkata
pada Zaid, “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah,” dan menyembunyikan isi
hatinya “yang akan diungkapkan oleh Allâh.” Allâh berkata pada Muhammad, “Kau takut akan
orang², tapi seharusnya kau takut akan Allâh.” Allâh lalu menyatakan rencananya di masa kini
dan masa depan pada Muhammad, “Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada
keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan
Allah itu pasti terjadi.”
Allâh juga tak lupa mengingatkan umat Muslim bahwa “tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.
Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.”
Berdasarkan pernikahan Muhammad dan Zainab, maka telah jadi ketetapan bahwa jika
Muhammad melihat seorang wanita dan dia tertarik pada wanita itu, maka sudah jadi kewajiban
suaminya untuk menceraikannya agar Muhammad bisa menikahinya. Terlebih lagi, Qur’an
33:50 menyatakan bahwa Nabi memiliki ijin khusus untuk menikahi wanita mana pun yang
menawarkan dirinya kepada Nabi. Tatkala semua Muslim hanya boleh menikahi empat wanita
dalam satu saat, Muhammad mendapat perkecualian boleh menikahi wanita tanpa batasan
jumlah apapun. Karena itulah dia memiliki istri sampai enambelas orang dan dua budak sex
(Maria dan Rayhana). Muhammad meminta Zaid untuk mengajukan lamaran nikah dari
Muhammad pada Zainab. Pernikahan Muhammad dan Zainab dirayakan dengan meriah.
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/istri2-dan-piaraan-muhammad-t3193/
menurut Tabari, istri Muhammad berjumlah 21 orang + 2 budak sex
Berikut adalah keterangan dari Tabari tentang skandal sex Muhammad dan Zainab
83
84
85
86
Hadis dan Tafsir:
Muhammad Ibn Yahya Ibn Hayyan mengisahkan:
Rasul Allah datang ke rumah Zayd untuk menemuinya. [Pada saat itu Zayd masih dipanggil
dengan nama Zayd Ibn Muhammad]. Mungkin Rasul Allâh tidak menemukannya pada saat itu
sehingga dia berkata, ‘Dimanakah Zayd?’ Dia masuk ke dalam rumahnya untuk mencarinya dan,
ketika dia tidak menemukannya, Zainab binti Jahsh berdiri di hadapannya dengan baju tidur, tapi
Rasul Allâh memalingkan muka daripadanya. Zainab berkata, ‘Dia tidak ada di sini, Rasul Allâh,
jadi silakan masuk saja; kau bagaikan ayah dan ibuku sendiri.’ Rasul Allâh tidak bersedia masuk.
Zainab cepat² berpakaian saat dia mendengar Rasul Allâh berada di pintu rumahnya, maka dia
meloncat terburu-bnuruh, dan Rasul Allâh sangat kagum ketika melihat dia melakukan itu. Dia
berpaling pergi sambil mengguman dan hanya kalimat ini yang terdengar: ‘Terpujilah Allâh
yang merubah hati manusia.’ Ketika Zayd datang ke rumahnya, Zainab mengatakan padanya
bahwa Rasul Allâh datang. Zayd bertanya, ‘Kau mempersilakan dia masuk, bukan?’ Zainab
menjawab, ‘Aku undang dia masuk, tapi dia menolak.’ Zayd berkata, ‘Apakah kau mendengar
dia berkata apapun?’ Zainab menjawab, ‘Ketika dia berpaling, aku mendengar dia berkata
sesuatu yang hampir tak kumengerti. Aku mendengar dia berkata, “Terpujilah Allâh yang
merubah hati manusia.” Zayd lalu mendatangi Rasul Allâh dan berkata padanya, ‘Wahai Rasul
Allâh, aku dengar kau berkunjung ke rumahku. Apakah kau masuk rumahku? Wahai Rasul Allâh,
kau sudah bagaikan ayah ibuku. Mungkin kau suka akan Zainab. Aku sanggup meninggalkannya
bagimu.’ Rasul Allâh berkata, ‘Pertahankan istrimu.’ Zayd berkata, ‘Wahai Rasul Allâh, aku
akan meninggalkannya.’ Rasul Allâh berkata, ‘Pertahankan istrimu.’ Ketika Zayd meninggalkan
Zainab, Zainab menyendiri sampai selesai masa iddah.
Ketika Rasul Allâh sedang duduk ngobrol bersama `A´isyah, Rasul Allâh lalu kesurupan, dan
ketika dia sadar kembali, dia tersenyum dan berkata, ‘Siapakah yang bersedia pergi menemui
Zainab untuk memberitahu padanya kabar baik bahwa Allâh telah menikahkan dia denganku di
surga?” Rasul Allâh melafalkan, “Maka kau memberitahu seseorang yang diperkenan Allâh dan
kau sendiri: “Pertahankan istrimu?” `A´isyah berkata, “Aku banyak mendengar akan kecantikan
Zainab, dan, terlebih lagi, tentang bagaimana Allâh menikahkan dia di surga, dan aku berkata,
‘Sudah jelas Zainab akan banyak menyombongkan hal ini pada kita.’ Salama, budak Rasul Allâh,
datang berlari menemui Zainab dan memberitahu Zainab akan hal itu. Zainab menghadiahi
Salama beberapa perhiasan perak.”
Zainab Bint Umm Salama berkata,” Aku dengar ibuku, Umm Salama, berkata, ‘Suatu kali aku
menyinggung tentang Zainab binti Jahsh dan mengharapkan ampunan Allâh bagi jiwanya, dan
mengisahkan hal yang terjadi diantara dia dan `A´isyah. Zainab berkata, “Demi Allâh, aku tidak
seperti istri² Rasul Allâh lainnya; dia menikahi mereka dengan bayar mahar dan wali. Tapi Allâh
sendirilah yang menikahkanmu dengan Rasul Allâh dan menurunkan wahyu tentang aku;
Muslim akan tetap membacanya tanpa perubahan - ‘Maka kau memberitahu seseorang yang
diperkenan Allâh.’ Umm Salama berkata, “Rasul Allâh berahi padanya dan seringkali
mengunjunginya. Zainab adalah wanita yang baik dan seringkali puasa, berbuat baik dan
memberi uangnya pada mereka yang membutuhkan.”
Buku² Sirat Rasul mengisahkan bahwa Muhammad mengirim Zayd untuk meminang Zainab
bagi Muhammad. Anas berkata, “Ketika masa iddah Zainab binti Jahsh telah usai, Rasul Allâh
berkata pada Zayd ibn Haritha, ‘Tak ada orang lain yang dapat kupercaya selain dirimu. Pergilah
menemui Zainab dan pinanglah dia bagiku.’ Maka Zayd menemui Zainab saat Zainab sedang
mengolah tepung. Zayd berkata, ‘Ketika aku melihatnya, aku terharu karena aku tahu Rasul
Allâh berkata tentang dia. Maka aku memalingkan punggungku dan berkata, “Wahai Zainab,
berbahagialah; Rasul Allâh telah berkata akan dirimu.” Zainab berdiri dan lalu sholat. Maka
sebuah wahyu dinyatakan: ‘Setelah Zayd tidak butuh Zainab lagi, Kami nikahkan Zainab
denganmu.’ Maka Rasul Allâh lalu datang dan masuk tanpa permisi.”
87
‘A’isyah binti Abu Bakr
`A´isyah adalah istri Muhammad yang ketiga. `A´isyah sendiri mengatakan, “Rasul Allâh
menikahiku di bulan Shawwal di tahun ke-10 kenabiannya, tiga tahun sebelum hijrah, di saat aku
berusia enam tahun. Aku berusia sembilan tahun ketika dia menyetubuhiku.”
Ibn Hisyam menjelaskan bahwa ”Muhammad menikahinya ketika `A´isyah berusia tujuh tahun
dan menyetubuhinya ketika mereka berada di Medina dan `A´isyah saat itu berusia sembilan
tahun. Rasul Allâh tidak menikahi perawan lain selain `A´isyah.”
`A´isyah berkata, “Rasul Allâh menikahiku ketika aku masih bermain-main bersama anak²
perempuan lainnya. Aku tidak tahu bahwa Rasul Allâh menikahiku sampai ibuku membawaku
dan mengunciku dalam rumah. Setelah itu aku menyadari bahwa aku telah menikah.”
Sebuah hadis lagi dari `Atiyya yang menyatakan, “Rasul Allâh meminang `A´isyah binti Abi
Bakr ketika `A´isyah masih kecil. Abu Bakr berkata, ‘Wahai Rasul Allâh, dapatkah orang
menikahi anak perempuan saudara lakinya?’ Muhammad menjawab, ‘Kau hanya saudara lakiku
berdasarkan agamaku.’ Maka Abu Bakr menikahkan `A´isyah dengan bayaran mahar sebuah
rumah seharga 50 dirham.”
Aisyah berkata, ”Aku sedang bermain-main bersama anak² perempuan lainnya di saat Rasul
Allâh masih hidup. Rasul Allâh datang padaku ketika aku bermain bersama anak² perempuan
lain, dan dia bertanya padaku, ‘Apakah ini, `A´isyah?’ Aku menjawab, “Kuda²Sulaiman.’ Dia
lalu tertawa.”
`A´isyah berkata, “Aku punya kedudukan lebih tinggi diantara istri² Nabi karena sepuluh hal.”
Dia ditanyai, “Apakah sepuluh hal itu, wahai ibu umat?” `A´isyah menjawab, “Nabi tidak
menikahi perawan lain selain aku, dia tidak menikahi siapapun yang orangtuanya hijrah (dari
Mekah ke Medinah), selain aku. Allâh menunjukkan kesucianku dari surga, dan Jibril
menunjukkan gambar diriku pada Nabi di sebuah kain sutra sambil berkata, ‘Nikahi dia; dialah
istrimu.’ Aku dan Nabi sering mandi bersama di satu baskom. Dia tidak pernah melakukan hal
itu dengan istri lain selain diriku. Dia sering sholat ketika aku berbaring di atas tangannya, dan
dia tidak pernah mengijinkan istri lain melakukan hal itu. Wahyu sering datang padanya ketika
dia bersamaku. Dia wafat ketika dia bersandar di dadaku di malam hari gilirannya bersetubuh
denganku, dan dia dikubur di rumahku.”
Suatu kali `A´isyah bertanya pada Nabi, “Siapakah yang akan jadi istrimu di surga?” Jawab Nabi,
“Kau adalah satu diantara mereka.”
Dari kisah²nya ini kita mengetahui bahwa `A´isyah adalah istri kesayangan Muhammad.
`Amr Ibn al-`As bertanya pada Rasul Allâh, “Wahai Rasul Allâh, siapakah yang paling kau
sayangi diantara umat?” Rasul Allâh menjawab, “`A´isyah.” `Amr berkata, “Maksudku yang
laki.” Rasul menjawab, “Ayah `A´isyahh.”
Selain itu masih ada hadis lain yang menyatakan:
“Keunggulan `A´isyah atas wanita² lain adalah bagaikan tarid (makanan roti campur daging) di
atas makanan lainnya.”
Hadis lain mengatakan bahwa Muhammad keburu mati sebelum mendapatkan cukup tarid dari
`A´isyah yang saat itu berusia 18 tahun. `A´isyah tetap menjanda sampai di usia wafatnya yakni
88
62 tahun. Berdasarkan ayat Qur’an, istri² Muhammad tidak boleh menikah lagi dengan pria
manapun setelah Muhammad mati.
`A´isyah berkata, “Aku bermain-main dengan boneka²ku bersama temanku anak² perempuan,
dan Nabi lalu datang dan teman²ku bersembunyi di dalam rumah dan Nabi akan memanggil
mereka kembali karena dia senang aku bermain bersama mereka. Kadangkala dia berkata ‘Tepat
diam di tempat kalian’ sebelum teman² sempat pergi, dan dia lalu bermain bersama mereka.”
`A´isyah berkata, “Suatu hari, Nabi datang ketika aku bermain-main dengan boneka²ku dan dia
berkata, ‘Wahai `A´isyah, mainan apa ini?’ Aku berkata, ‘Ini adalah kuda² Sulaiman’ dan dia
tertawa.Kadangkala Nabi masuk sambil menutupi dirinya dengan jubahnya agar tidak
mengganggu `A´isyah dan teman² perempuannya.”
Nabi menikahi Malika Bint Ka`b yang terkenal akan kecantikannya. `A´isyah menemuinya dan
berkata padanya, “Kau tidak malu menikah dengan pembunuh ayahmu?" Setelah itu Malika
mencari perlindungan dari Allâh terhadap sang Nabi, dan Nabi menceraikannya.
Referensi: Tabaqat oleh Ibn Sa’ad, 8:141; Usd al-ghaba, 5:525.
`A´isyah menuduh Nabi bahwa kapanpun Nabi ingin bersetubuh dengan wanita maka Nabi akan
mengatakan sebuah ayat sambil mengaku bahwa Allâhlah yang menyatakan wahyu itu padanya.
Atas hal ini `A´isyah berkata, “Tampaknya Tuhanmu gesit sekali memenuhi nafsumu.” (Sahih
Muslim vol.2:3453-3454 p.748-749). Tidak jelas apa latar belakang peristiwa saat `A´isyah
mengatakan hal ini. Beberapa sumber mengatakan kalimat itu diucapkan `A´isyah saat Nabi
tertangkap basah oleh Hafsa ketika sedang berhubungan intim dengan budak wanitanya yakni
Mariah Kuptiah. Sumber lain menyatakan perkataan `A´isyah berhubungan dengan skandal Nabi
menikahi menantunya yakni Zainab binti Jahsah, sedangkan sumber lain lagi menyatakan hal ini
berhubungan dengan wanita² yang menawarkan diri untuk ditiduri Nabi.
`A´isyah Dituduh Berzinah
Dikisahkan oleh Ibn Aun:
Aku menulis surat pada Nafi dan Nafi menjawab suratku bahwa Nabi tiba² saja menyerang Bani
Mustaliq tanpa peringatan saat mereka sedang tidak siap dan saat ternak mereka sedang diberi
minum. Orang² yang melawan dibunuh dan wanita dan anak² mereka lalu ditawan; Nabi
mendapatkan Juwariyah di hari itu. Nafi berkata Ibn ‘Umar memberi tahu dirinya tentang kisah
itu dan Ibn ‘Umar bergabung dalam tentara Muslim yang menyerang.
Dalam Ghazwat atau “penyerangan” ini, `A´isyah ada bersama Muhammad dan dia tidak senang
dengan kenyataan bahwa Muhammad dalam jangka waktu yang singkat telah menikahi dua
wanita: (1) Zainab (bekas menantunya dan bekas istri Zayd) dan sekarang (2) Juwariyah.
Menurut `A´isyah, di perjalanan pulang kembali ke Medina, tentara Muslim berhenti di suatu
tempat untuk beristirahat. `A´isyah lalu pergi keluar untuk buang air kecil tapi dia terlambat
kembali masuk ke dalam howdahnya [49] sehingga tentara Muslim sudah terlanjur pergi
meninggalkannya sendirian di tengah² padang pasir. Jika keterangan ini benar, maka budak²
`A´isyah menaikkan howdahnya ke atas unta tanpa memeriksa dalamnya terlebih dahulu atau
tanpa menyadari bahwa howdah itu tentunya terasa ringan tanpa `A´isyah di dalamnya. Saat itu
`A´isyah berusia 15 tahun.
[49] Tenda kecil yang dipakai Muslimah saat mengendarai unta.
`A´isyah menunggu sampai Safwan bin Al-Muattal As-Sulami, tentara Muslim garis belakang
yang tampan dan muda usia, muncul naik unta dan menemukan `A´isyah tidur sendirian di
89
padang pasir. Inilah keterangan rinci atas kejadian itu. Safwan melafalkan ayat Qur’an untuk
menyatakan rasa kagetnya, lalu menyuruh untanya berlutut dan meletakkan kaki²nya di depan
kaki² untanya agar unta tetap duduk sampai `A´isyah bisa naik unta tersebut. `A´isyah berkata
bahwa mereka tidak berbicara apapun, seakan `A´isyah tidak menerangkan pada Safwan apa
yang telah terjadi. Tapi di hadis Bukhari nomer 188 terdapat banyak bukti terjadi percakapan
normal di belakang layar.
`A´isyah dan Safwan tiba di pagi hari di Medina. Karena persaingan kuat antara Zainab dan
`A´isyah, maka Zainab menggunakan kesempatan ini untuk menuduh `A´isyah berzinah dengan
Safwan. Di saat yang sama, Abdullah bin Ubia dan Hamna binti Jahsh (saudara perempuan
Zainab) menyebarkan gosip di seluruh Medina bahwa `A´isyah telah berzinah dengan Safwan.
`A´isyah berkata, “Aku lalu sakit selama sebulan. Orang² menyebarkan dusta tapi aku tidak
mengetahui akan hal ini. Tapi aku merasa dalam keadaan sakitku aku tidak menerima perhatian
Rasul Allâh sebagaimana yang biasa kuterima saat aku sedang sakit. Sekarang Rasul Allâh
hanya datang sekali, menyapaku, dan berkata, ‘Bagaimana keadaanmu?’ dan lalu pergi. Aku jadi
merasa ragu.”
Menurut `A´isyah, dia jatuh sakit dan diam di rumah orangtuanya dan tidak mengetahui tentang
gosip yang beredar tentang dirinya. Dia baru mengetahui kejadian ini setelah sebulan kemudian.
Tampaknya Muhammad tidak suka padanya selama waktu itu sehingga `A´isyah dipulangkan ke
rumah orangtuanya. Di saat yang sama, Muhammad juga berusaha mencari tahu apa yang
sebenarnya terjadi diantara Safwan dan `A´isyah. Dia memerintahkan Ali untuk menginterogasi
Barira (budak wanita `A´isyah) untuk mengetahui di mana sebenarnya `A´isyah di malam hari
tersebut. Menurut sejarawan Muslim Tabari, Ali bahkan memukul Barira di hadapan Muhammad,
tapi tetap tak mendapat jawaban yang memuaskan.
Pertanyaan yang wajar adalah: Apakah Barira memang tidak tahu bahwa howdah `A´isyah saat
itu kosong?
Apakah Safwan tidak bisa memacu untanya lebih cepat agar `A´isyah bisa bergabung kembali
bersama tentara Muslim?
Bukankah sudah jadi kewajiban tentara bagian belakang untuk bisa menghubungi kelompok
tentara dalam waktu singkat untuk memperingatkan jika ada bahaya menyerang?
Karena merasa curiga, Muhammad mengunjungi rumah Abu Bakr untuk bicara dengan `A´isyah.
`A´isyah meyakinkan Muhammad bahwa dia tak bersalah dan di saat itu pula Muhammad
kesurupan. Setelah sadar, dia lalu bangun dan menjelaskan bahwa Allâh telah bicara padanya
dan dia lalu mengucapkan Sura an-Nur yang berisi aturan dan hukuman bagi pezinah.
Akhirnya tiga orang penyebar gossip dihukum cambuk 80x per orang: Hassan bin Th abit,
Mistah bin Uthatha and Hamna bint Jahsh.
Qur’an, an-Nur 24:4
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali
dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah
orang-orang yang fasik.
Anehnya, Muhammad menunggu lama sampai sebulan sebelum dia mengucapkan wahyu illahi
untuk membela `A´isyah. Dalam kasus skandal sex dengan Maria Koptik, dia percaya seketika
tentang gossip Maria berhubungan sex dengan budak lelaki dan mengirim Ali untuk membunuh
budak pria tersebut. Qur’an menyebutkan bahwa dibutuhkan saksi dua orang pria untuk segala
90
tuduhan, kecuali tuduhan zinah yang membutuhkan saksi empat orang pria. Setelah hukum ini
ditetapkan Muhammad, maka hampir tidak mungkin lagi untuk membuktikan kasus perzinahan
dalam Islam.
(keterangan tambahan: Untuk mengetahui mengapa Muhammad menunggu lama sampai sebulan untuk
mengucapkan wahyu, silakan baca keterangan ini: Gossip di Medina tentang Aisyah Serong
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/gossip-di-medina-tentang-aisyah-serong-t35175/
Selain empat orang saksi pria, hukum Syariah juga menuntut para saksi untuk membawa benang
dan memasukkan benang itu diantara pezinah pria dan wanita. Jika benang tidak bisa masuk
diantara mereka, maka ini membuktikan bahwa penis pria memang memasuki vagina wanita.
Istri² Muhammad [50]
1. Khadija bint Khuwailid - wafat sebelum Hijrah
2. Sawda bint Zam’a
3. Aisha bint Abu Bakr
4. Umm Salama
5. Hafsa bint Umar.
6. Zainab bint Jahsh
7. Juwairiyya bint al-Harith
8. Omm Habiba
9. Safi ya bint Huaya
10. Maimuna bint al-Harith
11. Fatima (briefl y)
12. Ramlah, putri Abu Sufyan [51]
13. Asma of Saba
14. Zainab al-Khozayma
15. Habla
16. Asma bint al-Nu’man
Budak² Sex Muhammad
17. Maria Koptik
18. Rayhana bint Zayd
[50]Muhammad dan istri²nya. Persian Journal, September 7, 2005.
[51] Ramlah bint Abu Sufyan, anak perempuan Abu Sufyan. Dia menikah dengan Nabi Muhammad
setahun setelah Hijrah. Suami pertamanya adalah Ubayd-Allah bin Jahsh, saudara laki Zaynab binti Jahsh.
Ubayd-Allah bin Jahsh adalah satu diantara orang² pertama yang memeluk Islam. Pasutri Ubayd dan
Ramlah hijrah ke Abyssinia (Ethiopia) agar bisa hidup aman. Di sana Ramlah melahirkan putrinya yakni
Habibiah binti Ubayd-Allah. Di sana pula suaminya murtad meninggalkan Islam dan balik kembali
memeluk agamanya yang dulu yakni Kristen, yang adalah agama masyarakat Abyssinia.
91
Bab 13 - MUHAMMAD SANG PERAMPOK
Dalam bukunya, Shukran…Bin Laden (Terimakasih…Bin Laden), al-Qimni menjelaskan
beberapa keterangan terperinci mengenai Jihad Islam. Menurut dia, Islam “membagi dunia
dalam dua bagian:
1. Dar al-Islam [52], yang berarti adalah daerah negara² Islam yang damai dan aman;
2. Dar al-Harb [53], yang adalah semua negara² di dunia yang halal untuk diserang tentara
Muslim di saat ada kesempatan baik untuk melakukannya. (al-Qimni 2004: 190)
Kewajiban berjihad dimulai setelah Muhammad dan umatnya hijrah dari Mekah ke Medina.
Catatan sejarah menjelaskan Muhammad dan Banu Hasyim (dari Mekah) bersekutu dengan
suku² Aws dan Khazraj (dari Medina). Di Medina terdapat banyak masyarakat Yahudi yang
memiliki kepandaian membuat persenjataan perang. Selain itu, Medina merupakan kota yang
strategis, karena letaknya diantara Mekah dan Syria (kalifah Quraish dari Mekah seringkali pergi
ke Syria untuk berdagang dan membeli barang² kebutuhan hidup).
Setelah hijrah, Muslim mulai menyerang kafilah² Mekah dan juga berbagai suku Arab lainnya.
Penyerangan dilakukan secara terus-menerus. Serangan pertama dilakukan oleh Abd Allah ibn
Jahsh [54] di Nakhla, dimana dia melanggar aturan perang di bulan² suci masyarakat Arab.
Ketua kafilah Mekah dibunuh, hartanya dirampok, dan pedagang lainnya ditawan. Serangan dan
perampokan terus dilakukan di seluruh Jazirah Arabia sampai kemudian berkembang menjadi
serangan Islam terhadap negara² kafir lainnya di berbagai pelosok dunia. Dalam semua
peperangan, tentara Muslim selalu menjadi pihak penyerang, kecuali dalam dua peperangan: (1)
Perang Uhud, dan (2) Perang Khandaq/Parit [55] (Ibid: 190,191).
Osama bin Zayd (anak Zayd ibn Haritha, bekas anak angkat Muhammad) memimpin
penyerangan terhadap tentara Romawi karena “terorisme merupakan salah satu pilar penting
Islam dan sebagai jalan mencapai kemenangan” (ibid: 192). Ketika Osama bin Zayd sedang
mempersiapkan tentaranya untuk menyerang tanah Romawi, Nabi memerintahkannya “untuk
menyerang musuh dalam kegelapan subuh, untuk membunuh dan membakar mereka, dan
92
kembali pulang membawa barang² jarahan.” (al-Qimni 2004: 191-192, juga lihat Ibn Habib di al-
Mahabir, hal. 117, Ibn Kathir in al-Bedaiah wa al-Nihaiah hal. 139, 143, Ibn Said al-Nas in
‘Auion al-Atharig, hal. 145, al-Suhili in Rawd Alanif, hal. 24, Ibn Hisham, hal. 245, dan al-
Tabari di Tarikh al-Rusul wa al-Milook, hal. 156). Untuk mempertegas pesannya, al-Qimni
mengutip hadis di mana Nabi berkata:
“Aku telah diberi kemenangan melalui teror ... Aku telah dikirim dengan pedang di tangan²ku
sehingga tiada satu pun yang layak disembah kecuali Allâh ... Nafkahku di bawah ujung
tombakku ... Aku telah diperintahkan untuk memerangi semua orang sampai mereka bersaksi
tiada Tuhan selain Allâh dan Muhammad adalah Rasul Allâh.” (Ibid).
Qur’an juga menyampaikan pesan yang sama melalui ayat² berikut:
Qur’an, Sura al-Ahzab (33), ayat 26
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongangolongan
yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memasukkan rasa takut dalam
hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.
versi bahasa Inggrisnya:
And those of the People of the Book who aided them - Allah did take them down from their
strongholds and cast terror into their hearts. (So that) some ye slew, and some ye made
prisoners
Qur’an, Sura Ali-Imran (3), ayat 151
Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan
tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal
orang-orang yang lalim.
versi bahasa Inggrisnya:
Soon shall We cast terror into the hearts of the Unbelievers, for that they joined companions
with Allah, for which He had sent no authority: their abode will be the Fire: And evil is the home
of the wrongdoers!
Qur’an, Sura al-Maidah (5), ayat 33
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan
membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan
dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang
demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh
siksaan yang besar,
versi bahasa Inggrisnya:
The punishment of those who wage war against Allah and His Messenger, and strive with might
and main for mischief through the land is: execution, or crucifi xion, or the cutting off of hands
and feet from opposite sides, or exile from the land: that is their disgrace in this world, and a
heavy punishment is theirs in the Hereafter,
Menurut Sayyid al-Qimni “Tentara Islam menyerang dan meneror suku² Arab di Jazirah Arabia
untuk memaksa mereka bergabung di bawah negara Islam baru." (al-Qimni 1996: 235). Al-
Qimni menjelaskan panjang lebar bagaimana cara Muhammad melakukan terorisme terhadap
suku² Arab dan Yahudi melalui pedangnya untuk membentuk negara Islam baru. "Suku Arab
Bani Salim yang besar lari dari tempat tinggal mereka begitu mendengar kedatangan tentara
Muslim. Mereka bersembunyi di belakang rumah dan ternak mereka. Tentara Muslim tinggal di
rumah² mereka selama tiga hari sebelum kembali ke Yathrib dengan barang rampokan yang
banyak jumlahnya." (Ibid).
93
Nabi Muhammad selalu mendapat jatah jarahan sebanyak 1/5 (Qur’an, Sura al-Anfaal, ayat 41).
Sebenarnya ide tentang banyaknya jatah jarahan Muhammad ditetapkan pertamakali oleh paman
Muhammad Abd Allah ibn Jahsh [56] setelah dia menyerang kafilah Mekah di perampokan
Nakhla. Dalam penyerangan ini, dia melanggar aturan larangan berperang di bulan² suci dan
merampok hartabenda pedagang Mekah. Peristiwa ini merupakan perampokan pertama yang
berhasil dilakukan pihak Muslim atas kafir. Abd Allah saat itu berkata, ‘Seperlima semua barang
jarahan yang kita rampas adalah milik Rasul Allâh dan sisanya dibagi-bagikan diantara kita
semua.’ Wahyu Qur’an tentang jatah jarahan bagi Nabi datang setelah paman Nabi
menetapkan aturan itu.” (Ibid: 236, Qur’an, Sura al-Anfaal, ayat 41).
Setelah Perampokan Badr, “Tampak jelas bagi masyarakat Arab bahwa perilaku umat Muslim
telah berubah. Umat Muslim sekarang melakukan penyerangan militer terus-menerus untuk
memotong semua persekutuan dengan Mekah, mengganggu jalur dagangnya, dan menyerang
berbagai suku di tanah tempat tinggal mereka, sehingga mereka tidak berani lagi bersekutu
dengan pihak Mekah, dan memaksa mereka tunduk di bawah negara Islam.” (Ibid:238).
Dalam tafsirnya akan ayat² Qur’an (al-Baqarah 191, 193, al-Nisa 76, 89, 91, al-Touba 12, 14, 29,
and al-Anfaal 39) Khalil Abdul-Karim menulis:
Ayat² ini menyatakan perintah serius untuk membunuhi suku² yang menolak percaya agama
yang dikhotbahkan Muhammad ... Dan juga terdapat ahadis yang dikatakan Nabi, yang isinya
membenarkan dengan jelas sekali atas perintah bunuh terhadap siapapun yang menolak Islam.
Muhammad berkata, “Aku telah diperintahkan untuk memerangi orang² sampai mereka bersaksi
tiada Tuhan selain Allâh dan Muhammad adalah Rasul Allâh. Jika mereka mengatakan itu, maka
selamatlah harta dan darahnya dariku.” Hadis ini menerangkan bahwa orang yang menolak
mengatakan Syahadah [57], akan kehilangan perlindungan terhadap harta dan darahnya. Dengan
demikian, membunuh orang yang menolak menyatakan Syahadah merupakan kewajiban bagi
setiap Muslim tanpa perkecuali. Pesan Muhammad terhadap semua suku adalah: ‘Terima Islam,
maka kau akan selamat.’ Suku atau orang manapun yang menolak tawaran ini akan mengalami
serangan fisik, dan harta, wanita, dan anak² mereka akan dirampas Muslim. (Abdul-Karim 1999:
42-44).
Setelah berhasil dalam Perampokan Badr, ayat² baru Qur’an mulai membatalkan ayat² lama
Qur’an yang memberikan kebebasan beragama bagi siapapun. Selama tigabelas tahun
Muhammad berdakwah Islam di Mekah dan dia hanya punya 70 pengikut. Selama masa ini,
Qur’an menyatakan “tiada kewajiban untuk memeluk Islam.” Akan tetapi, setelah kemenangan
di Bar, Muhammad berubah 180° dan mulai mewajibkan siapapun untuk memeluk Islam. Qur’an
melarang kebebasan beragama dan Islam adalah satu²nya agama yang diterima Allâh. Siapapun
yang menolak Islam akan dibunuh, dan harta bendanya, ternaknya, wanita dan anak²nya akan
dibagi-bagikan diantara tentara Muslim. Akan tetapi terdapat perkecualian aturan terhadap Para
Akhli Kitab (umat Yahudi dan Kristen).
Bagi umat Yahudi dan Kristen, Qur’an mengatakan sebagai berikut:
Qur’an, Sura At-Touba (9), ayat 29
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian
dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab
kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan
tunduk.
Islam menuntut sikap tunduk total dari umat Yahudi dan Kristen. Pada saat itu, umat Yahudi
dianggap sebagai ancaman besar bagi Islam karena “mereka punya buku surgawi dan aturan
ibadah dan ini membuat mereka menyangkal kenabian Rasul Allâh yang mengaku agamanya,
94
Islam, berasal dari sumber yang sama dengan agama Yahudi. Karenanya, keberadaan umat
Yahudi di Arabia merupakan ancaman permanen pada negara baru Islam dan ideologi Islam.”
(Ibid: 243). Dengan begitu, “orang² Yahudi harus diusir dari Yathrib dan dicabut dari akarnya.
Hal ini harus dilakukan segera dan tanpa kompromi.” (Ibid). Setelah itu terjadilah pembantaian
dan pengusiran masyarakat Yahudi dari Medina. Umat Kristen juga akan mengalami pembataian
yang sama, jika saja mereka kebetulan juga tinggal di Medina. Qur’an mengatakan bahwa umat
Kristen adalah sama dengan umat Yahudi karena mereka berteman satu sama lain dan mereka
pun menolak kenabian Muhammad.
Qur’an al-Ma’idah (5), ayat 51
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani
menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang lalim.
Qur’an al-Taubah (9), ayat 30
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan orang Nasrani berkata: "Al Masih itu
putra Allah". Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai
berpaling?
Tapi bagi seluruh suku Arab dan kemudian seluruh dunia, Qur’an menyatakan:
Qur’an al-Taubah (9), ayat 5
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana
saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat
pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Seperti yang telah disebutkan terlebih dahulu, Q 9:5 ini dikenal sebagai Ayat Pedang. Satu
ayat ini membatalkan 123 ayat² Qur’an lainnya. Semua ayat² terdahulu yang berbicara tentang
perdamaian dan kebebasan beragama dibatalkan dan tidak berlaku lagi karena Q 9:5. Saat ini,
banyak umat Muslim yang mengatakan bahwa Islam adalah agama damai, dengan mengutip
ayat² yang telah dibatalkan:
Qur’an, Sura al-Baqarah (2), ayat 256
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Qur’an, Sura an-Nisaa’ (4), ayat 80
Barang siapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa
yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka.
Qur’an, Sura al-‘Ankabuut (29), ayat 46
Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik,
kecuali dengan orang-orang lalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada
(kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan
Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".
95
Qur’an, Sura al-Ali-Imran (3), ayat 20
Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam), maka katakanlah: "Aku
menyerahkan diriku kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku". Dan
katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Al Kitab dan kepada orang-orang yang ummi:
"Apakah kamu (mau) masuk Islam?" Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah
mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan
(ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Berikut adalah daftar ayat² Qur’an yang telah dibatalkan oleh Ayat Pedang Q 9:5:
Surah 5: 99
Surah 2:62
Surah 2:109
Surah 5:13
Surah 6:70
Surah 8:61
Surah 2:83
Surah 2:139
Surah 2:191
Surah 2:192
Surah 3:28
Surah 4:63
Surah 4:80
Surah 4:81
Surah 4:84
Surah 4:90
Surah 5:2
Surah 6: 66; 104; 106- 108; 112; 135; 158
Surah 7:183; 199
Surah 10: 41, 46, 99, 108, 109
Surah 11: 121
Surah 13: 40
Surah 15: 3, 85, 88, 94
Surah 16: 82, 125, 127
Surah 17: 54
Surah 19: 84
Surah 20: 130, 135
Surah 22: 68
Surah 23: 54, 96
Surah 24: 54
Surah 28: 55
Surah 30: 60
Surah 32: 30
Surah 33:48
Surah 34: 25
Surah 39: 15
Surah 41: 34
Surah 42: 6, 15, 48
Surah 43: 83, 89
Surah 44: 59
Surah 45: 14
Surah 46: 35
Surah 50: 39
96
Surah 52: 48
Surah 53: 29
Surah 58: 8-9, 11
Surah 73: 10
Surah 76: 8
Surah 86: 17
Surah 88: 22- 24
Surah 109: 6
(tambahan keterangan: Silakan periksa sendiri ayat² yang dibatalkan dan yang membatalkan di website Islam
http://www.thequran.com/Abrogations.aspx?t=2&r=1,2,3,4,5,6,7,8,41,46,51,66,71
Sebagian Muslim dan ahli Islam jaman sekarang mencoba menunjukkan bahwa Islam adalah
agama damai, penuh kasih, sabar, toleran, dan mengakui kebebasan beragama. Akan tetapi,
semua ayat² lembut di atas dinyatakan Muhammad di Mekah saat dia masih lemah dan hanya
punya sedikit pengikut (sekitar 70 orang saja). Ayat² yang melarang kebebasan beragama dan
menyatakan hanya Islam saja yang diterima Allâh dikenal sebagai ayat² Medina. Berikut adalah
beberapa contoh ayat² Medina yang menyatakan Islam adalah satu²nya agama yang diterima
Allâh:
Qur’an, Sura al-Ali-Imran (3), ayat 19
Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang
yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena
kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.
Qur’an, Sura al-Ali-Imran (3), ayat 83
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah
berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan
hanya kepada Allah lah mereka dikembalikan.
Qur’an, Sura al-Ali-Imran (3), ayat 85
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.
Qur’an, Sura al-Anfaal (8), ayat 39
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.
Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka
kerjakan.
Qur’an, Sura al-Taubah (9), ayat 5(Ayat al-Sayf atau Ayat Pedang)
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana
saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat
pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka berilah
kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
(tambahan keterangan: Silakan periksa tafsir Ibn Kathir akan Q 9:5 di:
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/kumpulan-tafsir-quran-ibn-kathir-t20824/#p266485 )
97
Perampokan Badr
Peta penyergapan kafilah Mekah oleh perampok
Muslim di Perampokan Badr.
Muhammad dan pengikutnya melakukan banyak peperangan dan yang paling terkenal
diantaranya adalah Perampokan Badr dan Perang Uhud. Di Badr, Muslim mengalahkan orang²
Mekah; sedangkan di Uhud, orang² Mekahlah yang mengalahkan Muslim. Dalam usaha
penyerangan di Badr, awalnya Muhammad dan pengikutnya gagal mencegat kalifah Abu Sufyan,
pemimpin masyarakat Mekah, dalam perjalan dagangnya ke al-Sham atau Syria (Ibid: 1996: 154,
juga mengutip dari al-Halabi, al-Sira, hal. 374). Para Muslim ingin menyerang kafilah dagang
Mekah untuk merampas harta benda mereka. Akan tetapi, Muhammad dan para Muslim salah
perhitungan sehingga kelompok kafilah telah terlanjur berlalu (Ibid). Abu Sufyan dan kafilahnya
tiba di al-Sham dengan selamat.
Muhammad tidak menyerah dan menunggu Abu Sufyan dan kafilahnya kembali pulang ke
Mekah. Ketika masyarakat Mekah tahu bahwa Muhammad dan para Muslim keluar dari Medina
untuk mencoba merampok kafilah mereka, mereka keluar dari Mekah untuk membantu Abu
Sufyan. Tapi Abu Sufyan juga telah mengetahui bahwa Muhammad ingin menyerangnya dalam
perjalanan pulang kembali ke Mekah. Dia berhasil mengelabui Muhammad dengan mencari jalur
perjalanan lain untuk menghindari pertikaian dengan pihak Muslim. Ketika pasukan Mekah
mengetahui bahwa Abu Sufyan mampu menghindari serangan, mereka mengambil keputusan
“untuk merayakan keselamatan harta mereka dan menegakkan kehormatan mereka.” (Ibidi: 175).
Akan tetapi, Muhammad yang telah terkecoh dua kali oleh Abu Sufyan berkeputusan untuk
menyerang pasukan Mekah. Jumlah pasukan Muslim adalah 300 orang, sedangkan pasukan
Mekah adalah 1000 orang. Pasukan Muslim tidak akan mampu mengalahkan pasukan Mekah
jika berhadapan langsung. Karena itulah mereka merencanakan serangan mendadak. Di lain
pihak, pasukan Mekah tidak mengira Muslim akan menyerang mereka, sehingga mereka mulai
minum² dan menari. Ketika pasukan Muslim menyerang mereka, pasukan Mekah sudah sangat
mabok dan tidak siap bersenjata. Menurut al Sira al-Halabiyah, “Orang² Quraish Mekah berdiri
98
dengan sangat terkejut, setelah perayaan mereka berubah drastis dari memukul tambur,
bernyanyi, dan minum anggur, menjadi pertumpahan darah dan perang.” (Ibid: 180, quoting al-
Halabi, alsirah, p. 395).
Dengan keadaan seperti itu maka jelaslah alasan sebenarnya kekalahan pasukan Mekah dan
kemenangan Muslim sudahlah jelas. Meskipun demikian, para penulis sejarah Muslim
menuliskan bahwa kemenangan pasukan Muslim adalah karena para malaikat membantu mereka
berperang. Tabari menuliskan, “Abu Imamat berkata pada putranya, ‘Wahai, putraku, di saat
peristiwa Badr, ketika salah satu dari kami menodongkan pedang ke kafir, kepala kafir itu jatuh
bergulir dari tubuhnya bahkan sebelum pedang menyentuhnya.” (Ibid: 208, mengutip al-Tabari,
hal. 453). Ibn Abbas menyatakan, “Saat sorang Muslim mengejar seorang kafir, dia mendengar
lecutan cambuk di atas kepalanya dan suara yang berkata, ‘Maju terus, Haizum’ (Haizum adalah
kudanya si Jibril). Ketika kafir melihat ke muka, dia terjatuh ke tanah. Lalu kami lihat hidungnya
berdarah karena terpotong oleh lecutan cambuk. Dia tampak jadi hijau. Muslim Ansar datang
dan melaporkan hal ini pada Rasul Allâh. Sang Nabi berkata, ‘Kau mengatakan yang sebenarnya.
Itu adalah bantuan dari surga yang ketiga.’ ” (Ibid, mengutip dari al-Bihaqi, hal. 51-52).
Ibn al-Rawandi bertanya, “Kemanakah para malaikat itu di Perang Uhud ketika Nabi
bersembunyi diantara mayat² dan tiada seorang pun yang datang membantunya?” (Ibid:
211, mengutip dari Ibrahim Biuomi dalam Islamic Philosophy (Filosofi Islam), hal. 83).
Perang Uhud
Gunung Uhud, letaknya dekat Medina.
Kemenangan Badr membuat Muslim jadi penuh percaya diri dan mereka jadi berani melakukan
berbagai penyerangan ke banyak suku² Arab dan Yahudi. Qur’an menegaskan bahwa Allâh
berperang bersama mereka dan mengirimkan malaikat²nya untuk membantu Muslim memerangi
musuh. Banyak ayat² Qur’an yang menjelaskan jumlah besar malaikat yang bergabung bersama
Muslim di Perampokan Badr untuk mengalahkan pasukan Mekah.
99
Qur’an, Sura al-Ali-Imran, ayat 124
(Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: "Apakah tidak cukup bagi kamu
Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?"
Qur’an, Sura al-A'raaf, ayat 9
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut".
Akan tetapi, di Perang Uhud pihak Muslimlah yang kalah telak dan Muhammad sendiri terluka
parah. Dalam Qur’an tercantum janji bahwa Allâh akan membantu pasukan Muslim dengan 3000
sampai 5000 tentara malaikat dalam Perang Uhud.
Qur’an, Sura al-Ali-Imran,
(124) (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: "Apakah tidak cukup bagi
kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?"
(125) ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan
seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai
tanda.
(151) Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka
mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan
tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal
orang-orang yang lalim.
Sayangnya, janji² ini tidak dipenuhi Allâh, dan pasukan Muslim kalah telak. Menurut Ibn Kathir,
al-Halabi, dan al-Bihaqi, kekalahan Uhud adalah karena pasukan Muslim meninggalkan tempat
penjagaannya dan berlari untuk mendapatkan para wanita Mekah yang cantik jelita. Para wanita
Mekah memang saat itu ikut dalam pasukan Mekah ke Uhud, dekat Medinah. “Aku bersumpah
demi Allâh bahwa aku melihat wanita² kaya Mekah berlari dan menaiki gunung dan perhiasan
dan kaki mereka tampak karena mereka mengangkat baju² mereka sehingga kaki² mereka terlihat
jelas. Para tentara Muslim yang berada bersama Abd Allah bin Zubiar bersahutan satu sama lain,
‘Mari kita kejar jarahan perang, dan mari kita tangkap wanita² Mekah itu.’ Setelah itu, para
tentara Muslim lari mengejar kaki² wanita Mekah dan harta jarahan, dan meninggalkan posisi
pertahanan mereka." (Ibid: 259, mengutip dari Al-Halabi hal. 502, Ibn Kathir, hal. 23, dan al-
Bihaqi hal. 229).
Taktik mundur pasukan Mekah dan wanita² Mekah yang menunjukkan hiasan dan kaki²
mereka yang indah adalah jebakan yang mereka lakukan pada pasukan Muslim. (Ibid:
260). Masyarakat Mekah tahu sekali psikologi tentara Muslim. Kebanyakan Muslim
memang bergabung bersama Muhammad demi mendapatkan kekayaan dan wanita. Karena itulah,
pasukan Mekah memperdaya mereka dengan berpura-pura kalah dan membiarkan para wanita
Mekah berlarian dari medan perang. Setelah pasukan Muslim meninggalkan posisi bertahannya
dan berlarian mengejar para wanita Mekah, maka pasukan Mekah yang bersembunyi dan
dipimpin oleh Khalid bin al-Walid (yang saat itu masih kafir) dan Ikrima bin Abu Jahal
menyergap Muslim “yang sedang sibuk merampok dan menjarah” (Ibid). Serangan
mendadak pasukan Mekah menyebabkan pasukan Muslim kebingungan, sehingga mereka tanpa
sadar malahan saling bacok satu sama lain (Ibid, mengutip dari al-Halabi, hal. 205). Tentara
Khalid mulai membunuhi pasukan Muslim. Setelah pertarungan menjadi sulit, pasukan Muslim
lari meninggalkan Muhammad, dan mendaki gunung untuk menyelamatkan diri. Setelah
ditinggal sendirian begitu saja, maka Muhammad tak punya pilihan lain kecuali lari
menyelamatkan nyawanya.
100
Ketika sedang dikejar pasukan Mekah, Muhammad terjatuh dalam sebuah parit kecil dan dia
mulai berteriak-teriak, “Tolong aku di sini, wahai Muslim, datanglah ke sini, wahai Muslim.
Akulah Rasul Allâh.” Tapi tak ada seorang Muslim pun yang datang menolongnya, sedangkan
panah² pasukan Mekah menghujaninya dari berbagai arah.” (Ibid:261). Kejadian ini ditulis pula
oleh al-Tabari sebagai berikut: “Tatkala Naabi diserang, para sahabatnya lari meninggalkannya.
Sebagian dari mereka berlari balik ke Medina dan sebagian lain mendaki bebatuan di puncak
gunung. Sementara itu, sang Nabi terus berteriak, ‘Datang padaku, budak² Allâh, kemari dan
tolonglah aku wahai budak² Allâh” (Ibid). Dalam saat kritis seperti itu, Nabi Muslim terluka para
oleh serangan pasukan Mekah.
‘Atuba ibn Nafi ’a berhasil mencapai Muhammad dan memukul kepala Muhammad.
Sedangkan Abd Allâh ibn Syihab memukul jidat Nabi sampai mengakibatkan luka lebar.
Ibn Qimah al-Harithi memukul patah hidung dan bahu Nabi. Lalu dia juga menghajar
Nabi dengan senjatanya sampai masuk ke dalam pipi Nabi nan suci. Selama mengalami
penghajaran ini, Rasul Allâh menjerit-jerit minta tolong. Lalu Rasul Allâh terjatuh ke
dalam parit ketika ibn Qimah menyerangnya untuk kedua kali dan memukul pundaknya
kuat².
Akan tetapi dua lapis baju perang Nabi rupanya melindunginya dari pukulan itu, tapi dia terus
mengeluh sakit selama sebulan setelah Perang Uhud... Dalam saat kritis itu, pejuang Muslim
pemberani Abu Diganah melihat Rasul Allâh dalam keadaan kritis dan berlari menemuinya dan
menjatuhkan tubuhnya di atas tubuh Nabi untuk melindunginya. Panah² pasukan Mekah
menghujam tubuhnya sehingga dia mati terbunuh. Di saat yang sama, para sahabat Nabi kembali
menemui Nabi dan mengeluarkan dia dari parit dan menyelamatkan diri naik ke gunung lagi.
Setelah itu, pasukan Mekah datang ke tempat di mana Muhammad tadi tergeletak. Ketika mereka
melihat Musa’ad ibn Umiar, mereka mengira Musa’ad adalah Nabi. Ibn Qimah mengira Musa’ad
adalah Muhammad, maka dia membunuhnya. Lalu Ibn Qimah berlari dengan kudanya ke arah
pasukan pagan sambil berteriak riang gembira, “Aku telah membunuh Muhammad” (Ibid: 261-
263, mengutip Al-Halabiya, hal. 505, 513, al-Tabari, hal. 519-520, Ibn Kathir, hal. 56, al-Suhaili,
hal. 153, dan al-Bihaqi, hal. 238).
Teriakan Ibn Qimah yang mengira dia telah membunuh Muhammad disebut para sejarawan
Muslim sebagai ‘Teriakan Setan’ (Ibid: 263). Akan tetapi, al-Qimni berpendapat bahwa teriakan
itu justru telah menyelamatkan Muslim dan Nabi mereka. (Ibid). Perang Uhud berakhir dengan
kekalahan Muhammad dan tentaranya. Pihak Mekah mengakhiri perang karena mengira
Muhammad telah mati. Meskipun banyak Muslim terbunuh dan lebih banyak lagi ditangkap
sebagai tawanan, tapi kematian Hamzah, paman Muhammad, merupakan kehilangan terbesar
bagi pihak Muslim saat itu. Menurut al-Bihaqi, Usman (yang nantinya jadi Kalifah ke-3) dan
beberapa temannya kabur melarikan diri “ke tempat yang bernama al-Shiqrah yang jauhnya 70
mil dari Medina. Mereka kembali ke Medina setelah mendengar Nabi kembali ke
Yathrib/Median bersama tentara Muslim yang masih hidup. Usman dan teman²nya kembali dari
tempat persembunyian mereka setelah tiga hari.” (Ibid: 272, mengutip dari al-Bihaqi, hal. 310).
Pertempuran Bani Quraiza
Seperti disebutkan bab sebelumnya bahwa alasan utama pembantaian suku Yahudi dari bani
Quraiza adalah menyingkirkan Yahudi dari suku terakhir di Madinah. Muhammad menuduh
mereka bahwa mereka melanggar perjanjian dengan dia dan berencana membuka pasukan
mereka untuk bersekutu dengan suku-suku Mekkah melawan Muslim di Pertempuran.
Bagaimanapun, sebagai as al-Qimni Namun, al-Qimni, membuktikan bahwa orang-orang Yahudi
yang tidak bersalah dari tuduhan tersebut. Sebenarnya Muhammad-lah yang harus disalahkan
101
karena melanggar perjanjian tersebut. Untuk lebih jelasnya silahkan lihat sub-bab sebelumnya..
Pada bagian akhir buku ini, kita akan melihat bagaimana induk buku Islam menggambarkan
pembantaian terjadi.
Sang Nabi berkata "jika ada orang yang mendengar dan mematuhi, seharusnya tidak melakukan
doa Asr[59] kecuali bani Quraiza (Ibid: 391, mengutip dari al-Tabari al-Tarikh p. Tarikh al-
Tabari hal 591). Al-Bihaqi menceritakan bahwa "Nabi pergi keluar dan melewati beberapa orang
Bani Qurizah dan bertanya kepada mereka: apakah ada orang melewati anda?” Mereka berkata:
“Dahia al-Kalib[60] melewati jalan ini dengan mengendarai kuda yang indah.” Sang Nabi
membalas: ”Itu bukan Dahia tetapi malaikat Jibril, damai ada padanya, dikirim ke bani Quraiza
untuk mengguncak mereka dan menimbulkan ketakutan dalam hati mereka” "(Ibid, mengutip
dari al-Bihaqi, al-Dalail p. Dalail al-hal 9). Ibnu Katsir, al-Tabari, dan Al-Baihaqi, menuturkan
dialog antara antara sang Nabi dan dan orang-orang Yahudi Bani Qurizah takut, berasama-sama
mengikuti, sebagai berikut:
59 ‘The third prayer of the day.
60 Dahia al-Kalib was a very handsome young Muslim man. The Prophet claimed that whenever the Angel Gabriel
appeared to him he appeared in the form of this handsome young man.
Muhammad: Oh saudara monyet dan babi.
Orang-orang Yahudi yang gemetar menjawab: Oh Abu Al-Qasim, [61] engkau bukan orang jahat!
(Ibid, 392, mengutip dari Ibnu Katsir, al-Bedayia p. al-Bedayia hal 120).
61 Father of Abu al-Qasim. The Prophet was called by that title because he had a son by that name.
Nabi berseru kepada mereka: Oh saudara monyet. Apakah Allah mengecewakanmu dan
mengirim padamu kutukan-Nya?
Orang Quraiza memahami pesan dan menjawab dalam ketakutan: Oh Abi al-Qasim, engkau
bukan orang bodoh (Ibid, mengutip dari al-Bihaqi, al-Tarikh hal 582).
Orang-orang Yahudi Quraiza terus memohon kepada Muhammad dan meminta padanya untuk
mengirimkan mereka satu dari sekutu mereka. Seorang pria dengan nama Abi Libabah bin Abd
al-Nuziar al-Awasi.
Ketika Abi Libabah masuk dalam pasukan mereka, pria-pria bangkit, wanita-wanita menangis
dan anak-anak juga berteriak kepadanya. Ketika dia melihat mereka, dia menemukan kesalehan
daripada mereka.
Mereka berkata kepadanya: oh Abi Libabah, apakah engkau pikir kami seharusnya pergi keluar
untuk mempertimbangkan Muhammad?
Dia berkata: ya . Kemudian dia menggerakkan tangannya (jari) melintasi lehernya, yang berarti
pembunuhan!
Lalu ketua mereka, Ka'ab bin Asaad berkata kepada rakyatnya. Mari kita mengikuti Muhammad
dan percaya kepadanya.
Mereka menjawab: Kami tidak akan meninggalkan perjanjian Taurat selamanya.
Dia berkata kepada mereka: kalau begitu mari kita bunuh anak-anak kita dan perempuan dan
pergi ke Muhammad
102
Mereka berkata: Akankah kita membunuh anak-anak dan wanita yang tidak berbahaya ini? Apa
gunanya hidup setelah kematian mereka? (Ibid: 393-394, mengutip dari al-Tabari hal 583).
Akhirnya orang Bani Quraiza memutuskan untuk pergi keluar dan bertemu Muhammad,
berharap bahwa suku-suku Medinian akan mengetengahkan mereka dengan sang nabi dan
meminta dia untuk mengirim mereka dengan wanita dan anak-anak mereka keluar dari Yathrib
seperti dia lakukan sebelum dengan dua suku Yahudi lainnya. Begitu pria-pria Yahudi muncul
dalam pasukan mereka, sang nabi menyuruh anak buahnya untuk mengikat mereka dengan tali
dan mereka berbaris memanjang (Ibid: 394, mengutip from al-Tabari, al-Tarikh hlm. 583). Lalu
sang nabi meminta anak buahnya untuk menggali berbagai saluran di dalam kota (Ibid). Setelah
begitu banyak pembelaan dari pemimpin suku Medinian, al-Khariq, dan al-Awas, Muhammad
sepakat bahwa Sa’ad bin Mu’aaz harus menentukan nasib orang-orang Yahudi (Ibid, mengutip
from al-Tabari hlm. 586).
Al-Tabari meriwayatkan bahwa Sa'ad bin Mu'aaz sedang sekarat. Selama penge-pungan dari
kota dengan serangan anak panah meyerang tangannya dan menyebapkan terputusnya dari salah
satu mereka pada sarafnya. Sang nabi berusaha menyembuhkanya dengan memanaskan paku dan
membakar sarafnya. Dalam prakteknya, Muhammad berpikir bahwa pendarahan akan berhenti.
Namun, membakar paku malahan memperburuk luka dan menyebabkan saraf membengkak.
Ketika nabi mengulangi perlakuan yang sama saraf meledak (Ibid: 395). Dalam keadaan sekarat
itu Sa’ad menangis kepada nabi. Ketika Muhammad melihatnya, ia memerintahkan orang
Yahudi untuk berdiri agar mereka kuasai. Ketika Sa’ad diletakkan ke bawah oleh yang
membawanya, sang nabi meminta dia untuk menjadi hakim pada mereka. Dia berkata, saya
menghukum mereka bahwa laki-laki harus dihukum mati, kekayaan mereka dibagi, dan wanita
mereka didistribusikan sebagai jawari di kalangan umat Islam. Sang nabi berkata kepadanya:
“Anda telah menjatuhkan hukuman pada mereka dengan penilaian Allah yang telah
diberikan kepada Anda dari surga tingkat ketujuh.” "(Ibid: 395, mengutip al-Tabari, al-
Tarikh hal 586, penekanan pada yang asli).
Pembantaian mengerikan itu digambarkan oleh al-Tabari sebagai berikut:
Mereka membawa terlebih dulu musuh Allah, Huaya bin Akhatab[62], sementara tangannya
diikat ke lehernya dengan tali. Ketika Huaya melihat Rasulallah, ia berkata kepadanya: “Aku
bersumpah demi Allah, saya tidak pernah menyalahkan diri sendiri, karena kebencian anda.”
Kemudian, Huaya berpaling kepada orang-orang dan berkata: “wahai orang-orang yang tidak
ada ketakutan dari penghakiman dan kitab Allah, itu adalah suatu kehormatan yang ditulis oleh
Allah kepada anak-anak Israel untuk mati sebagai martir.” Kemudian, ia duduk dan lehernya
dipenggal ... Ali bin Thalib dan al-Zibiar terus memukul leher mereka ... Diasumsikan bahwa
darah mereka mencapai batu minyak yang berada di pasar (Ibid: 396, mengutip dari al-Tabari,
al-'Tarikh hlm. 588-589).
62 He is the father of Safi ya bint Huaya whom the Prophet killed her husband, brother, and father and took her as his
wife. For more detail see the last chapter, The Scandalous Marriages of Muhammad.
Narator tentang sira, berbeda dalam jumlah orang-orang Yahudi yang terbunuh pada hari itu.
Beberapa orang mengatakan 600, ada yang 700, 800, 900 (bid: 396). Al-Qimmi menyatakan,
“dan kami belajar melalui warisan budaya kami sesuatu yang baru terjadi dalam pembatantaian
itu. Pembantaian itu tidak hanya terjadi pada laki-laki, tetapi termasuk bocah laki-laki juga” (Ibid:
398 merujuk pada al-Tabari. hlm 591). Lalu korban-korban tersebut dikubur dalam lubang yang
besar yang telah digali oleh muslim.
Menurut narator tentang sira, Allah menghargai Sa’ad bin Mu’aaz karena keputusannya yang
tepat dan kematiannya setelah pembantaian itu tejadi. Sang malaikat Jibril datang kepada nabi
ditengah malam dan mengatakan kepadanya bahwa ketika Sa’ad bin Mu’aaz meninggal, takhta
103
Allah terguncang dalam kehormatanya. Selain itu, pemakamannya dihadiri oleh 70000 malaikat
(Ibid: 397, mengutip dari al-Bihaqi hlm 28-29). Sedangkan jumlah barang rampasan yang
dihitung oleh Sa’ad adalah 1500 pedang, 300 baju besi, 1000 tombak, 1500 perisai, dan banyak
unta dan sapi. Mengenai wanita, jumlah mereka lebih besar dari pria muslim. Oleh karena itu,
setiap orang muslim mendapat bagiannya dari perempuan Yahudi, sisanya dijual sebagai budak
kepada orang Nagid. Muhammad mengambil Rayhana binti Umaro. Ibnu Katsir meriwayatkan
bahwa, “sang nabi berkata kepada Rayhana bahwa ia akan membebaskannya dari perbudakan
jika menikahinya. Bagaimanapun, Rahyana memilih untuk tetap tinggal dalam perbudakan, yang
ia percaya lebih dapat ia tahan dari pada menikah dengan Muhammad. Dia menolak untuk
menerima Islam dan memutuskan untuk tetap hidup sebagai orang Yahudi dan menjadi budak
seumur hidupnya" (Ibid: 401, mengutip Ibnu Katsir, al- Bedaya, hlm. 128 and al-Tabari, al-
Tarikh, hlm. 592).
.
Pria dan Wanita yang dibunuh karena mereka mengkritik Muhammad:
1 - Asma Binti Marwan, dari Bani Umayyah Ibn Zayd:
Asma adalah istri Yazid Ibn Zaid Ibn al-Khatmi Hisn. Dia dahulu mengkritik Islam, menghina
nabi dan mengajak orang-orang untuk melawan Muhammad. Dia menyusun ayat-ayat yang
mana ia mengkritik sang nabi. Muhammad mengirim Umar bin Adi untuk pergi dan
membunuhnya. Umar datang padanya di malam hari dan memasuki rumahnya ketika anak-anak
Asma sedang tertidur disekitar Asma. Ada satu yang sedang dia susui (netek). Kemudian Umar
mencari-cari Asma dengan tangannya karena dia buta, dan memisahkan anak itu dari Asma
(ibunya). Umar menusukkan pedangnya di dada Asma sampai menembus ke punggungnya. Lalu
pagi harinya, Umar memberikan kabar ini kepada nabi di al-madinah.
Kemudian Rasullah berkata kepadanya: “Apakah engkau membunuh putri Marwan?".
Umar menjawab: “Ya, apakah ada sesuatu yang lebih baik untuk saya lakukan?”
Muhammad: “Tidak! 2 kambing akan dipersembahkan untuk merayakannya”
Kata-kata ini yang terlebih dahulu terdengar dari rasulallah. Rasulallah memanggilnya Umar “albasir”
(yang melihat). (Ibn Sa`d’s Kitab al-Tabaqat al-Kobara, volume 2, hlm. 31).
2- Abu Afak, seorang pria sangat tua (konon 120 tahun) telah dibunuh karena ia mengecam
Muhammad. Perbuatan ini dilakukan oleh Salem bin Umar atas perintah nabi, yang
meminta: ”Siapa yang akan berurusan dengan bajingan ini untuk saya?" Pembunuhan untuk
orang tua yang meniru penyair wanita, Asma binti Marwan, untuk menulis ayat tidak hormat
tentang Nabi, dan dia juga dibunuh.
3 - Abdullah Ibnu Sa'ad bin Abi Sarh:
Muhammad seperti yang telah tertulis diturunkan ayat-ayat untuknya. Salah satu penulisnya
adalah `Abdullah ibnu Sa’ad bin Abi Sarh. Seperti Sarh menulis turunnya wahyu yang
disampaikan Muhammad, ia sering membuat saran untuk meningkatkan kemampuan berbahasa
mereka. Muhammad sering setuju dan mengikuti perubahan yang dibuat oleh Sarh. Pada
akhirnya Sarh meninggalkan Islam, karena ia mengetahui bahwa wahyu-wahyu itu bukan berasal
dari Allah, jika sekiranya boleh diubah-ubah. Kemudian, setelah penaklukan Mekkah,
Muhammad menginginkan kematian Sarh. Seseorang dari al-Ansar telah bersumpah untuk
membunuh Ibn Abi Sarh [sudah disebutkan Abdullah] jika dia melihatnya. Usman yang saudara
angkat dia (Ibn Abi Sarh) datang dan menengahi dia dengan nabi. Ansari menunggu sinyal dari
nabi untuk membunuhnya. Usman menengahi dan dia [Muhammad] membiarkan dia pergi.
Kemudian Rasul Allah berkata kepada Ansari, "Mengapa engkau tidak memenuhi sumpahmu?
Dia (Ansar) berkata: “o Rasul Allah!, aku telah menyiapkan pedang ditanganku, dan menunggu
signal anda untuk membunuhnya.” Sang nabi berkata: ”signal akan melanggar iman. Membuat
signal bukan ciri khas nabi.” (Ibnu Sa'ad dalam Kitab al-Tabaqat al-Kobara. hlm 174)
104
4- Kinanah al- Rabi, yang menjadi penjaga dari warisan Banu Nadir, telah dibawa kepada
Rasul yang menanyakannya. Dia menyangkal bahwa dia menolak mengatakan di mana warisan
itu berada. Seorang Yahudi datang (Tabari mengatakan "dibawa"), kepada Rasul dan berkata
bahwa ia telah melihat Kinana berkeliling sebuah reruntuhan setiap pagi. Ketika rasul berkata
kepada Kinana, "Apakah Anda tahu bahwa jika kita menemukanmu memiliki warisan itu aku
akan membunuhmu?” Dia berkata, "Ya”. Kemudian Rasul memerintahkan bahwa reruntuhan
itu harus digali dan beberapa harta karun itu ditemukan. Ketika ia (rasul) bertanya kepadanya
(Kinanah) tentang sisanya, dia menolak untuk memberitahukannya, jadi rasul memerintahkan al-
Zubayr Al-Awwam, "siksa dia sampai engkau menggali apa yang dia ketahui." Jadi dia (Zubayr)
menyalakan sebuah api dengan bara api dan baja di dadanya (Kinanah) hingga ia hampir mati.
Kemudian Rasul mengirimkan dia untuk Muhammad bin Maslama dan dia memukul kepalanya
(Ibn Ishaq, Sirat Rasulallah 'Biografi Rasulullah', hal 37).
5- Abdullah Khatal dari B. Taym b. Ghalib .
Dia pernah menjadi muslim dan diutus Rasulullah untuk mengumpulkan zakat bersama seorang
Anshar dengan dibantu seorang bekas budak yang telah merdeka untuk melayaninya. (Dia adalah
Muslim). Ketika mereka berhenti, ia memerintahkan budaknya untuk membunuh seekor
kambing untuk dirinya dan menyiapkan beberapa makanan, dan bergegas untuk tidur. Ketika ia
bangun, orang yang disuruhnya belum melakukan apa-apa, sehingga ia menyerang dan
membunuh budak itu dan murtad.
Dia memiliki dua peyanyi wanita, Fartana dan temannya yang digunakan untuk menyanyikan
lagu-lagu kritikan atau kecaman terhadap rasul, sehingga ia memerintahkan agar mereka dibunuh
dengan dia. Khatal diperintahkan untuk dibunuh, bukan karena dia membunuh budak lakilakinya,
seorang Muslim, tetapi karena ia murtad. Hukum Islam tidak memperbolehkan seorang
pria muslim untuk dihukum mati karena membunuh seorang budak, yang Yahudi, Kristen, atau
apapun yang non-Muslim. Pada hari penaklukan, Rasulullah memasuki Mekah, menggunakan
penutup kepala. Ketika Rasulullah melepas penutup kepalanya, seseorang datang dan berkata,
“Ibn Khatal sedang memanjat dinding Kabah”. Rasullalah berkata, “Bunuh dia!” Ibn Khatal
akhirnya dibunuh di Kabah. Nabi memerintahkan kedua gadis budak untuk dibunuh karena
menyanyi lagu-lagu yang berisi kritikan tentang dia.
(Sirah Ibnu Ishaq – Kitab Sejarah Nabi Tertua. Muhammad bin Yasar bin Ishaq. Muhamadiyah
University Press, 2003, jilid 3, halaman 54 – 55)
(Sahih Bukhari, volume 5 nomor 582 : Dikisahkan oleh Anas bin Malik)
6- Seorang wanita sundal dari Hadramaut:
Kematian Muhammad dirayakan dengan sukacita oleh 26 wanita bangsawan di Hadramaut,
sebuah kota di Yaman. Sejarawan Muslim menyebut mereka "wanita sundal dari Hadramaut."
Perayaan ini diriwayatkan oleh Ibnu Habib al-Baghdadi dalam bukunya, "Kitab al-Muhabbar":
"Ada di Hadramaut 6 wanita, dari Kinda dan Hadramaut, yang menginginkan kematian Nabi
Allah, karena itu mereka [ketika mendengar berita] dicelup tangan mereka dengan henna dan
bermain
pada rebana. Bagi mereka, keluar dari pelacuran di Hadramaut melakukan hal yang sama
sehingga sekitar 20 perempuan ameh bergabung dengan 6 wanita tersebut. Namun, Ibn Habib
bertentangan pernyataannya bahwa perempuan 'sundal' ketika ia menggambarkan mereka
sebagai "Dua orang nenek, satu ibu, dan tujuh gadis muda. Tiga dari dua belas milik Ashraf
("kelas bangsawan") dan empat dari suku Kindah, sebuah suku kerajaan yang diberikan Yaman
dengan raja-rajanya.“
Dua pemimpin Muslim menulis surat kepada Khalifah Abu Bakar dan melaporkan acara. Ketika
berita itu sampai kepada khalifah terlebih dulu, Abu Bakar, ia menulis pesan kembali bahwa
tangan perempuan itu harus dipotong.
Mengikuti perintah khalifah, 26 wanita dihukum secara mengerikan dan bahwa dengan tangan
mereka dipotong.
105
*Phao: catatan tambahan.
Selain daftar-daftar pembunuhan oleh perintah Muhammad, masih banyak daftar-daftar lain yang belum
diceritakan di buku ini.
Al-Nadr ibnu ol-Hareth adalah lelaki yang berkata bahwa kisah2 Muhammad hanyalah dongeng2 kuno.
Ketika Muhammad menguasai Mekkah, dia memerintahkan untuk memenggal kepala al-Nadr (Ibnu Ishaq,
“Sirat Rasullallah” 308)
Ocba ibnu abi Moayt, sebelum kehilangan kepalanya berseru, “siapakah yang akan memelihara gadis
kecilku?” Muhammad menjawab, “Api Neraka”. Dan lelaki itu dipenggal kepalanya (bnu Ishaq, 308)
Kab ibnu al-Ashraf adalah seorang putra wanita Yahudi dari keluarga Banu Nadir. Setelah perang Badar,
dia pergi ke Mekkah untuk membangkitkan semangat orang2 di sana. Dia menyusun syair2, mengajak
orang terus berperang melawan sang nabi. Muhammad berdoa di depan umum, ‘Alloh lepaskan aku dari
Kab, karena ayat2(puisi2)nya, dan hasutannya.’ Maka beberapa orang muslim berpura-pura(taqqiya)
menjadi teman Kab, membawa dia jauh dari perlindungan di rumahnya, dan kemudian membunuhnya.
Ketika mereka memberikan kepada Kab kepada sang nabi, nabi lantas memuji perbuatan baik mereka (Al-
Bukhari 4-52-270, 5-59-369, 3-45-607) (Dawud 19-4436) (Ibnu Ishaq 364-368) (Ibnu Sa’d 1:37)
Pagi hari setelah membunuh Kab, nabi menyatakan , “Bunuhlah setiap Yahudi yang jatuh ke dalam
kekuasaan kalian.” Maka salah satu pengikutnya pergi dan membunuh seorang pedagang Yahudi
bernama Ibnu Sunayna yang memiliki hubungan yang baik dengan orang2 Muslim (Ibnu Ishaq 369) (At
tabari 3, hlm 97 jilid 7) (Dawud 19-2996)
Pasukan yang lain diutus untuk membunuh Yosayrbin Rezam, seorang Yahudi lain dari Medinah yang
telah melarikan diri ke Khaybar
Ketika Refaa bin Qays menyampaikan pidato anti muslim dalam sukunya, nabi memerintahkan Abdullah
bin Abi adrad membawa kembali kepala Refaa bin Qays. Pertama-tama pembunuh menembak dengan
anak panah dari jarak tertentu, dan kemudian memukul dia dengan sebuah kapak dan memotong
kepalanya, dan memberikannya kepada nabi (Dashti, hlm 100).
Keterangan lainnya:
http://indonesia.faithfreedom.org/forum/daftar-korban-pembunuhan-muhammad-t8391/
Fletemier, Curt. 1956. The Son and The Moon. Sonrise Enterprise (phone 0888-161-3377).
cmfa@yahoo.com
Kesimpulan: Mungkin cara terbaik untuk mengakhiri buku ini adalah mengutip paragraf
penutup Muhammad Asghar dalam bukunya, MUHAMMAD & ISLAM: Cerita yang tidak
diberitahu sebelumnya,
Apa pun penyebab kematiannya (Muhammad), kepergiannya mengakhiri periode tirani yang
panjang. Kematiannya membebaskan istrinya dari perbudakannya; Ini juga membuat ketenangan
kepada orang-orang kafir yang ia dipaksa meninggalkan iman leluhur mereka dan juga
menghilangkan bayang-bayang pedang di mana-mana dari kepala orang Yahudi.
Pada kelanjutannya, dia mewarsikan satu set doktrin agama, yang telah mem-pengaruhi
kehidupan sejumlah besar pengikutnya, bahkan setelah kematiannya 1400 tahun yang lalu.
Sementara beberapa ajaran-ajarannya telah terbukti berperan dalam melumpuhkan kehidupan
banyak pengikutnya sendiri, menciptakan perpecahan dan kebencian pada mereka manusia yang
mengikuti berbagai filsafat hidup. Allahu Akbar,dasarnya adalah teriakan perang Islam, ternyata
masih banyak umat Islam terlibat dalam pertempuran, kerusuhan antar agama dan konflik
sektarian menjadi binatang buas; yang diklaim mendapat dukungan dari malaikat melawan kafir,
dan negara-negara lemah yang islam mendapat tantangan mengabungkan negara industri dunia.
Pembunuhan orang Yahudi oleh Muhammad dan ajaran kebencian terhadap mereka (5:54),
masih masih menghasilkan keinginan yang berapi-api di sebagian besar Muslim untuk
menghapusan semua orang Yahudi dari muka bumi dan panggilan untuk membunuh orang kafir
kapanpun dan di manapun mereka berada ditemukan (59:5) adalah sumber inspirasi utama bagi
banyak pengikutnya untuk terlibat sendiri dalam pembunuhan semua Hindu dunia. Ajaran-Nya
berperang, seperti Bernard Lewis telah menunjukkan dalam bukunya, "Krisis Islam," dianggap
oleh banyak umat Islam menjadi kewajiban bagi mereka untuk "menghancurkan seluruh dunia
sebelum rancangan keimanan mereka tentang kebangkitan khalifah Islam dapat direalisasikan
(Asghar bagian 13).
106
Referensi
1- Abd al-Gadir, Asharaf Abd al-Fatah, 2004. “The Reformation of Islam is a Duty and
Compulsory if we do not want to be the Last Nation emerged,” Modern Discussion, Elaph
Publication, March 16, 2004, http://www.rezgar.com/debat/ show.art.asp?aid=.
2- Abdul-Karim, Khalil, 1999. The State of Yathrib, Sinah Lilnashir, First Edtion, Cairo, Egypt.
3- Abdo, Geneive 2002. No God But God, Egypt and the Triumph of Islam, New York: Oxford
University Press.
4- Afshari, Reza, 1994, Egalitarian Islam and Misogynist Islamic Tradition: A Critique of the
Feminist Reinterpretation of Islamic History and Heritage, An Easy, Institute for the
Secularization of Islamic Society, info@SecularIslam.org
5- Ahmed, Leila. 1992. Women And Gender In Islam: Historical Roots of a Modern Debate.
New Haven, Yale University Press.
6- al-Akhwan al-Muslimoon, 2004. “A campaign Against the Islamic Identity of Egypt,” Muslim
Brothers Newspaper, Jan 1, 2004. (Accessed on March 20, 2004). http://www.
ikhwanonline.com/Article.asp?ID=4349&SectionID=349 p
http://odur.let.rug.nl/~nch/action6.htm#general
7- Annual Report 1997. “Network of Concerned Historians” (NCH # 5 & 6), Source: IOC 4/97: 15,
1997. (Accessed on April, 2005). http://odur.let.rug.nl/~nch/action6.htm#general
8- Asghar, Mohammad, MUHAMMAD & ISLAM: Stories not told before: “Freethinkers.”
http://www.mukto-mona.com/Articles/asghar/muhammad_islam12.htm
9- Ayalon, Ami. 1999. “Egypt’s Quest for Cultural Orientation”. The Moshe Dayan Center for
Middle Eastern and African Studies: Data and Analysis. (Accessed on May 10, 2004)
http://www.dayan.org/D&A-Egypt-ami.htm.
10- Balz, Kilian, 1997. “Submitting Faith to Judicial Scrutiny Through the Family Trial: The
Abu Zayd Case”. Welt des Islamus 37.2 (1997) 135-155.
11- Barlas, Asma, 2002. Believing Women In Islam: Unreading Patriarchal Interpretations of
the Qur’an. Austin, TX: University of Texas Press.
12- Boyarin, Daniel, 1998. Gender. In Critical Terms of Religious Studies. Taylor, Mark C. (ed.)
Chicago and London: Chicago University Press.
13- Da’agir, Hamdoon, 2002, The Place of Woman In Islam, 6 November, 2002.
http://www.geocities.com/aboutchristianity/MAKANT ALMA2A.htm
14- Drucken, English, 2003. “Nasr Hamid Abu Zayd” QUR’ANIC HERMENEUTICS,
(Accessed on May 25, 2004), 2002-2003. http://www.wikoberlin.
de/kolleg/fellows/fellows2002-2003/abuzayd
15- Engel, Richard, 1998. “Book Ban Exposes Azhar Censorship,” Middle East Times, May 1,
1998, (Accessed on Feb 28, 2004. http://www.dfn.org/voies/egypt/metimes/bookban.htm.
107
16- Feminism and Islam, Legal and Literary Perspectives, 1981, ed., by Yamani, Mai. Publishers:
Al-Sabag, M. Mutawali.
17- Feminism In the Study of Religion: a Reader. 2001. Juschka, M. Darlene (editor). London
and New York, Continuum.
18- Haddad, Yvonne Yazbeck and Stowasser, Barbara. 1998. Islam and Gender: Dilemmas in
the Changing Arab World. In Islam, Gender, and Social Change, edited by Yvonne Yazbeck
Haddad and John L. Esposito, 1-28, 30-44. New York, Oxford University Press.
19- -------- 1985. Women, Religion, and Social Change, edited by Yvonne Yazbeck Haddad and
Ellison Banks Findly. State University of New York Press.
20- Haqq, M. Rafi qul & P. Newton, 1996, The Place of Women in Pure Islam,.
http://www.debate.domini.org/newton/womeng.html
21- Hassan, Riffat, 2001, “On Human Rights and the Qur’anic Perspective,” pp. 51-65, 9.03,
Journal of Ecumenical Studies.
22- --------- “Challenging the Stereotypes of Fundamentalism: An Islamic Feminist Perspective”.
The Muslim world; a quarterly review of history, culture, religions & the Christian mission in
Islamdom. 91, no. 1, (2001).
23- Ismail, Salwa. 2004. “The Politics of Historical Revisionism: New Re-Readings of the Early
Islamic Period.” In An Islamic Reformation? Edited by Michaelle Browers and Charles Kurzman,
101-124. New York, LEXINGTON BOOKS.
24- Kepel, Gilles. 1993. Muslim Extremism In Egypt: The Prophet and Pharaoh, Berkeley:
University of California Press, 1993, c1985.
25- Kim, Caroline. 2005. “Threats cause Egyptian writer to renounce his life’s work” Overseas
Press Club of America
26- Lois, Lamya al-Farugi, 1985, Marriage In Islam, pp. 55-68, Vol 22, in Journal of Ecumenical
Studies.
27- Mahmoud, Hala and Middle East Times staff, “In Search of what went wrong,” Middle East
Times, (Accessed on March
21, 2004), http://www.metimes.com/issue11/cens/c3.html, p 1.
28- Mernissi, Fatima, 1987, Beyond the Veil, Bloomington and Indianapolis, Indiana University
Press.
29- -------- 1988, Women’s Rebellion & Islamic Memory, Zed Books Ltd.
30- -------- 1993, Women and Islam, an Historical and Theological Enquiry, Kali for Women,
New Delhi.
31- -------1993. (Mary Jo Lakelan, trans.). The Forgotten Queens of Islam, Polity Press, Oxford.
108
32- the Middle East Media Research Institute September 27, 2004. (Accessed on December 14,
2004). http://www.memri.org/bin/articles.cgi?Page=archives&Area=sd&ID=SP7900
4#_edn4
33- Mills, Sarah. 1997. Discourse: The New Critical Idiom. London, New York. Routledge.
34- al-Muhsin, Fatima, 2004. “Arabic Cultures or One Culture” Riyadh Daily Newspaper, Feb
26, 2004. (Accessed on March 23, 2004, http://www.alriyadh-np.com/Contents/26-02-
2004/Mainpage/Thkafa_10479.php,)
35- Najjar, Fauzi, M. 1996. “The Debate on Islam and Secularism in Egypt” Arab Studies
Quarterly 18.2 (1996) 1-21.
36- -------- 2000. “Islam’s Fundamentalism and the Intellectuals: “The Case of Nasr Hamid Abu
Zayd”. British Journal of Middle Eastern Studies. 2702 (2000) 177-200.
37- -------- 2001. “Book Banning in Contemporary Egypt” Muslim World 91.3/4 (2001) 399-425.
38- Phillips, Louise & Jorgensen, Marianne W. 2002. Discourse Analysis: as Theory and Method.
London, SAGE Publications Ltd.
39- al-Qimni, Sayyid Mahmoud 1996. Al-Hizb Al-Hashmi Wa Tasis Al-Dawla Al-Islamyia (The
Hashmite Party and The Foundation of the Islamic State), Makatabat Madbouli Al- Sageer,
Fourth Edition, Cairo, Egypt.
40- -------- 1996. Rab Al-Zaman (The Lord of Times), Maktabat Madbouli Al-Sageer, First
Edition, Cairo, Egypt.
41- -------- 1999. Al-Fashoon wa al-Watan (The Fascists and the Nation), The Egyptian Center
for Civilization Researches, First Edition, Cairo, Egypt.
42- ------ 2001. Hurub Dawlat al-Rasul, (The Wars of the Prophet’s State). Al-Islamiyat
(Islamisms), The Egyptian Centre for Civilization Researches, First Edition, Cairo, Egypt.
43- -------- 2004. Shukran…Bin Laden (Thanks…Bin Laden), Dar Misr Al-Mahrosa, First Edition,
Cairo, Egypt. 44- Saadawi, Nawal. 1981. The Hidden Face of Eve: Women In the Arab World.
Boston, Beacon Press.
45- -------- 2001, Women Creativity and Mental Health,
http://www.nawalsaadawi.net/articleby/mental_health.htm,
46- al-Sabaq, M. Mutawli, 1981, Illustrations In Marriage Regulations, Egypt, Madboli Maktaba.
47- al-Samti, Abd Allah, 2004. “Doubtful Writings” Al-Watan, March 15, 2002, Accessed on
March 20, 2005, http://www.alwatan.com.sa/daily/2002-03-15/writers/writers24.htm
48- Sarahan, Samir, 2004. “Scribe of the Republic,” Egypt Times, 5 February 1998, Vol 2, Iss 25
(Accessed on March 20, 2004, http://www.cairotimes.com/content/culture/sarhan.html
49- Sayf al-Islam, Ahmad & el-Gawhary, Karim 1995. “Shari’a or Civil Code? Egypt’s Parallel
Legal Systems: An Interview with Ahmad Sayf al-Islam” Middle East Report 197 (Nov- Dec
1995) 25-25
109
50- Sfeir, George N. 1998. “Basic Freedom in a fractured Legal Culture: Egypt and the Case of
Nasr Hamid Abu Zayd”. Middle East Journal 32.3 (Summer 1998). 402-414.
51- al-Shara’any, Abd Al-Wahhab, 1981, Khashaf Al-Khomah, Beirut (Lebanon), Publishers:
Al-Maktabah Al-Alamyyah
52- Sivan, Emmanuel 2003. “The Clash Within Islam” Survival 45.1 (Spring 2003) 25-44.
53- Skovgaard-Petersen, Jakob, 1999. “Defi ning Islam For the Egyptian State, Muftis and
Fatwas of the Dar al-Ifta”, Middle East Quarterly, June 1999.
54- Smith Jane & Haddad, Yvonne, 2001, “Women in the Afterlife: The Islamic View as Seen
from Qur’an and Tradition,” 43.01, pp. 39-50, Journal of the American Academy of Religion.
55- Smith, Jane, I. 2001, Women in Islam: Equity, Equality, and the Search for the Natural Order,
XLVII/4, pp. 517-537, Journal of the American Academy of Religion.
56- Strowasser, Barbara, Jan-April, 1992, The Mothers of the Believers in the Hadith, pp. 1-36,
Vol LXXXII, Journal of Muslim World.
57- Verma, B. R., 1988, Muslim Marriage, Dissolution, and Maintenance, The Law Book
Company (P) Ltd. 58- Wadud, Amina. 1999. Qur’an and Woman: Rereading the Sacred Text
from a Woman’s Perspective. New York, Oxford University Press.
59- Weaver, Mary Anne, 1998. “Revolution By Stealth” New Yorker June 8, 1998.
60- Woodsmall, R. Frances, 1983, Women In Changing Islamic System, New Delhi (India),
Bimla Publishing House.
61- Women In Cross-Cultural Perspectives, 1991, ed., by Adler, Leomore Leob, New York,
Praeger Publishers.
110
Induk buku-buku Islam
1- The Holy Qur’an.
2- Sahih Al-Bukhari (kumpulan perkataan Nabi).
3- Sahih Muslim (kumpulan perkataan Nabi
4- Sunan Abu Dawud (kumpulan perkataan Nabi).
5- Sunan Al-Turmizi (kumpulan perkataan Nabi).
6- Ibn al-Atheer, 1965. Al-Kamil fi Al-Tarikh. Dar Sadir, Beirut, Lebanon.
7- Al-Asfani. Al-Agani. Dar al-Kotob al-Musria, Cairo, Egypt.
8- Al-Awsi. Ruh al-M’aani, 12/353.
9- Al-Bihaqi, 1988. Dalail al-Nobwa, edited by Abd al-Mu’ati Qaligi, Dar al-Kotob al-‘Alimia,
Beirut, Lebanon.
10- Ibn Timiah. Iqitida al-Sirat al-Mustaqim, Dar al-Mu’arifa, Beirut, Lebano.
11- Tha’alab, 1964. Shireh Diwan Zuhir, Al-Dar al-Qumia liltiba’at wa al-Nashir, Cairo, Egypt.
12- Al-Nisaboori, al-Tha’alabi. Qisas al-Anbia al-Musama ‘Arais al-Mugalis, al-Muktabah al-
Thaqafi a, Beirut, Lebanon.
13- Ibn al-Gawzi. Talbos Iblis, corrected by Muhammad Manir al-Dimishaqi, Al-Mutab’ah al-
Munira.
14- Ibn al-Gawzi, Jamal al-Deen, 1985. Nawasikh al-Qur’an, Dar al-Kotob al-‘Alimia, Beirut,
Lebanon.
15- Ibn Habib, 1964. Al-Munamaq fi Akhabar Qurish, edited by Khorshid Ahmed Faroq, Daeirat
al-Mu’aarif al-Uthmania, Hidar Abad, India. .
16- Al-Halabi. Al-Sira al-Halabia fi Sirat al-Amin al-Amoon Insaan al-‘Uioon, Dar al-Mu’arifa,
Beirut, Lebanon.
17- Ibn Hanabal, 1978. Kitab al-Zuhud, Dar al-Kotob al-‘Alimiah, Beirut, Lebanon.
18- Ibn Khaldun. Al-Muqadimah, Dar al-Sha’ab, Cairo, Egypt.
19- Ibn al-Khiat, Khalifa, 1967. Al-Tabaqaat, edited by Akaram al-‘Amari, Mutbaat al-Mu’ani,
Bagadad, Iraq.
20- Dalo, Burahan al-Deen, 1985. Musahama fi I’adat Kitabat al-Tarikh al-‘Arabi al-Islami, Al-
Farabi, Beirut, Lebanon.
21- Al-Dinoori, 1960. Al-Akhbaar al-Tiwal, edited byAbd Al- Mu’anim ‘Amir, Wazarat al-
Thaqafa wa al-Irishad al-Quami, Cairo, Egypt.
22- Al-Zabadi, 1306 H.65 Tag al-‘Aroos, Cairo, Egypt
23- Ibn Sa’ad. Al-Tabaqaat al-Kubrah, Dar al-Tahiri li al-Tiba’ah lil al-Nishir, Cairo, Egypt.
24- --------, 1933. Al-Tabaqaat al-Kabeer, London print.
25- Al-Sohili, 1978. Al-Rwad al-Anif fi Tafi seer al-Sira al-Nabawia Libni Husham, Dar Al-
Mu’arifa, Beirut, Lebanon.
26- Ibn Seed al-Naas, 1980. ‘Auioon al-Asar fi Finoon al-Mugazi wa al-Shamail wa al-Sira,
edited by lignaat Ihia al-Turath al-‘Arabi, Dar al-Afaq al-Gidida, Beirut, Lebanon.
27- Al-Shahristani, 1961. Al-Milal wa Al-Nahl, print of al-Babi al-Halabi, edited by Muhammad
Said Kilani, Cairo 961 and al-Mutab’a al-Azharia, Cairo 1951, Egypt.
28- Al-Shibani, 1972. Al-Ikitisaab fi al-Riziq al-Mustatab, summerized by Muhammad Bin
Samah, edited by Muhammad ‘Arnoos, Mutabat al-Anwar, Cairo, Egypt.
29- --------, 1972. Shireh Kitab al-Siar al-Kabeer, edited by Salahal-Deen al-Mugid, Mu’ahad al-
Mukhtootat bi Jamiyat al-Dwal al-‘Arabia, Cairo, Egypt.
30- Al-Tabari. Tarikh al-Rusul wa al-Mulook, edited by Muhammad Abu al-Fadol, Dar al-
Mu’arif, Cairo, Egypt.
31- Al-‘Asaqalani,, 1323 H. Al-Isabah fi Tamiz al-Sahabah, Mutab’at al-Sa’adah, Cairo, Egypt.
32- Ibn Qitibah, 1969. Al-Shi’ar wa Al-Shu’arah, Dar al-Thaqafa, Beirut, Lebanon.
33- --------, 1986. ‘Aiuoon al-Akhbar, al-Kotob al-‘Almia, Beirut, Lebanon.
34- Al-Qizwani, Ahmed. Fagi’at al-Taf, Mutabat al-Ahram, Kirbila, Iraq.
35- Ibn Kathir, 1988. Al-Bidaiah wa al-Nihiah, Dar al-Kotob al- ‘Alimiah, Beirut, Lebanon.
111
36- Al-Kilabi, 1924. Al-Asnaam, Dar al-Kotob al-Musirish, Cairo, Egypt.
37- Al-Maroodi, 1978. Al-Ahakam al-Sultania wa al-Wiliat al- Diniah, Dar al-Kotob al-‘Alimiah,
Beirut, Lebanon.
38- Al-Maqadisi, 1916. Al-Bid wa al-Tarikh, Muktabat al-Muthni, Bagadad, Iraq.
39- Al-Nahas, Abu Ja’afar, 1986. Al-Nasikh wa al-Munsukh fi al-Qur’an al-Kareem, edited by
Dr. Sha’aban Muhammad Ism’ail, Muktabat “Alam al-Fikir, Cairo, Egypt.
40- Ibn Hisham, 1974. Al-Sirah al-Nabawia, edited by Taha Abd Al-R’uf and Muhammad Mahi,
Shirikat al-Tiba’ah al-Faniah al-Mutahidah, Cairo, Egypt.
41- Al-Hamadani, 1931. Al-Aklil, Bagadad, Iraq.
42- Al-Waqidi, 1966. Kitab al-Mugazi, edited by Marisidan Joniz, Minshurat Jamiyat Iksaford,
London.
43- Al-Yaqubi, 1974. Al-Tarikh, al-Muktabah al-Hidiriah, al-Najaf, Iraq. Abu Yusif, 1979. Al-
Khiraj, Dar al-Mu’arifa,Beirut, Lebanon.