Dalam al Quran ditegaskan bahwa perempuan setara dengan pria dalam kewajibankewajiban
agama. dan dalam pandangan al Quran pula, kaum perempuan tidak memiliki
perbedaan dengan kaum pria. Mereka berdua sama-sama mahluk Tuhan yang tujuan
utamanya eksis dimuka bumi adalah menyembah Tuhannya, melakukan amal saleh, dan
menghindari kejahatan. Dalam hal ini, keduanya akan dinilai menurut apa yang
dilakukan.
Begitu pula dengan masalah hijab, kaum laki-laki tidak terlepas dari kewajiban
untuk mengenakannya. Anehnya seringkali saya melihat tulisan-tulisan mengenai
hijab ini ditujukan hanya kepada kaum perempuan semata,(barangkali memang
tulisannya ditujukan untuk kaum perempuan ).
Menurut saya, kenapa ketika membahas masalah hijab tidak sekalian pula dibahas
masalah kewajiban kaum pria berkenaan dengan hijab, toh tidak akan banyak memakan
tempat, dan juga sepertinya baik pula, baik untuk laki-laki maupun perempuan
supaya tahu bahwa tidak hanya kaum perempuan saja yang menanggung kewajiban agama
yang satu ini.
Kita mengetahui dari gaya hidup Nabi suci saw bahwa tidak wajib bagi pria untuk
menutupi kepala, tangan, wajah, atau lehernya. Apakah ini berarti bahwa tidak
dianjurkan pula bagi pria untuk menundukkan pandangannya ketika berpapasan dengan
perempuan?
Coba kita perhatikan ayat berikut :
‘ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesunguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat “. (Q.S. an-Nur:
30).
ayat ini terletak sebelum ayat yang sering dijadikan dalil akan kewajiban
perempuan untuk mengenakan hijab;
“Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung di
dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau
ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra putra
suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara
perempuan mereka…” (QS. an-Nur: 31)
Q.S. an-Nur: 30 ini pertama kali menekankan pada kaum pria agar terlebih dulu
“mengenakan hijab” dengan menundukkan pandangannya dihadapan perempuan. Setelah ia
dapat mengenakan “hijab”nya dengan baik baru ia menasehati perempuan untuk memakai
hijab.
Jujur saja, saya sendiri belum bisa dengan tegas memerintahkan, baik kepada istri
atau saudara perempuan saya, untuk mengenakan hijab, paling sebatas memberitahukan
bagaimana seharusnya seorang wanita berpakaian, dengan memberikan pengertian yang
sebisa mungkin dapat dimengerti dan diterima oleh mereka. Untuk selanjutnya
terserah kepada mereka.
Kenapa?...... Ya , karena saya sendiri tidak atau belum bisa mengenakan “hijab”
dengan baik.
Apa namanya, dan bagaimana akibatnya, apabila seseorang memerintahkan sesuatu hal
pada orang lain, tapi orang tersebut tidak menjalankan apa yang dia perintahkan ?
Seandainya kaum pria semuanya dapat mengenakan “hijab” dengan baik, saya kira
tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diharapkan dalam hubungan sosial
kemasyarakatan antara laki-laki dan perempuan, begitu pula sebaliknya apabila
perempuan semuanya dapat mengenakan hijabnya dengan baik dan benar. Tapi hal itu
sepertinya sulit sekali terealisasi, karena setiap orang mempunyai keyakinan
masing-masing, dan setiap orang juga mempunyai kadar keimanan yang berbeda-beda.
Untuk itulah dalam- agama islam- baik laki-laki maupun perempuan diserahi tanggung
jawab untuk berintregasi dan membantu satu sama lain dalam meraih tingkat
kesempurnaan tertinggi.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa dalam perintah mengenakan hijab ini kaum
perempuan diberikan perintah lebih, tidak hanya menahan pandangan dan memelihara
kemaluan saja, tapi juga diperintahkan untuk tidak menampakkan perhiasannya,
kecuali yang biasa nampak dari padanya,dan menutupkan kain kerudung di dadanya.
Alasan mengapa islam memerintahkan hal tersebut hanya kepada perempun adalah
karena hasrat untuk tampil dan memperllihatkan diri merupakan karakter khusus kaum
perempuan. Kaum perempuan adalah pemburu hati pria yang menjadi mangsanya. Di sisi
lain, pria adalah pemburu tubuh perempuan yang menjadi mangsanya. Hasrat perempuan
untuk memperlihatkan dirinya datang dari esensi karakter“pemburu” tersebut. Naluri
perempuanlah yang, karena karakter khususnya, berkehendak untuk memburu hati dan
memiliki pria. Dengan demikian, penyimpangan dimulai dari naluri perempuan dan,
karenanya, perintah untuk menutup (aurat ) dikeluarkan.