Katagori : Hikmah
Oleh : Redaksi 09 Aug 2009 - 1:00 pm, oleh Mahatir Kh ( SwaraMuslim)
Kalau kita menonton televisi dan menyimak berbagai media masa akhir-akhir ini,
sampai sekarang, 'pemandangannya' tidak jauh dari pemberitaan Mbah Surip, W.S.
Rendra, dan Noordin M. Top.
Seputar tiga tokoh itu. Dan kita dapatkan satu sumbu yang
sama, yakni tentang episode kisah di akhir / batas kerja
manusia di dunia, yakni kematian.
Katanya, Mbah Surip meninggal dunia karena penyempitan
pembuluh darah, karena disebabkan oleh terlalu banyaknya
Si Mbah mengkonsumsi kopi, sampai-sampai saya denger
kabar per hari Mbah Surip 'nyruput' 20 cangkir kopi.
Si Burung Merpati W.S. Rendra pun dipanggil Yang Maha
Kuasa di rumah sakit, setelah tergolek lama dengan penyakitnya. Tidak lama
beberapa setelah Mbah Surip diberitakan meninggal dunia.
Orang yang diduga Noordin M. Top diberitakan meninggal dunia tadi pagi sekitar
jam 10 Setelah tertembak oleh anggota Densus 88 POLRI di daerah Temanggung
Jawa Tengah.
Warga Malaysia ini diperkirakan meninggal dunia setelah operasi pengepungan
lebih dari 18 jam mulai kemarin sore.
Di program berita salah satu stasiun TV, diberitakan ada mayat yang 26 tahun lalu
dikubur, setelah dibongkar, ternyata jasadnya masih utuh. Ini kisah nyata, bukan
sinetron religi. Diketahui bahwa dia dulu seorang guru ngaji Al Quran yang tiap
harinya tak pernah bosan mengajar warga, mulai anak-anak sampai orang tua, agar
mereka lebih dekat dengan ALLAH.
Beberapa hari sebelum mereka semua, tetangga saya
juga meninggal dunia karena penyakit 'angin duduk'.
Beliau pernah dua kali menjadi saksi salah satu partai
dakwah pada dua pemilu yang lalu. Dan satu pekan
lagi, sebelum kematiaanya, harusnya ia mulai halaqoh
pertamanya dengan om saya.
Beberapa tahun yang lalu, kita mengenal Mirza
Ghulam Ahmad, orang kurang ajar yang mengaku nabi
ini, meninggal dunia di kamar mandi karena menderita
suatu penyakit yang aneh.
Beberapa abad yang lalu, kita mengenal sahabat
Kanjeng Nabi yang bernama Hanzhalah, yang jasadnya
dimandikan malaikat, karena dia tidak sempat mandi
junub setelah beribadah dengan istrinya, saat panggilan jihad terdengar di
telinganya.
Tak lama setelahnya, kita tahu Umar Ibnul Khattab terbunuh oleh Abu Lu'lu'ah
ketika beliau sedang mengimami sholat.
Itulah sebuah karnaval kematian manusia. Mungkin banyak yang belum saya
ceritakan. Tapi ada satu keniscayaan, yakni bahwa kita pasti kelak akan menjadi
peserta karnaval itu, cepat atau lambat. Pasti. Kita tidak bisa mengelak,
memajukan, memundurkan, atau belindung dengan suatu tembok yang kokoh. Itu
kata Kitab Suci.
Orang-orang di atas meninggal dunia dengan cara-caranya sendiri. Begitu juga
dengan kita. Kita tidak tahu kapan, dimana, dan dalam keadaan apa. Kematian
akan selalu menjadi misteri. Dan selalu terus menjadi misteri. Tidak ada satu alasan
yang dikemukakan oleh Kitab Suci kenapa kematian harus menjadi misteri. Tapi ada
satu hikmah besar: agar kita selalu siap dalam menghadapinya.
Mungkin kematian itu harus direncanakan. Lho kok? Ya , harus direncanakan.
Karena hidup ini tidak lain adalah menyesuaikan rencana-rencana kita dengan
rencana-rencana ALLAH. Kita punya rencana, ALLAH pun punya rencana. Yang pasti
kita oleh ALLAH diberikan waktu dan pilihan agar kita mempersiapkan kematian
sebaik-baiknya, agar Dia tersenyum ketika kita bertemu dengan-Nya. Kita diberikan
pilihan apakah menuruti hukum-Nya, atau sombong terhadap-Nya.
Tapi kita tidak dibiarkan begitu saja. Kita dibekali
dengan hati, akal dan perasaaan. Agar kita tahu dan
dapat membedakan baik dan buruk. Benar dan salah.
Wahyu atau nafsu. Semua orang, siapupun saya dan
Anda, pasti memilih kematian yang indah, yakni ketika
kita sedang melakukan kebajikan.
Orang yang hobi nonton film porno, maaf, tak ingin dia
meninggal dunia saat asyik mengunjungi sitis-situs
porno.
Orang yang suka mabuk, minum minuman keras, tidak
ingin dijemput malaikat maut saat ia asyik memegang
botol minuman keras. dan seterusnya. Semua orang
sama.
Kematian adalah hak prerogratif ALLAH. Mutlak. Kita hanya hamba. Ciptaan Allah.
Maka tidak sepatutnya kita melawan-Nya. Sudah cukup kurang ajar apabila kita
tetap fesbukan apabila kita mendengar adzan, tapi tidak segera berangkat ke
masjid. Sudah cukup kita disebut durhaka apabila kita tidak pernah sekalipun
membaca surat-surat cinta-Nya berupa Al Quran.
Sudah ingkar apabila kita lebih mudah berbelanja barang-barang mahal tetapi infaq
ke masjid masih berat hati.
Saya tidak tahu, kapan, dimana, dalam keadaan apa, saya meninggal dunia. Tapi
mumpung ada kesempatan, saya mohon maaf atas kesalahan saya.
Ada beberapa pertanyaan renungan yang saya dapatkan dari ustadz Anis Matta:
1. Kalau diberikan pilihan, pada umur berapa Anda merasa tepat meninggal dunia?
2. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah Anda merasa sudah siap dan akan
cukup tenang menghadapinya?
3. Jika sekarang Anda meninggal dunia, apakah ANda cukup yakin bahwa amal
Anda sudah memadai mengantar Anda menuju surga? amalan2 unggulan apakah
yang menurut Anda akan mengantarkan Anda ke surga?
Jawaban2 di atas mungkin tidak bisa dijawab beberapa saat setelah Anda baca
tulisan ini, tapi butuh perenungan yang panjang dan mendalam. Semoga bisa
direnungkan
Mari kita planning kematian kita, dengan selalu berusaha memproduksi kebajikankebajikan,
mendistribusikannya secara benar kepada masyarakat, sehingga kelak
ALLAH memilihkan untuk kita akhir hidup yang indah, husnul khotimah. Amin.
(eramusl