JURNAL PEREMPUAN 9/28/09 3:40 PM
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/dukanya_menjadi_tkw/ Page 1 of 4
Search | Advanced Search
Go
Wednesday, 11 February 2009
Buruh •
Dukanya Menjadi TKW
Saat ini negara kita sedang mengalami krisis global, yang artinya krisis dunia. Ekonomi semakin sulit,
kehidupan semakin susah. Untuk mencari sesuap nasi saja sulitnya minta ampun. Dulu negara kita
terkenal makmur dan kaya raya. Kaum Ibu tidak kesulitan untuk menyekolahkan anak-anak mereka
bahkan masih mampu untuk memenuhi keperluan rumah tangga dan lain-lain. Hingga jarang para
ibu/perempuan meninggalkan rumah dan keluarga mereka untuk merantau ke negara orang, bekerja
sebagai TKW. Tapi kini keadaan sudah banyak berubah. Sekarang kaum perempuan terpaksa pergi
merantau ke luar negeri, bekerja sebagai TKW demi membantu suami mencari nafkah untuk masa
depan anak dan keluarga.
Bahkan saat ini tidak sedikit anak gadis di bawah umur bekerja sebagai TKW dengan cara memalsukan
umur mereka. Pemalsuan umur ini menguntungkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab seperti
PT, Sponsor dan Agen. Tetapi setelah para perempuan itu sampai di sana, PT dan agen tersebut tidak
lagi mengurus nasib mereka dan tidak peduli terhadap keluhan para TKW yang mereka kirim itu.
Mereka hanya memikirkan keuntungannya saja. Saya menulis cerita ini berdasarkan fakta dan
pengalaman saya, bagaimana para Tenaga Kerja Wanita (TKW) kita tidak dihargai baik oleh majikan
mereka, agen pengirim maupun oleh pemerintah yang tidak melindungi.
Pertama kali saya merantau sebagai TKW ke Malaysia. Saat itu saya pergi karena saya kecewa kepada
suami saya yang telah berbohong. Lalu saya ambil keputusan untuk bekerja sebagai TKW agar bisa
melupakan kesedihan saya. Kebetulan sekali waktu itu ada sponsor dan PT yang menawarkan kepada
saya untuk menjadi TKW. PT tersebut bernama Sinar Pola yang beralamat di Tebet Timur. Sejak
mendaftar saya berada di PT selama 1 bulan. Kami di beri kebebasan keluar masuk untuk cari makan
atau telepon. Tapi yang membuat saya bingung kami tidak di beri pelatihan atau keterampilan dan
belajar bahasa negara tujuan yaitu Malaysia.
Setelah 1 bulan di PT kami langsung di kirim ke Batam dan perwakilan di sana sudah menunggu kami.
Selama 5 hari kami berkumpul sekitar 200 orang dalam satu rumah. Dan kami diperlakukan tidak
nyaman, seperti kami harus mengeluarkan uang sendiri untuk membeli makanan dan air bila lapar
dan haus. Bahkan air untuk mandipun kami harus beli. Setelah lima hari di penampungan kami dikirim
ke Malaysia via Batam – Johor. Sebelum berangkat kami di beri uang saku sebesar 1000 Ringgit
Malaysia untuk jaga–jaga apabila ditanya oleh petugas Imigrasi Malaysia. Mereka –orang PT- meminta
kami untuk menjawab sebagai turis bukan untuk bekerja. Sesampainya di Johor kami langsung
dibawa agency untuk di tawarkan kepada orang Malaysia yang butuh jasa PRT.
Kami ditawarkan layaknya seperti barang dagangan, kalau harga cocok kami di lepas kalau tidak kami
kembali ke penampungan Agency. Dan alhamdulillah saya bekerja pada majikan yang baik. Hanya
majikan perempuan saya yang agak sinis dengan saya. Mungkin karena cemburu pada suaminya.
Tetapi banyak teman–teman saya yang mendapat perlakuan lebih tidak baik dari majikannya. Misalnya
disuruh kerja dari pagi sampai malam, dicaci maki di depan umum bahkan sampai ada yang di pukul
karena kesalahan kecil. Oleh sebab itu banyak diantara teman–teman yang mencoba kabur dari
jendela bahkan dari loteng karena sudah tidak tahan dengan perlakuan majikan mereka yang
menganggap kami seperti sampah.
Mereka takut dan bingung harus mengadu kemana. Parahnya tidak sedikit yang mengadu kepada
orang yang tidak tepat. Orang-orang seperti ini malah menjerumuskan mereka menjadi PSK. Tapi
saya bukan penakut. Saya pernah lari dari agency saya ke agency lain. Sebut saja Rafli (orang
agency) yang berjanji akan menolong saya dan memberi pekerjaan. Lalu dia membawa saya kerumah
kakaknya. Waktu itu saya percaya pada Rafli karena sebuah pekerjaan yang ia janjikan. Tapi ada
sesuatu yang terjadi, Rafli pergi lagi setelah menitipkan saya di rumah kakaknya itu.
JURNAL PEREMPUAN 9/28/09 3:40 PM
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/dukanya_menjadi_tkw/ Page 2 of 4
Ketika saya tidur malam, Udin (kakak Rafli-bukan nama sebenar) memaksa saya melayani nafsu
bejatnya. Tapi saya berontak sekuat tenaga. Namun ia terus memaksa hingga saya berbohong kalau
saya sedang datang bulan. Keesokan harinya hal itu terulang lagi dengan ancaman parang yang
dikalungkan di leher saya. Saya pun kembali berbohong dengan alasan serupa, sedang datang bulan.
Kemudian Udin memaksa saya untuk melakukan oral seks. Sambil menangis dan sangat terpaksa saya
melakukannya. Ketika saya akan melakukannya tiba–tiba ada tamu datang mengetuk pintu. Dalam
hati saya bersyukur masih dilindungi Tuhan. Udin langsung membukakan pintu. Saya sempat
mengintai dari balik pintu kamar. Alangkah kagetnya saya karena ternyata Udin seorang pengedar
Narkoba. Saya langsung cari cara supaya cepat keluar dari rumah ini. Tak lama kemudian Rafli datang
dan langsung membawa saya ke sebuah bar kecil. Saya di jadikan waitress (orang yang
mengantarkan minuman.) Sejak sore itu saya langsung mulai bekerja di sana. Saya bekerja selama 8
jam, mulai jam 6 sore hingga jam 2 pagi. Saya mendapat gaji lumayan sekaligus tempat tinggal.
Setelah tiga bulan saya mulai jenuh dan ingin mencari pekerjaan lain. Lalu saya memutuskan untuk
berhenti bekerja dan berangkat ke kota Kuala Lumpur.
Setelah menunggu sekitar satu bulan saya mendapat pekerjaan lagi dari agency. Majikan saya
seorang pejabat, di sana biasa dikenal dengan sebutan Datuk. Ia sangat kaya raya. Saya bekerja
berdua dengan teman saya yang berasal dari Cilacap. Tugas saya hanya membersihkan rumah.
Sementara teman saya mencuci dan menggosok pakaian.
Teman saya cerita kalau dia punya hubungan khusus dengan adik laki-laki majikan kami. Padahal dia
sudah punya suami dan anak. Sayangnya saya hanya bekerja sebulan di sana. Karena saya dituduh
mencuri oleh adik majikan. Saya pun diberhentikan dan dikembalikan ke agency. Mungkin juga karena
takut saya beberkan hubungan mereka (teman saya dengan adik laki-laki majikan-red) kepada
khalayak.
Setelah beberapa hari menjadi pengangguran saya kembali bekerja sebagai waitress di sebuah bar
baru milik mantan sekretaris bos saya dulu. Di sana saya digaji 1500 Ringgit. Kali ini saya bekerja
cukup lama, 2 tahun. Selama itu pula saya belajar dan mendapat pengalaman tentang budaya
Malaysia. Lantas perlahan saya mulai memahami bahasa Inggris dan Mandarin. Disitu pula saya
ditawari member (orang yang sering datang ke bar) untuk menjadi OT (Operator Telepon) dan
memasukkan data ke komputer. Setelah saya pikir ulang akhirnya saya terima tawaran itu. Karena
prinsip saya kalau kita tidak berani mencoba maka kita tidak akan berhasil. Apalagi kesempatan itu
ada.
Pelan-pelan saya jalani sampai akhirnya saya bisa juga melakukan pekerjaan tersebut. Persoalannya
adalah jam kerja yang sangat memforsir tenaga dan waktu. Saya harus masuk jam 7.30 pagi dan
pulang jam 5 sore. Lalu masuk lagi jam 7 malam pulang jam 3 pagi.
Hingga suatu hari ada juga hari naas bagi saya. Saat saya pulang kerja sekitar pukul 3 ada razia dan
saya ditangkap karena tidak membawa Paspor. Saya di kurung (penjara) selama 5 hari. Selama di
penjara saya diperlakukan seperti maling. Seperti diberi makan nasi basi yang sudah tidak layak
untuk di makan. Setelah 5 hari di kurung, saya di bawa ke Markas Besar Polisi Malaysia. Saya pun
diwajibkan membayar 2000 Ringgit untuk bisa kembali ke Indonesia atau harus “tidur” dengan
Komandan Polisi disitu selama satu minggu. Tentu keduanya saya tolak dengan tegas. Mungkin
karena sikap tegas dan keberanian itu akhirnya saya di kirim ke camp Semengih, tempat
penampungan tenaga kerja dari berbagai negara termasuk TKI.
Esoknya kami di pulangkan melalui Malaka sampai Dumai saja. Bagi yang memiliki uang bisa langsung
pulang ke kampung halamannya. Sementara saya dan teman-teman yang tidak mempunyai uang
harus menunggu kapal ABRI yang akan menjemput. Beberapa jam menunggu akhirnya kapal ABRI itu
datang juga. Namun ternyata kami tidak di pulangkan ke Jawa melainkan kami di jual ke tempat
pelacuran di Pulau Karimun (Tanjung Balai Karimun.) Saya tak menyangka kalau para ABRI itu
memanfaatkan kami untuk mendapatkan uang dari germo, hasil dari menjual kami.
Selama satu tahun saya harus melayani laki-laki hidung belang, termasuk para ABRI itu. Dan ketika
ada kesempatan kabur saya langsung kabur dan kembali ke Jakarta.
Saya tidak menceritakan seluruh penderitaan saya kepada keluarga. Saya tak ingin membuat mereka
sedih. Setelah beberapa bulan saya di Jakarta, saya mencoba berjualan dan menjadi tukang urut
dengan hasil lumayan untuk kebutuhan sehari–hari.
***
Tahun 2004 sampai 2006 saya kembali ke Malaysia, ikut kakak yang akan mengambil S2 Psikologi di
University Malaysia. Dia juga membantu/ mengurus masalah TKW di KBRI Malaysia. Hingga akhir
tahun 2007 saya berangkat ke Singapura untuk kembali menjadi TKW.
Tak jauh berbeda dengan perlakuan sebelumnya. Di Singapura kami juga di perlakukan lebih kejam
daripada di Malaysia. Kami harus bekerja setiap hari sejak jam 05.00 Pagi sampai jam 12.00 malam.
Kami juga harus bisa bahasa Inggris. Padahal banyak teman–teman yang tak bisa berbahasa Inggris.
Akhirnya mereka di pulangkan kembali ke penampungan untuk belajar bahasa Inggris. Beruntung
saya sedikit bisa berbahasa Inggris karena pengalaman sebelumnya.
JURNAL PEREMPUAN 9/28/09 3:40 PM
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/dukanya_menjadi_tkw/ Page 3 of 4
Di sana kami diberi makan sehari dua kali dan tidak boleh lama-lama. Bila kita makan terlalu lama
atau kerja terlalu lamban mereka akan complain ke agency dan agency akan memarahi kita. Di
Singapura para TKW kita tidak di hargai. Mereka katakan orang Indonesia itu bodoh, tukang ambil
suami orang dan sebagainya. Bahkan di cap sebagi pembunuh. Namun mereka (majikan-red) tidak
sadar mengapa orang Indonesia bisa melakukan itu. Salah satunya karena TKW diperlakukan kasar
dan tidak dihargai sama sekali. Kita di anggap seperti robot atau mesin yang harus siap bekerja kapan
saja. Bila tidak mereka akan memaki kita seenaknya.
Di Singapura saya temukan ada MOM (Ministry of Manpower), sebuah biro perlindungan TKW. Tapi
terkadang biro itu banyak membela bangsanya sendiri. Jadi apa artinya ada pusat perlindungan jika
tidak dapat menolong dan melindungi? Pernah saya melihat TKW bunuh diri dari lantai 22 sampai
otaknya terburai. Ini karena TKW sudah tidak tahan lagi menghadapi kekejaman sang majikan yang
sangat tidak manusiawi.
Kami bekerja tapi seperti di penjara. Tidak boleh keluar rumah. Seorang teman saya bercerita bahwa
ia pernah dibawa ke kantor polisi lantaran memakan roti keping milik sang majikannya. Ia tertangkap
karena majikannya memasang kamera pemantau.
Di MOM saya pernah bertemu banyak orang yang mengatakan bahwa gaji mereka tidak pernah
dibayar selama bekerja. Ada pula yang bekerja dari jam 6.00 pagi hingga jam 3.00 pagi dan hanya
diberi roti keping. Mereka hanya tertidur 2 jam. Bahkan teman saya harus melayani majikannya setiap
malam. Banyak kejadian mengerikan selama saya bekerja di Singapura. Selain itu ada juga tempat
penampungan TKW Indonesia yang menjadi pemasok PSK di Geylang.
Saat saya lari dari sang majikan, saya meminta pertolangan ke kedubes RI. Disana banyak saya
temukan berbagai persoalan TKW di Singapura. Ada yang tangannya patah di pukul sang majikan,
diperkosa, bahkan ada juga yang memukul majikan karena ledakan tekanan batinnya. Hingga tiga
tahun persoalan hukumnya belum juga tuntas. Belum lagi kasus penganiayaan dan pelecehan seksual.
Sekarang ini masalah TKW bertambah rumit. Namun pemerintah kita seolah tak mau peduli dengan
masalah yang di hadapi para TKW. Padahal para TKW adalah penyumbang devisa yang lumayan besar
untuk negara. Seperti halnya sekarang ini ada BNP2TKI yang katanya membantu menyelesaikan
masalah-masalah kronis di seputar TKI. Ternyata hasilnya nol besar. Banyak oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab mencari kesempatan bahkan mereka mengadakan pungutan liar (pungli)
untuk jasa pengantaran dan jasa poter.
Yang sangat saya sesalkan adalah keberadaan Terminal Tiga. Ketika tiba di Terminal Tiga kami tidak
diizinkan keluar melalui pintu gerbang sekalipun hanya untuk membeli minum saja. Padahal kami
berada di tanah air sendiri. Tetapi kami di perlakukan seperti tawanan karena takut kami melarikan
diri. Kami datang untuk meminta bantuan. Saya sangat kecewa dengan BNP2TKI. Yang sangat saya
sesalkan apalah gunanya BNP2TKI. Waktu itu saya bersama enam orang teman saya. Dua orang ke
Surabaya dan kami berlima ke Jakarta. Ketika salah satu teman saya, sebut saja Rina hendak naik
travel ke Jember dia dipaksa membayar uang sebesar Rp. 450.000.- untuk biaya asuransi. Padahal ia
sudah mendapatkan surat kuning dari KBRI. Namun mereka beralasan kalau Rina dituduh sebagai
TKW bermasalah. Mereka juga mengancam Rina tidak boleh pulang ke kampung halamannya. Ia
sangat sedih ketika nama saya di panggil untuk pulang.
Di sini saya ingin sampaikan kepada seluruh perempuan Indonesia, pikirkanlah terlebih dahulu
sebelum semuanya terlambat. Karena apa yang kita bayangkan sesampainya di negeri orang tidak
sesuai dengan apa yang kita bayangkan. Sekian dari saya semoga pengalaman hidup saya yang
sangat pahit di negeri orang bermanfaat bagi teman-teman semua yang baru berencana untuk
bekerja ke negeri orang.
Lidya (nama samaran)
KOMENTAR MASUK:
Ya hujan emas di negeri orang lebih baik hujan batu di negeri sendiri.
pengalaman pahit di negeri orang adalah guru yang baik.
sebenarnya untuk mengubah hidup tidak ada batas begara atau waktu. semuanya selalu kembali pada
DIRI SENDIRI, apa yang kita cari ? jika kita percaya pada Tuhan, lihatlah bgmn burung2 di udara bs
mencari makan, bunga bunga tumbuh tanpa ada yang menyirami, apalagi kita sebagai ciptaan Tuhan
yang lebih istimewa, masakan Tuhan akan meninggalkan kita ?
selama perjalanan hidup saya, yang menjadi kekuatan adalah HARAPAN, bahwa saya bisa mengubah
hidup saya. saya hanya perlu kuat dan konsisten, memiliki sikap dan mandiri.
di Indonesia peluang untuk mencari kehidupan yang lebih baik itu banyak, hanya banyak manusia yg
td bisa melihatnya karena terfokus pada masalah itu sendiri. bukan keluar dari masalah itu sendiri.
Dalam buku terbaru Rhenald Kasali : CHANGE, sungguhmerupakan suatu petunjuk yang baik utk
mengubah hidup sendiri, seberapa jauh kesalahan yang sudah dibuat pun !
JURNAL PEREMPUAN 9/28/09 3:40 PM
http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/dukanya_menjadi_tkw/ Page 4 of 4
mengubah hidup sendiri, seberapa jauh kesalahan yang sudah dibuat pun !
banyak banyaklah membaca buku dan miliki sikap yang periang dan optimis sehingga memudahkan
dalam pergaulan. percayalah jika kita menanamkan sikap yang baik dalam diri kita maka perubahan
akan menyertai dalam hidup kita. sekecil apapun perubahan yang muncul, itu hanya merupakan
langkah awal menuju perubahan yang besar.
anggap aja sedang berada dalam terowongan nan gelap, tp teruslah berjalan karena tidak ada jalan
tanpa jalan keluar.
Komentar oleh lady on 06/14 at 10:16 AM
Duh, gak tahu deh mau ngomong apa...??? saya jadi pengen kenal dengan penulis ini. Sebagai
sesama TKW, sungguh cukup miris membacanya. Beruntung ketika nasib saya baik, di temukan
dengan orang2 yang baik di Malaysia. TKW, kapankah nasibnya berubah?
Komentar oleh Ana on 08/24 at 06:50 AM
Halaman ke 1 dari 1 halaman
Name:
Email:
Location:
URL:
http://
Smileys/Emoticon
Ingat keterangan yang saya isi
Beritahu saya kalau ada komentar balasan
Kirim Lihat Dulu
Jurnal Perempuan On-line berlisensi Creative Commons. Kontak: Jl. Tebet Barat Dalam IXA No. B-1 Jaksel | 021-
83702005