CARA BERPAKAIAN YANG PANTAS
BAGI SEORANG GURU
MAKALAH
Disusun Oleh:
Eka L. Koncara, S.Pd.I
SD NEGERI 2 CIBOGOGIRANG
UPTD PEMBINAAN TK-SD DAN PLS KEC. PLERED
DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
KABUPATEN PURWAKARTA
2009
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca memahami peran seorang guru sebagai pendidik yang menjadi anutan peserta didik dan masyarakat, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “Cara Berpakaian yang Pantas Seorang Guru” yang sangat membawa pengaruh terhadap kegiatan belajar di kelas. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Purwakarta, 1 Januari 2010
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
BAB II CARA BERPAKAIAN YANG PANTAS BAGI SEORANG GURU .................. 3
A. Pakaian ........................................................................................... 3
B. Guru ................................................................................................ 5
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 9
A. Kesimpulan ..................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................... 9
REFERENSI ........................................................................................................ 10
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual, maupun klasik di sekolah maupun di luar sekolah (Djamarah, 1977 : 31).
Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Kepribadian merupakan suatu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat lewat penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan.
Kepribadian sesungguhnya adalah abstrak (ma’nawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam segi dan aspek kehidupan (Darajat dalam Djamarah, 2000 : 39). Oleh karena itu seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu asal dilakukan secara sadar.
Dalam perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya bila seseorang melakukan suatu sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan bahwa orang itu tidak mempunyai kepribadian yang baik atau mempunyai akhlak yang tidak mulia. Oleh karena itu masalah kepribadian adalah suatu hal yang sangat menentukan tinggi rendahnya kewibawaan seorang guru dalam pandangan anak didik dan masyarakat.
Kepribadian adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai pengembang sumber daya manusia. Karena di samping guru berperan sebagai pembimbing dan pembantu, guru juga berperan sebagai anutan. Kepribadian yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi hari depan anak didik terutama bagi anak didik yang masih kecil
2
(tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah).
Oleh karena itu setiap guru harus memahami bagaimana karakteristik (ciri khas) kepribadian dirinya yang diperlukan sebagai anutan para siswanya. Secara konstutidisional, guru hendaknya berkepribadian Pancasila dan UUD 1945 yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, di samping ia harus memiliki klasifikasi keahlian (keahlian yang diperlukan) sebagai tenaga pengajar (pasal 28 ayat 12 UUSPN/1989). Namun begitu, seseorang yang berstatus guru tidak selamanya dapat menjaga wibawa dan citra sebagai guru di mata anak didik dan masyarakat. Ternyata masih ada sebagian guru yang mencemarkan wibawa dan citra guru. Sebagai teladan, guru memiliki kepribadian yang dapat dijadikan profil dan idola, seluruh kehidupannya adalah figur yang paripurna, mengurangi kewibawaannya dan kharisma pun secara perlahan lebur dari jati diri. Karena itu kepribadian merupakan masalah yang sangat sensitif. Jadi pernyataan kata dan perbuatan dituntut dari guru, bukan lagi perkataan dengan perbuatan, ibarat pepatah, pepat di luar runcing di dalam.
Guru adalah mitra anak didik dalam kebaikan guru yang baik, anak didik pun menjadi baik. Karena kemuliaan guru, berbagai gelar disandangnya. Guru adalah pahlawan tanpa pamrih, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan ilmu, pahlawan kebaikan, pahlawan pendidikan, pembangun manusia. Itulah atribut yang pas untuk guru yang diberikan oleh mereka-mereka pengagum figur guru. Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik (Djamarah, 1977: 42). Gurulah yang memberikan santapan jiwa dan ilmu, pendidikan akhlak, dan membenarkannya, maka menghormati guru berarti menghormati anak didik kita, menghargai guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita, dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, rumusan masalah yang didapat untuk makalah ini adalah bagaimana cara berpakaian yang pantas bagi seorang guru?
3
BAB II
CARA BERPAKAIAN YANG PANTAS BAGI SEORANG GURU
A. Pakaian
Pakaian adalah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai simbol status, jabatan, ataupun kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis pakaian tergantung pada adat-istiadat, kebiasaan, dan budaya yang memiliki ciri khas masing-masing.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Mobile 1.1.3 dikatakan bahwa pakaian ialah sesuatu barang yang dipakai. Al-Quran paling tidak menggunakan tiga istilah untuk pakaian yaitu, libas, tsiyab, dan sarabil. Libas pada mulanya berarti penutup apa pun yang ditutup. Fungsi pakaian sebagai penutup amat jelas. Tetapi, perlu dicatat bahwa ini tidak harus berarti "menutup aurat", karena cincin yang menutup sebagian jari juga disebut libas, dan pemakainya ditunjuk dengan menggunakan akar katanya. (Shihab, http://media.isnet.org/)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan untuk menutupi aurat (bagian tubuh tertentu).
Pada awalnya, manusia memanfaatkan kulit pepohonan dan kulit hewan sebagai bahan pakaian, kemudian memanfaatkan benang yang dipintal dari kapas, bulu domba serta sutera yang kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian. Kini dikenal berbagai macam jenis jenis kain diantaranya sutera, wol, tetoron, mori, dan lain-lain.
Sebagai makhluk yang berakal dan beradab, manusia dituntut untuk dapat menutupi bagian tubuhnya dengan berpakaian secara pantas, dan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Selain berfungsi menutup tubuh, pakaian juga dapat merupakan pernyataan lambang status seseorang dalam masyarakat. Sebab berpakaian ternyata merupakan perwujudan dari sifat dasar
4
manusia yang mempunyai rasa malu sehingga berusaha selalu menutupi tubuhnya.
Oleh karena itu, betapapun sederhana bentuknya tapi usaha untuk menutupi tubuh itu masih ada. Misalnya, orang Irian Jaya yang memakai koteka untuk laki-laki dan sali lokal untuk perempuannya. Busana tersebut hanya menutupi bagian-bagian tertentu dari tubuh yang dianggap vital. Namun, bangsa yang menganggap diri mereka berbudaya pun sering tak segan-segan untuk menanggalkan busana mereka. Semakin minim, semakin seksi, dianggap menjadi semakin menarik. Itulah akibat jika berpakaian hanya berdasarkan budaya masyarakat dan mengikuti mode saja.
Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode. Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuk laki-laki maupun perempuan. Khusus untuk muslimah, memiliki pakaian khusus yang menunjukkan jatidirinya sebagai seorang muslimah. Bila pakaian adat umumnya bersifat lokal, maka pakaian muslimah bersifat universal. Dalam arti dapat dipakai oleh muslimah di manapun ia berada.
Masalah yang paling sering menimbulkan salah paham adalah anggapan kebanyakan orang menjadikan seragam pesantren tradisional sebagai mode busana muslimah. Sehingga terkesan busana muslimah itu kampungan, ketinggalan zaman, tidak modern, out of date, dan sebagainya. Padahal, Islam tidak mengharuskan muslimah mengenakan mode seperti itu. Islam hanya memberikan batasan-batasan yang harus ditutupi, sedangkan modenya terserah kepada selera masing-masing pemakai. Yang penting harus diperhatikan beberapa kriteria yang dapat dijadikan standar mode busana muslimah, yakni (Corner, http://diaz2000.multiply.com):
1. Pakaian harus menutup aurat.
2. Tekstil yang dijadikan bahan busana tidak tipis atau transparan (tembus-pandang). Karena kain yang demikian akan memperlihatkan bayangan kulit secara remang-remang.
3. Modelnya tidak ketat.
5
4. Sesuai dengan jenis kelamin (tidak menyerupai lawan jenis).
5. Bahannya, juga modelnya tidak terlalu mewah, berlebihan atau menyolok mata, dengan warna aneh-aneh hingga menarik perhatian orang. Apalagi jika menimbulkan rasa sombong.
Begitu hebatnya pengaruh budaya dan mode dalam berpakaian, membuat manusia lupa memahami hakekat dari fungsi adanya pakaian. Dalam hal ini Islam memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi berpakaian. Menurut ajaran Islam, - sebagaimana dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl : 81 dan Surat Al-A’raaf : 26, pakaian itu mempunyai tiga fungsi utama yaitu :
1. Sebagai penutup aurat.
2. Sebagai perhiasan. Maksudnya adalah sebagai perhiasan untuk memperindah penampilan dihadapan Allah dan sesama manusia. Sebagai perhiasan, seseorang bebas merancang dan membuat bentuk atau mode serta warna pakaian yang dianggap indah, menarik, serta menyenangkan, selama tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan.
3. Sebagai pelindung tubuh dari hal-hal yang merusak, seperti panas, dingin, angin kencang, sengatan matahari dan sebagainya.
Dalam kehidupan sosial, pakaian menjadi salah satu tolak ukur derajat seseorang. Dari caranya berpakaianlah seseorang pertama kali dinilai. Pakaian yang pantas dan sopan, tentu mencerminkan kebaikan dan kesantunan si pemakai pakaian tersebut. Sebaliknya, pakaian yang terbuka, seronok, atau semrawutan, seperti kaos dan celana ketat, rok mini, jean’s belel, tentu mencerminkan betapa semrawutnya si pemakai pakaian tersebut.
B. Guru
UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 menyebutkan ” Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
6
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Sedangkan pada pasal 7 ayat 1 disebutkan” Profesi guru ...... merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: (a) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (b) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (c) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (d). memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
Dengan demikian, kriteria guru ideal yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut adalah:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
Lain lagi dengan tanggapan para siswa tentang bagaimana guru yang ideal dalam perspektif mereka. Kriteria guru ideal dalam perspektif siswa, di antaranya:
1. Dapat berperan sebagai orang tua yang senantiasa memperhatikan anak didiknya, dan menghormati mereka dengan panggilan yang enak, serta hafal nama panggilan setiap anak didiknya.
2. Dapat berperan sebagai teman belajar yang senantiasa menempatkan diri pada posisi “peserta belajar” dengan tidak bersikap menggurui, sehingga anak didik akan dapat termotivasi untuk bersaing dalam menyelesaikan setiap masalahnya dalam proses pembelajaran.
3. Dapat berperan sebagai teman bergaul yang memposisikan diri sebagai sahabat “sebaya” yang sikap dan gaya bahasanya akrab dengan
7
lingkungan seusia anak didik, serta dapat memberikan suasana santai yang penuh inovasi dalam lingkungan pembelajaran di kelas.
Dalam sudut pandang penulis, selain berbagai pendapat di atas, terdapat beberapa kriteria lainnya yang harus dimiliki seorang guru dalam kegiatan belajar di kelas, antara lain:
1. Dalam segi penampilan, guru harus berpakaian rapi, sopan, dan enak dipandang, serta tidak tampil berlebihan. Guru juga harus dapat menampilkan sikap dan menggunakan gaya bahasa yang sesuai dengan lingkungan kelas tempat ia melakukan proses pembelajaran.
2. Dalam segi administrasi, guru harus menguasai berbagai administrasi kependidikan yang digunakannya dalam proses belajar. Guru harus menguasai kurikulum serta memiliki perencanaan dalam setiap kegiatan pembelajarannya. Guru juga harus selalu membekali diri dengan perangkat administrasi yang digunakan sebagai indikator perkembangan siswa di kelas, seperti daftar hadir dan daftar nilai, pada setiap pertemuannya.
3. Dalam segi organisasi, guru harus mampu memposisikan diri sebagai leader yang membawa anak didiknya ke dalam dunia pembelajaran. Guru juga harus mampu berperan sebagai motivator dan fasilitator bagi anak didiknya.
4. Dalam hal teknik pengajaran, guru harus menjadi gudang inovasi dalam menciptakan metode dan model-model pembelajaran yang unik, menarik, dan sesuai dengan perkembangan jaman serta kondisi lingkungan pengajarannya.
Berperan sebagai guru mengandung tantangan, karena di satu pihak guru harus ramah, sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan menciptakan suasana aman; di lain pihak guru harus memberikan tugas, mendorong siswa untuk berusaha mencapai tujuan. Mengadakan koreksi, menegur dan menilai. Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru harus
8
sudah memiliki kemampuan dan kerelaan untuk memaklumi alam pikiran dan perasaan siswa; dia harus bersedia untuk menerima siswa seadanya. Tetapi, sekaligus, guru bersikap mendekati siswa secara kritis, karena siswa tidak dapat dibiarkan dalam keadaannya yang sekarang. Ada kemampuan-kemampuan yang belum dimiliki siswa dan mereka harus dibantu untuk memperolehnya, bahkan ada kekurangan dalam bersikap dan cara bertindak siswa yang harus diperbaiki. Kepribadian guru seolah-olah terbelah menjadi dua bagian: di satu pihak bersikap empatik, di lain pihak bersikap kritis; di satu pihak menerima, di lain pihak menolak.
Menjadi seorang guru memang bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Sebab, ia berhadapan dengan obyek hidup, yakni para siswa (generasi). Bila terjadi kesalahan dalam mendidik, maka akan mengakibatkan terlahirnya generasi yang salah didik. Hal itu tentu tidak dapat diganti walau dengan uang dalam jumlah besar. Berbeda dengan pekerjaan lainnya yang berhadapan dengan obyek mati. Mekanik mobil contohnya, bila terjadi kesalahan dalam pekerjaannya, maka yang rusak adalah mobil itu, yang sudah barang tentu dapat diganti dengan sejumlah uang.
Untuk itu, sebelum memberanikan diri berprofesi sebagai guru, seseorang harus benar-benar dapat memahami dan menghayati kualifikasi guru ideal yang pada gilirannya harus dapat dipenuhi dengan baik agar tugas, fungsi, dan tujuan dia sebagai seorang pengajar dan pendidik dapat terpenuhi secara efektif.
Untuk mejadi seorang guru yang ideal di lingkungan kelas, guru perlu terus meningkatkan kualitas dirinya secara berkesinambungan dan up to date. Berbagai inovasi dan pembaharuan harus mampu diciptakan agar keberadaan guru dapat menjadi sangat berarti bagi motivasi dan prestasi belajar siswa di kelas.
9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa guru, sebagai suri tauladan bagi segenap siswanya, serta sebagai tokoh yang sangat dihargai dan paling disorot di lingkungan masyarakat, harus mampu menjaga dirinya, terutama dalam cara berpakaian.
Penampilan seorang guru, baik di kelas maupun dalam kehidupan sehari-harinya, akan mengundang berbagai penilaian dan asumsi dari semua orang yang melihatnya. Karena itu, seorang guru harus mampu menciptakan kesan dan asumsi yang baik demi kebaikan diri dan masa depan bangsanya.
Berpakaian yang rapi, santun, dan sesuai dengan norma agama tentu akan membuat manusia hidup lebih nyaman, tanpa harus terganggu oleh rasa malu (yang sudah menjadi fitrah manusia) dan berbagai penilaian orang lain.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis menyarankan kepada semua pihak, terutama guru, dan bahkan para calon guru, untuk dapat membiasakan berpakaian yang rapi dan santun demi kebaikan diri dan lingkungannya. Jangan sampai seorang guru memberikan teladan yang tidak baik bagi lingkungannya.
10
REFERENSI
Achmad, Mk. Peranan Guru dalam Menentukan Masa Depan Siswa http://one.indoskripsi.com/ 3 September 2009.
Corner, Diaz. Fungsi Pakaian dalam Ajaran Islam. http://diaz2000.multiply.com/ journal/item/52/Fungsi_Pakaian_dalam_Ajaran_Islam, diposting 29 April 2007.
Republik Indonesia, UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Shihab, Quraish. Wawasan Alqur’an – Pakaian. http://media.isnet.org/islam/ Quraish/Wawasan/Pakaian1.html, diakses 1 Januari 2010.
Wikipedia Indonesia. Pakaian. http://id.wikipedia.org/wiki/Pakaian, diakses 1 Januari 2010.
Yuku. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia; Mobile 1.1.3. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.