Kisah sedih si pencuci piring
Siapa yang paling berbahagia saat pesta pernikahan berlangsung? Bisa jadi kedua mempelai yang menunggu detikdetik
memadu kasih. Meski lelah menderanya namun tetap mampu tersenyum hingga tamu terakhir pun. Berbulan
bahkan hitungan tahun sudah mereka menunggu hari bahagia ini. Mungkin orang tua si gadis yang baru saja
menuntaskan kewajiban terakhirnya dengan mendapatkan lelaki yang akan menggantikan perannya membimbing
putrinya untuk langkah selanjutnya setelah hari pernikahan. Atau bahkan ibu pengantin pria yang terlihat terus
menerus sumringah, ia membayangkan akan segera menimang cucu dari putranya. "Aih, pasti segagah kakeknya,"
impinya.
Para tamu yang hadir dalam pesta tersebut tak luput terjangkiti aura kebahagiaan, itu nampak dari senyum, canda,
dan keceriaan yang tak hentinya sepanjang mereka berada di pesta. Bagi sanak saudara dan kerabat orang tua
kedua mempelai, bisa jadi momentum ini dijadikan ajang silaturahim, kalau perlu rapat keluarga besar pun bisa
berlangsung di sela-sela pesta. Sementara teman dan sahabat kedua mempelai menyulap pesta pernikahan itu
menjadi reuni yang tak direncanakan. Mungkin kalau sengaja diundang untuk acara reuni tidak ada yang hadir,
jadilah reuni satu angkatan berlangsung. Dan satu lagi, bagi mereka yang jarang-jarang menikmati makanan bergizi
plus, inilah saatnya perbaikan gizi walau bermodal uang sekadarnya di amplop
yang tertutup rapat.
Nyaris tidak ada hadirin yang terlihat sedih atau menangis di pesta itu kecuali air mata kebahagiaan. Kalau pun
ada, mungkin mereka yang sakit hati pria pujaannya tidak menikah dengannya. Atau para pria yang sakit hati
lantaran primadona kampungnya dipersunting pria dari luar kampung. Namun tetap saja tak terlihat di pesta itu,
mungkin mereka meratap di balik dinding kamarnya sambil memeluk erat gambar pria yang baru saja menikah itu.
Dan pria-pria sakit hati itu hanya bisa menggerutu dan menyimpan kecewanya dalam hati ketika harus menyalami
dan memberi selamat kepada wanita yang harus mereka relakan menjadi milik pria lain.
Apa benar-benar tidak ada yang bersedih di pesta itu? Semula saya mengira yang paling bersedih hanya tukang
pembawa piring kotor yang pernah saya ketahui hanya mendapat upah sepuluh ribu rupiah plus sepiring makan
gratis untuk ratusan piring yang ia angkat. Sepuluh ribu rupiah yang diterima setelah semua tamu pulang itu,
sungguh tak cukup mengeringkan peluhnya. Sedih, pasti.
Tak lama kemudian saya benar-benar mendapati orang yang lebih bersedih di pesta itu. Mereka memang tak
terlihat ada di pesta, juga tak mengenakan pakaian bagus lengkap dengan dandanan yang tak biasa dari keseharian
di hari istimewa itu. Mereka hanya ada di bagian belakang dari gedung tempat pesta berlangsung, atau bagian
tersembunyi dengan terpal yang menghalangi aktivitas mereka di rumah si empunya pesta. Mereka lah para
pencuci piring bekas makan para tamu terhormat di ruang pesta.
Bukan, mereka bukan sedih lantaran mendapat bayaran yang tak jauh berbeda dengan pembawa piring kotor.
Mereka juga tidak sedih hanya karena harus belakangan mendapat jatah makan, itu sudah mereka sadari sejak awal
mengambil peran sebagai pencuci piring. Juga bukan karena tak sempat memberikan doa selamat dan keberkahan
untuk pasangan pengantin yang berbahagia, meski apa yang mereka kerjakan mungkin lebih bernilai dari doa-doa
para tamu yang hadir.
Air mata mereka keluar setiap kali memandangi nasi yang harus terbuang teramat banyak, juga potongan daging
atau makanan lain yang tak habis disantap para tamu. Tak tertahankan sedih mereka saat membayangkan tumpukan
makanan sisa itu dan memasukkannya dalam karung untuk kemudian singgah di tempat sampah, sementara anakanak
mereka di rumah sering harus menahan lapar hingga terlelap.
Andai para tamu itu tak mengambil makanan di luar batas kemampuannya menyantap, andai mereka yang
berpakaian bagus di pesta itu tak taati nafsunya untuk mengambil semua yang tersedia padahal tak semua bisa
masuk dalam perut mereka, mungkin akan ada sisa makanan untuk anak-anak di panti anak yatim tak jauh dari
tempat pesta itu. Andai pula mereka mengerti buruknya berbuat mubazir, mungkin ratusan anak yatim dan kaum
fakir bisa terundang untuk ikut menikmati hidangan dalam pesta itu.
Sekadar usul untuk Anda yang akan melaksanakan pesta pernikahan, tidak cukup kalimat "Mohon Doa Restu" dan
"Selamat Menikmati" yang tertera di dinding pesta, tapi sertakan juga tulisan yang cukup besar "Terima Kasih
untuk Tidak Mubazir"
HATI SEORANG AYAH
Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada
Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap
wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkukbungkuk,
disertai suara batuk-batuknya. Anak wanita itu bertanya
pada ayahnya: Ayah , mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan
badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk?" Demikian pertanyaannya,
ketika Ayahnya sedang santai di beranda.
Ayahnya menjawab : "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban
Ayahnya. Anak wanita itu berguman : " Aku tidak mengerti."
Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa
penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak
wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya, kemudian Ayahnya
mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki."
Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.
Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri
Ibunya lalu bertanya :"Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut
dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi
demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?"
Ibunya menjawab: "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar - benar
bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian."
Hanya itu jawaban Sang Bunda.
Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi
dia tetap saja penasaran.
Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi
itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas
sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu
rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.
"Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin
keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia
senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa
aman teduh dan terlindungi. "
"Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting
tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup
kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. "
"Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari
sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal
dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali
dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. "
"Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat
dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya
tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya
basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia
relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu
dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan
mengharapkan hasil dari jerih payahnya."
"Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan
membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya
tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya
keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. "
"Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang
demi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi
apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai
perasaannya melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah
memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya
tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan
kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar
selalu saling menyayangi & mengasihi sesama saudara."
"Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk
memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan &
menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap
Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani. &
bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka,
walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap
kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan,
sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi."
"Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Lakilaki
itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari &
menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia
& BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa sebagai
laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya,
senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap
perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup
keluarganya. "
"Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai
Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan
dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh
laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di
Dunia & Akhirat."
Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut Praying.gif
& berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik
Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu
merengkuh dan mencium telapak tangan Ayahnya. " AKU MENDENGAR &
MERASAKAN BEBANMU, AYAH."
Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang
begitu agung,
tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah...
With Love
to All Father " JIKA KAMU MENCINTAI Ayah mu / sekarang merasa
sebagai AYAH KIRIMLAH CERITA INI KEPADA ORANG
LAIN, AGAR SELURUH ORANG DIDUNIA INI DAPAT MENCINTAI DAN ENYAYANGI
AYAHNYA & Dan Mencintai Kita Sebagai Seorang Ayah
". Note: Berbahagialah yang masih memiliki Ayah. Dan lakukanlah yang
terbaik
untuknya.... ......... ......... ......... .....
Ada Tetesan Setelah Tetesan Terakhir...
Pasar malam dibuka di sebuah kota . Penduduk menyambutnya dengan gembira. Berbagai macam permainan,
stand makanan dan pertunjukan diadakan. Salah satu yang paling istimewa adalah atraksi manusia kuat. Begitu
banyak orang setiap malam menyaksikan unjuk kekuatan otot manusia kuat ini.
Manusia kuat ini mampu melengkungkan baja tebal hanya dengan tangan telanjang. Tinjunya dapat
menghancurkan batu bata tebal hingga berkeping-keping. Ia mengalahkan semua pria di kota itu dalam lomba
panco. Namun setiap kali menutup pertunjukkannya ia hanya memeras sebuah jeruk dengan genggamannya. Ia
memeras jeruk tersebut hingga ke tetes terakhir. 'Hingga tetes terakhir', pikirnya.
Manusia kuat lalu menantang para penonton : "Hadiah yang besar kami sediakan kepada barang siapa yang bisa
memeras hingga keluar satu tetes saja air jeruk dari buah jeruk ini!"
Kemudian naiklah seorang lelaki, seorang yang atletis, ke atas panggung. Tangannya kekar. Ia memeras dan
memeras... dan menekan sisa jeruk... tapi tak setetespun air jeruk keluar. Sepertinya seluruh isi jeruk itu sudah
terperas habis. Ia gagal. Beberapa pria kuat lainnya turut mencoba, tapi tak ada yang berhasil. Manusia kuat itu
tersenyum-senyum sambil berkata : "Aku berikan satu kesempatan terakhir, siapa yang mau mencoba?"
Seorang wanita kurus setengah baya mengacungkan tangan dan meminta agar ia boleh mencoba. "Tentu saja boleh
nyonya. Mari naik ke panggung." Walau dibayangi kegelian di hatinya, manusia kuat itu membimbing wanita itu
naik ke atas pentas. Beberapa orang tergelak-gelak mengolok-olok wanita itu. Pria kuat lainnya saja gagal
meneteskan setetes air dari potongan jeruk itu apalagi ibu kurus tua ini. Itulah yang ada di pikiran penonton.
Wanita itu lalu mengambil jeruk dan menggenggamnya. Semakin banyak penonton yang menertawakannya. Lalu
wanita itu mencoba memegang sisa jeruk itu dengan penuh konsentrasi. Ia memegang sebelah pinggirnya,
mengarahkan ampas jeruk ke arah tengah, demikian terus ia ulangi dengan sisi jeruk yang lain. Ia terus menekan
serta memijit jeruk itu, hingga akhirnya memeras... dan "ting!" setetes air jeruk muncul terperas dan jatuh di atas
meja panggung. Penonton terdiam terperangah. Lalu cemoohan segera berubah menjadi tepuk tangan riuh.
Manusia kuat lalu memeluk wanita kurus itu, katanya, "Nyonya, aku sudah melakukan pertunjukkan semacam ini
ratusan kali. Dan, banyak orang pernah mencobanya agar bisa membawa pulang hadiah uang yang aku tawarkan,
tapi mereka semua gagal. Hanya Anda satu-satunya yang berhasil memenangkan hadiah itu. Boleh aku tahu,
bagaimana Anda bisa melakukan hal itu?"
"Begini," jawab wanita itu, "Aku adalah seorang janda yang ditinggal mati suamiku. Aku harus bekerja keras untuk
mencari nafkah bagi hidup kelima anakku. Jika engkau memiliki tanggungan beban seperti itu, engkau akan
mengetahui bahwa selalu ada tetesan air walau itu di padang gurun sekalipun. Engkau juga akan mengetahui jalan
untuk menemukan tetesan itu. Jika hanya memeras setetes air jeruk dari ampas yang engkau buat, bukanlah hal
yang sulit bagiku".
Selalu ada tetesan setelah tetesan terakhir. Aku telah ratusan kali mengalami jalan buntu untuk semua masalah serta
kebutuhan yang keluargaku perlukan. Namun hingga saat ini aku selalu menerima tetes berkat untuk hidup
keluargaku. Aku percaya Tuhanku hidup dan aku percaya tetesan berkat-Nya tidak pernah kering, walau mata
jasmaniku melihat semuanya telah kering. Aku punya alasan untuk menerima jalan keluar dari masalahku. Saat aku
mencari, aku menerimanya karena ada pribadi yang mengasihiku.
"Bila Anda memiliki alasan yang cukup kuat, Anda akan menemukan jalannya", demikian kata seorang bijak.
Seringkali kita tak kuat melakukan sesuatu karena tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk menerima hal
tersebut. (Bits & Pieces, The Economics Press)
Tanganmu bergetar Ibu...
Tahun yang lalu, ketika ibu saya berkunjung, ia mengajak saya untuk berbelanja bersamanya karena dia
membutuhkan sebuah gaun yang baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama dengan orang lain,
meskipun itu ibu saya. Saya bukanlah orang yang sabar. Tapi, kami putuskan juga berangkat ke pusat perbelanjaan
tersebut. Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita. Dan ibu saya mencoba gaun demi gaun
dan mengembalikan semuanya. Seiring hari yang berlalu, saya mulai lelah, gelisah, dan ibu mulai frustasi.
Akhirnya pada toko terakhir yang kami kunjungi, ibu mencoba satu stel gaun biru yang cantik, terdiri dari tiga
helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi lehernya. Dan karena ketidaksabaran saya, maka untuk kali
ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu saya dalam ruang ganti pakaian. Biar semuanya cepat beres. Saya
melih at bagaimana ia mencoba pakaian tersebut, dan dengan susah mencoba untuk mengikat talinya.
Ternyata, Tuhan..., tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi. Dan ibu dia tidak
dapat menalikan gaun itu. Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang begitu dalam
kepadanya. Dada saya sesak, napas aya panas. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang
keluar tanpa saya sadari. Saya terisak.
Setelah mendapatkan ketenangan, saya kembali masuk ke kamar ganti, dan menahan tangis melihat gemetar tangan
ibu, membantunya mengikatkan tali gaun tersebut. Pakaian ini begitu indah, dan ibu membelinya. Perjalanan
belanja kami telah berakhir, tetapi kejadian tersebut terukir dan tidak dapat terlupakan dari ingatan saya. Sepanjang
sisa hari itu, pikiran saya tetap saja kembali pada saat berada di dalam ruang ganti pakaian tersebut, dan ter bayang
tangan ibu saya yang sedang berusaha mengikat tali blusnya. Tangan yang gemetar....
Kedua tangan yang penuh dengan kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju,
membelai dan memeluk saya, dan terlebih dari semuanya, berdoa untuk saya, sekarang tangan itu telah menyentuh
hati saya dengan cara yang paling membekas dalam hati saya. Kemudian pada sore harinya, saya pergi ke kamar
ibu saya, mengambil tangannya, menciumnya.... Dan yang membuatnya terkejut. Saya mengatakan pada ibu, kedua
tangan tersebut adalah tangan yang paling indah di dunia ini. Saya sangat bersyukur bahwa Tuhan telah membuat
saya dapat melihat dengan mata baru, betapa bernilai dan berharganya kasih sayang yang penuh pengorbanan dari
seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa bahwa suatu hari kelak tangan saya dan hati saya akan memiliki
keindahannya tersendiri, keindahan tangan Ibu....
Cintailah saya apa adanya
Saya memiliki suami yang seorang insinyur.
Saya mencintai sifatnya yang alami dan menyukai perasaan hangat
yang muncul dihati saya ketika saya bersandar di bahunya yang bidang.
Setelah tiga tahun dalam masa perkenalan dan dua tahun dalam masa pernikahan,
harus saya akui bahwa saya mulai merasa lelah. Alasan-alasan saya mencintainya dahulu
telah berubah menjadi sesuatu yang menjemukan. Saya seorang wanita yang sentimentil
dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis
seperti seorang anak yang menginginkan permen.
Tetapi semua itu tidak pernah saya dapatkan pada dirinya.
Suami saya jauh berbeda dari yang saya harapkan. Rasa sensitif-nya kurang.
Ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami
telah mementahkan semua harapan saya akan cinta yang ideal.
TANPA JUDUL
Suatu hari, saya beranikan diri untuk mengatakan keputusan saya kepadanya,
bahwa saya menginginkan perceraian.
"Mengapa ?", dia bertanya dengan terkejut.
"Saya lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang saya inginkan".
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya,
tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak.
Kekecewaan saya semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat
mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa saya harapkan darinya ?
(gumam ku di dalam hati). Dan akhirnya dia bertanya,
"Apa yang dapat saya lakukan untuk merubah pikiranmu?".
Saya menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan,
"Saya punya pertanyaan, jika kamu dapat menemukan jawabannya di dalam hati,
saya akan merubah pikiran saya “.
Sayangku, seandainya saya menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung,
akan tetapi kita berdua tahu jika kamu memanjat gunung itu kamu akan mati,
apakah kamu akan melakukannya untukku ?".
Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok".
Hati saya langsung gundah mendengar responnya.
Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan saya menemukan selembar kertas
dengan coretan tangannya dibawah sebuah gelas yang berisi susu hangat.
Disitu tertulis ... "Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu,
tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya".
Kalimat pertama ini menghancurkan hati saya, namun saya melanjutkan untuk membacanya.
" Kamu sering mengetik di komputer dan selalu mengacaukan program-program di PC dan
akhirnya menangis di depan monitor karena panik, namun saya selalu memberikan
jari-jari saya supaya bisa membantumu dan memperbaiki programnya.
Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar, dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa
mendobrak pintu dan membukakan pintu untukmu ketika pulang.
Kamu suka jalan-jalan ke luar kota tetapi selalu nyasar di tempat-tempat baru yang kamu kunjungi,
saya harus menunggu di rumah agar bisa memberikan mata saya untuk mengarahkanmu.
Kamu selalu pegal-pegal pada waktu "teman baikmu" datang setiap bulannya, dan
saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal.
Kamu senang diam di rumah dan saya selalu kuatir kamu akan menjadi "aneh".
Dan harus membelikan sesuatu yang dapat menghiburmu di rumah atau meminjamkan lidahku untuk menceritakan
hal-hal lucu yang aku alami. Kamu selalu menatap komputermu, membaca buku sambil tidur dan itu semua tidak
baik untuk kesehatan matamu, saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong
mengguntingkan kukumu dan mencabuti ubanmu.
Tanganku akan memegang tanganmu, membimbingmu menelusuri pantai,
menikmati matahari pagi dan pasir yang indah.
Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajahmu “.
" Tetapi sayangku, saya tidak akan mengambil bunga itu untuk mati.
Karena saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematianku.
Sayangku, saya tahu ada banyak orang yang bisa mencintaimu lebih dari apa
yang dapat aku lakukan. Namun jika semua yang telah diberikan tanganku, kakiku,
mataku tidak juga cukup bagimu, maka aku tidak akan bisa menahan dirimu mencari tangan, kaki, dan mata lain
yang dapat membahagiakanmu ".
Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur,
tetapi saya tetap berusaha untuk membacanya.
" Sayang, kamu telah selasai membaca jawaban saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap
menginginkanku untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita,saya sekarang sedang berdiri didepan
menunggu jawabanmu. Jika kamu tidak puas sayangku,
biarkan aku masuk untuk membereskan barang-barangku, dan aku tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah,
bahagiaku bila kau bahagia ".
Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan
wajah penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti kesukaanku.
Oh… kini saya tahu, tidak ada orang yang pernah mencintai saya lebih dari dia mencintaiku.
Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari
hati kita karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu
sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita,
dan bukan mengharapkan wujud tertentu.
Sebelum kamu menceraikanku, gendonglah aku
Pada hari pernikahanku,aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti didepan flat kami yang cuma berkamar
satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki
rumah kami.
Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yang
lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening. Kami mempunyai seorang anak, saya
terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan
kasih diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama
dan sampai dirumah juga pada waktu yang bersamaan.
Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkimpoian kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah
dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka. Dew hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari
yang cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dew yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran
cintanya.
Ini adalah apartment yang kubelikan untuknya. Dew berkata , "Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para
gadis." Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku. Ketika kami baru menikah,istriku pernah berkata,
"Pria sepertimu,begitu sukses, akan menjadi sangat menarik bagi para gadis." Berpikir tentang ini, Aku menjadi
ragu-ragu. Aku tahu kalo aku telah menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku melepaskan
tangan Dew dan berkata, "Kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?.Aku ada sedikit urusan dikantor"
Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya. Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi
semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun,aku merasa sangat sulit untuk
membicarakan hal ini pada istriku. Walau
bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang
istri yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV. Makan malam
segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama. Atau aku akan menghidupkan komputer,membayangkan
tubuh Dew. Ini adalah hiburan bagiku.
Suatu hari aku berbicara dalam guyon, "Seandainya kita bercerai, apa
yang akan kau lakukan? " Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa
bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat
jauh dari ia. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.
Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dew baru saja
keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk
menyembunyikan segala sesuatu selama berbicara
dengan ia. Ia kelihatan sedikit kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca
ada kelukaan di matanya. Sekali lagi, Dew berkata padaku," He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup
bersama." Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi.
Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang
tangannya,"Ada sesuatu yang harus kukatakan" Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat
ada luka dimatanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata
apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir. "Aku ingin bercerai", ku ungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang. Ia
seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku, tapi ia
bertanya secara lembut,"kenapa?" "Aku serius." Aku menghindari pertanyaannya. Jawaban ini membuat ia sangat
marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku,"Kamu bukan laki-laki!".
Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah
terjadi dengan perkimpoian kami. Tapi aku tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah
dibawa pergi oleh Dew.
Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan surai perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil
dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian.. Aku
merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing
dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan.
Akhirnya ia menangis dengan keras didepanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku,
tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini
dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.
Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat ia sedang menulis sesuatu. Karena
capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur
kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia tidak menginginkan apapun dariku,tapi aku harus
memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya,dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama
seperti biasanya.
Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera menyelesaikkan pendidikannya dan liburannya adalah
sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami. Ia menyerahkan persyaratan
tersebut dan bertanya," He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari
pernikahan kita?"
Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan.
"Kamu membopongku dilenganmu", katanya, "Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap
membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus
membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu." Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa
kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkimpoiannya diakhiri dengan suasana romantis. Aku
memberitahukan Dew soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya.
"Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini," ia mencemooh. Kata-katanya
membuatku merasa tidak enak.
Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap
orang asing. Jadi ketika aku membopongnya dihari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk
punggung kami,"Wah, papa membopong mama, mesra sekali" Kata-katanya membuatku merasa sakit.. Dari kamar
tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan
berkata dengan lembut," Mari kita mulai hari ini,jangan memberitahukan pada anak kita."
Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang.Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke
kantor. Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku,kami begitu dekat sampai-sampai aku
bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita
ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya. Pada hari ketiga, ia berbisik
padaku, "Kebun diluar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana." Hari keempat,ketika aku
membangunkannya,aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong
kekasihku dilenganku. Bayangan Dew menjadi samar. Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku
beberapa hal, seperti, dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat
memasak,dll. Aku mengangguk. Perasaan kedekatan terasa semakin erat. Aku tidak memberitahu Dew tentang ini.
Aku merasa begitu ringan membopongnya.Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku
berkata padanya,"Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang" Ia sedang mencoba pakaiannya, aku
sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang
cocok. Lalu ia melihat,"Semua pakaianku kebesaran". Aku tersenyum.Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia
semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu
ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi , aku merasakan perasaan sakit Tanpa sadar ku sentuh
kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. "Pa,sudah waktunya membopong mama keluar"
Baginya,melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan
isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku
akan berubah pikiran pada detik terakhir. Aku menyanggah ia dilenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati
ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat
seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih. Pada hari
terakhir,ketika aku membopongnya
dilenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, "Sesungguhnya aku
berharap kamu akan membopongku sampaikita tua". Aku memeluknya dengan kuat dan berkata "Antara kita saling
tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra". Aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya.
Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dew membuka pintu. Aku
berkata padanya," Maaf Dew, Aku tidak ingin bercerai. Aku serius". Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh
dahiku. "Kamu tidak demam".
Kutepiskan tanganya dari dahiku "Maaf, Dew,Aku cuma bisa bilang maaf padamu,Aku tidak ingin bercerai.
Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan,
bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke
rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf padamu"
Dew tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan
tangisannya meledak. Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko
bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu
ucapan? Aku tersenyum, dan menulis " Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua.."
Kakak dan Adik
Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah
kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda
dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya
membawanya, aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku
dan diriku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar
siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!" Dia
mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, "Ayah, aku
yang melakukannya!
"Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus
mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan
memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di
masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!
"Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak
menitikkan air mata setetes pun.Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung.Adikku
menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah
terjadi."Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku.
Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa
tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.Ketika adikku berada
pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya
diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,menghisap rokok
tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya merengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang
begitu baik...hasil yang>begitu baik..."Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa
gunanya?Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, "Ayah,saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,
telah cukup membaca banyak buku."Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada
wajahnya."Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti
mengemis di jalanan, saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!"Dan begitu kemudian ia mengetuk
setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka
adikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak
akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi
meneruskan ke universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai
pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan
secarik kertas di atas bantalku:"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan
mengirimkanmu uang."Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata
bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang
adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun
ketiga (di universitas) .
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, " Ada seorang
penduduk dusun menunggumu di luar sana!"Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku?Aku berjalan
keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya,
"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"Dia menjawab, tersenyum, "Lihat
bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak
akan menertawakanmu? "Aku merasa tersentuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari
adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah
adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..
"Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus
menjelaskan, "Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."Aku
tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di
mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku."Bu, ibu tidak perlu
menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!"Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu
adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia
terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..
"Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus,seratus jarum terasa menusukku. Aku
mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan membalut lukanya."Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya."Tidak,
tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi,batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu.
Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."Di tengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku
memunggunginya,dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Berkali-kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan
tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka
tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga,mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya
akan menjaga ibu dan ayah disini.
"Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada
departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja
reparasi.Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel,ketika ia mendapat sengatan
listrik, dan masuk rumah sakit.Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya
menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu
yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar
kami sebelumnya?"Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya."Pikirkan kakak ipar--
ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti
apa yang akan menjadi buah bibir orang?
"Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang
pendidikan juga karena aku!"Mengapa membicarakan masa lalu?"Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia
berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya,
pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"Tanpa bahkan
berpikir ia menjawab, "Kakakku."Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak
dapat kuingat.
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama
dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung
tanganku.Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.
Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat
memegang sumpitnya.Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan
baik kepadanya."Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku.Katakata
begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih kepadanya
adalah adikku."Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata
bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
"When life gives you a hundred reasons to cry, show life that you have a THOUSAND reasons to smile.."