Bayangkanlah bila suatu ketika ada seseorang yang menjan-
jikan hadiah berupa sebuah rumah mewah lengkap dengan isinya.
Begitu indah dan sempurnanya rumah itu, sehingga baru
membayangkannya saja Anda sudah merasakan suatu kenikmatan dan
kebahagiaan tersendiri. Rumah itu terletak di kota "A" dan
anda diminta untuk pergi sendiri ke sana. Diberinya anda
sejumlah ongkos untuk bekal selama perjalanan hingga sampai
tujuan. Tetapi di tengah perjalanan nanti Anda diminta singgah
terlebih dahulu disebuah kampung. Ya, sekedar singgah sejenak!
Sungguh termasuk orang yang malang apabila ketika sampai
di kampung tersebut Anda malah terpana dan lalu menganggap
kampung tersebut teramat indah. Melihat gubuk disangka istana.
Melihat kolam kecil disangka danau. Bahkan melihat kue serabi
anda sangka martabak spesial. Pendek kata, mata dan penilaian
Anda menjadi kabur dan tertipu oleh karena keterpanaan yang
menerpa.
Saking merasa senangnya Anda dengan kampung itu, sampai-
sampai lupa dengan pesan semula bahwa anda hanya disuruh
singgah sejenak saja. Anda tinggal berlama-lama di sana dan
tentu saja ongkos pemberian yang cukup untuk sampai tujuan itu
malah anda habiskan di kampung itu. Akibatnya, tidak usah
heran ketika yang menyuruh dan memberi ongkos akan murka
tatkala mengetahui Anda ternyata tidak pergi ke kota yang
diminta.
Nah, ketahuilah bahwa kota "A" itu tiada lain adalah
akhirat, sedangkan kampung yang anda hanya disuruh singgah
sejenak itu tak lain pula adalah kampung dunia ini.
Salahkah apabila Dia Yang Mahabaik itu, yang telah
menjajikan surga Jannatun Na'im - padahal apapun yang
dijanjikanNya pasti ditepati dan tidak akan meleset sedikitpun
- dan tak lupa pula memberi bekal perjalanan yang cukup berupa
karunia nikmat rizki, tidak menyembunyikan "kekecewaannya"
melihat tingkah laku kita yang tak pandai manjaga amanah,
dengan berfirman, "Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja)
dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan)
akhirat adalah lalai?" (Q.S. Ar Ruum 30: 7)
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya
kehidupan kalau mereka mengetahui," demikian firmanNya pula.
(Q.S. Al Ankabuut 29: 64)
Kebanyakan di antara kita ternyata memang gemar bertindak
yang "mengecewakan" seperti itu. Kampung dunia ini sebenarnya
tidak ada apa-apanya, namun sebagian besar orang ternyata
terpedaya oleh keindahan fatamorgananya. Padahal, semua yang
dititipkan Alloh kepada kita, baik berupa otak, tenaga, harta,
waktu, dan sebagainya, itu semua sebenarnya bukan untuk
kampung dunia ini karena ia hanyalah tempat mampir atau
singgah sejenak saja.
Dunia tak lebih sekedar tempat transit belaka kendatipun
untuk ini Alloh Azza wa Jalla pasti mencukupi kita dengan
rizkinya. Dengan catatan, sepanjang "ongkos" tersebut tidak
dhamburkan sia-sia. Alloh memampirkan kita di dunia ini seraya
tahu persis akan segala apa yang kita butuhkan, lebih tahu
daripada apa yang sebenarnya kita perlukan, kalau ongkos yang
ada itu kita jadikan betul-betul untuk bekal kepulangan nanti,
maka subhanallah, kita akan kaget bahwa betapa Alloh akan
mencukupi kita dengan limpahan karunianya.
Akan tetapi, sayang sebagian besar orang tidak mengerti
bahwa semua yang dititipkan Alloh itu sebenarnya untuk bekal
pulang, sehingga seluruh waktunya habis tandas hanya untuk
mengejar-ngejar segala hal yang bersifat duniawi. Padahal
tidak akan kemana-mana dunia ini. Bukankah ketika masih
berada di rahim bundapun kita tetap diberi dunia (rizki)
padahal toh kita tidak berdoa, tidak shalat tidak ikhtiar ke
mana pun.
Kita memang disuruh menyempurnakan ikhtiar, tetapi bukan
semata-mata untuk mencari dunia. Ikhtiar kita secara sempurna
pada hakikatnya untuk bekal kepulangan kita ke akhirat kelak.
Jadi, jaminan dari Alloh untuk kehidupan dunia ini sebenarnya
ditujukan kepada orang yang bersungguh-sungguh menyempurnakan
ikhtiarnya.
Untuk bekal kehidupan dunia ini, rejeki itu oleh Alloh
dibiarkan tergantung. Lalu, Dia seolah-olah berfirman, "Ini
rejekimu, kalau engkau ikhtiar, akan kau dapatkan apa yang
telah ditetapkan bagimu. Kalau ikhtiarnya di jalanKu, maka
tidak hanya rejekimu yang kau dapati, tetapi pahalapun akan
engkau peroleh. Itulah keberkatan untukmu; di dunia
ternikmati, di akhiratpun jadi manfaat. Sebaliknya, bila
ikhtiarmu itu di jalan yang Aku murkai, yakni niat maupun
caranya tidak benar, maka tetaplah akan kau dapati apa yang
telah menjadi bagianmu, hanya, berubah statusnya menjadi
haram. Rejekinya tetap didapat tetapi tidak mengandung manfaat
dan keberkahan.
Memang, ada sebagian orang yang selama hidupnya begitu
sibuknya banting tulang, seakan-akan takut tidak kebagian
makan. Apa yang telah diperolehnya dikumpulkannya dengan
seksama demi agar anak-anaknya terjamin masa depannya.
Ada juga orang yang ketika hidup ini teramat sibuk
merindukan penghargaan sehingga dia capek menata rumah, capek
membeli ini itu, capek mematut-matut diri dengan motivasi
semata-mata ingin dihargai orang. Disisi lain ada juga orang
yang hidupnya hanya mencari kepuasan, sehingga uang yang telah
dikumpul-kumpulkannya dipakainya untuk pergi melancong kemana
saja yang dia suka.
Bagi orang yang tahu hakikat kehidupan ini, maka pastilah
yang dicarinya itu bukan dunia, melainkan Yang Memiliki Dunia!
Kalau orang lain bekerja banting tulang untuk mencari uang,
maka kita bekerja demi mencari Yang Membagikan Uang. Kalau
orang lain belajar ingin mencari ilmu, maka kita belajar
karena mencari Yang Memberi Ilmu. Kalau orang lain sibuk
mengejar prestasi demi ingin dihargai dan dipuji sesama,
maka kitapun sibuk mengejar prestasi demi mendapatkan
penghargaan dan pujian dari yang Yang Maha Menggerakkan
siapapun yang menghargai.
Jadi jelas perbedaannya, Bagi orang yang tujuannya dunia,
pasti kesibukannya hanya sebatas ingin mendapatkan itu saja.
Sedangkan bagi yang tahu ilmunya, maka yang dicari itu
langsung tembus kepada pemilik dan penguasa segala-galanya.
Bagi sebagian orang, tatkala membutuhkan uang, tetapi uang itu
tidak didapatkan, jelas yang muncul adalah rasa kecewa.
Sebaliknya bagi kita, saat membutuhkan uang, maka kita
berikhtiar sekuat tenaga bukan untuk mengejar uang semata,
malainkan Allohlah yang kita kejar. Soal dapat atau tidak
dapat tak ada masalah karena Alloh tidak akan pernah lupa
memberikan karuniaNya. Kesibukan kita berikhtiar pasti sudah
dicatat oleh Alloh. Tidak ada yang rugi, tidak ada pula yang
gagal.
Kalau orang bekerja karena ingin dihargai, maka bagi kita
semua itu tidak ada apa-apanya karena Allohlah sebagai
penguasa alam semesta yang menjadi tujuan segala perbuatan
kita. Kadang-kadang penghargaan manusia justeru menjadi ujian
bagi kita. Sebab manakala seseorang memuji kita, maka
hakikatnya bukanlah karena kita layak dipuji, melainkan karena
Alloh saja yang menutupi segala aib dan keburukan kita,
sehingga orang menyangka kita ini layak dipuji.
Bagi orang yang mengetahui rahasia di balik suatu
kejadian, datangnya pujian itu akan membuatnya tambah malu
karena itu berarti Alloh memperlihatkan sesuatu, bahkan tidak
jarang pujian itu ternyata lebih baik dari kenyataan
sebenarnya yang ada pada diri kita. Kalau kita mau jujur,
sungguh tidak pantas dan tidak cocok pujian itu dialamatkan
kepada kita. Karenanya, janganlah lekas terpana oleh pujian
manusia .
Mengapa ada orang yang bisa mendaki gunung walaupun
dengan bekal dan alat seadanya? Mengapa ada orang yang berani
menyeberangi lautan walaupun hanya dengan menggunakan perahu
sederhana?
Jawabnya, karena kekuatan terbesar adalah motivasinya.
Demikian halnya kalau motivasi kita hanya sebatas dunia ini,
maka tidak usah heran kalau dia akan mudah terpedaya. Akan
tetapi, tidak akan pernah lelah kita mencari apapun juga
karena yang kita tuju adalah Dia Yang Maha Perkasa!
Walhasil, tampaknya wajib bagi siapapun menyadari bahwa
dunia ini hanya tempat singgah sejenak belaka, kalaulah Alloh
berfirman, "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan
Alloh kepadamu (Kebahagiaan) negeri akhirat, (tetapi)
janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi"
(QS. Al Qashas 28: 77). Maka itu semata-mata dimaksudkan agar
kita pandai mensyukuri apapun yang telah dianugerahkan Alloh
kepada kita selama hidup didunia ini. Adapun kebahagiaan dan
kenikmatan yang kekal dan hakiki, itulah yang akan kita dapati
di akhirat.
***
--------------------------------------------------------------
1) Oleh:KH. Abdullah Gymnastiar
Buletin Dakwah Qolbun Salim Edisi 03, Ramadhan 1422 H
Divisi Humas - Daarut Tauhiid Jakarta